HARI Raya Waisak dikenal luas sebagai perayaan besar umat Buddha yang memperingati tiga peristiwa penting dalam kehidupan Sang Buddha: kelahiran, pencerahan, dan parinibbana (wafat).
Namun, di balik prosesi lilin, meditasi massal, dan ritual pradaksina, tersimpan banyak makna mendalam dan fakta menarik yang belum banyak diketahui oleh masyarakat luas.
Mengutip dari smaratungga.ac.id, berikut ini adalah beberapa hal unik dan bernilai spiritual tinggi terkait Hari Raya Waisak yang patut diketahui:
- Tiga Peristiwa Sakral yang Terjadi di Hari yang Sama
Banyak orang belum menyadari bahwa Waisak memperingati tiga momen penting sekaligus dalam hidup Sang Buddha Gotama: beliau lahir di Taman Lumbini, mencapai pencerahan sempurna di bawah pohon Bodhi di Bodh Gaya, dan parinibbana (wafat) di Kusinara—semuanya dipercaya terjadi di hari purnama bulan Waisak. Ini bukan hanya peringatan sejarah, tetapi pengingat akan siklus kehidupan, pencapaian spiritual, dan kebebasan dari penderitaan.
- Makna Simbolik Air dan Api dalam Waisak
Dalam perayaan Waisak, umat Buddha membawa Air Berkah dari sumber-sumber mata air suci dan Api Abadi Dharma dari Merapen. Air melambangkan ketenangan batin, pembersihan diri, dan kejernihan pikiran. Sementara api mewakili semangat dan pencerahan—simbol Dharma yang tak pernah padam. Kedua elemen ini menjadi bagian penting dalam ritual penyatuan spiritual pada Waisak.
- Waisak Diakui Sebagai Hari Raya Internasional oleh PBB
Pada tahun 1999, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara resmi mengakui Hari Raya Waisak sebagai hari besar keagamaan dunia, dan menetapkannya sebagai United Nations Day of Vesak. Ini menjadi pengakuan internasional atas kontribusi ajaran Buddha dalam menciptakan perdamaian, welas asih, dan harmoni di dunia.
- Tidak Ada Satu Cara yang Seragam Merayakan Waisak
Berbeda dengan banyak hari raya lain, perayaan Waisak tidak seragam di semua negara Buddhis. Di Sri Lanka dan Myanmar, perayaan Waisak dilakukan dengan menghiasi rumah dan jalanan dengan lentera. Di Thailand, umat mengunjungi vihara sepanjang malam. Di Indonesia, kegiatan pradaksina di Candi Borobudur dan Candi Sewu menjadi ciri khas tersendiri. Keragaman ini menunjukkan adaptasi ajaran Buddha dengan budaya lokal yang unik.
- Bukan Sekadar Ritual, tapi Praktik Nyata dalam Kehidupan
Bagi umat Buddha sejati, Waisak bukan sekadar ritual tahunan. Momen ini digunakan untuk merefleksikan kembali praktik Dhamma dalam kehidupan sehari-hari: meningkatkan sila (moralitas), samadhi (konsentrasi), dan paññā (kebijaksanaan). Banyak yang memperbarui komitmen untuk hidup tanpa kekerasan, tidak berbohong, tidak mencuri, serta memperbanyak meditasi dan dana (berbagi kebaikan).
- Waisak dan Praktik Kebersamaan Lintas Agama
Di Indonesia, Waisak menjadi simbol kuat kerukunan antarumat beragama. Tidak jarang prosesi Waisak mendapat dukungan dari masyarakat lintas agama yang membantu dalam logistik, pengamanan, hingga penginapan bagi para peziarah. Ini adalah contoh nyata bagaimana semangat universal ajaran Buddha tentang kasih sayang mampu mempererat hubungan sosial di tengah keberagaman.
- Waktu Waisak Ditentukan Berdasarkan Kalender Lunar
Penentuan Hari Waisak tidak berdasarkan kalender Masehi, melainkan mengikuti kalender lunar (bulan purnama bulan Waisak, biasanya antara Mei–Juni). Karena itu, tanggal perayaannya berubah setiap tahun, mirip dengan perhitungan hari raya keagamaan lain seperti Idul Fitri atau Hari Raya Nyepi.
Catatan Khusus: Waisak Tahun2025
Pada tahun 2025, Hari Raya Waisak jatuh pada 12 Mei, dengan detik-detik Waisak terjadi pukul 23.55.29 WIB. Di Indonesia, perayaan nasional dipusatkan di Candi Sewu, Kabupaten Klaten, oleh Keluarga Buddhayana Indonesia (KBI). Dengan mengusung tema “Semangat Kebersamaan untuk Indonesia Maju”, perayaan tahun ini menekankan pentingnya persatuan, gotong royong, dan welas asih sebagai fondasi membangun bangsa yang damai dan sejahtera. (*)