Giyono wajar mempermasalahkan hal itu. Karena ikan hidup yang dikirim tak bisa berlama-lama dalam kemasan. “Normalnya 16-18 jam bisa sampai di tujuan. Kalau sampai 30 jam, bisa mati ikan-ikan itu,”ungkapnya.
Menanggapi konektivitas penerbangan, Kepala Dislutkan Kalteng Darliansjah mengatakan penyelesaian mengenai masalah konektivitas penerbangan itu sejalan dengan kesepakatan tidak tertulis bersama pihak maskapai dan kantor pajak serta stasiun karantina ikan untuk
mendukung upaya itu.
“Tidak mudah memang. Karena regulasi dunia saat ini dan banyak faktor lain yang
bisa memengaruhi konektivitas maskapai tadi, semisal bisa jadi karena harga BBM
naik menyebabkan perubahan regulasi maskapai, banyak faktor lain,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala SKIPM Palangka Raya, Miharjo menyampaikan, selama satu tahun bertugas di Palangka Raya, dirinya sudah mendengar keluhan para eksportir ikan. Pihaknya pun menindaklanjuti dengan menyampaikan keluhan kepada pihak maskapai. “Hasilnya, sudah ada,”ucapnya.
Contohnya, penerbangan Garuda Indonesia saat ini sudah melayani penerbangan pagi pada hari kerja, selain sore hari pada akhir pekan. Adanya penerbangan pagi itu sangat membantu sekali bagi eksportir. Karena peluang untuk mendapatkan jadwal penerbangan ke negara yang dituju dengan perusahaan yang sama terbuka lebar.
“Sudah satu bulan ini, Garuda Indonesia menambah jadwal penerbangan. Dan itu sangat
membantu mereka. Mas bisa lihat sendiri, sekarang tiap hari, kargo-kargo pesawat itu banyak diisi komoditas ikan,”ungkapnya. (dan/ram)