Sabtu, November 23, 2024
24.3 C
Palangkaraya

Siti Asiah, Tetap Mencari Nafkah di Usia Senja

“Kalau Saya Tidak Berjualan, Mau Makan Apa?”

Siti Asiah merupakan satu dari sekian banyak wanita yang menjadi tulang punggung keluarga. Mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Selama tiga tahun terakhir, Siti berjualan kue dan telur asin. Mirisnya, pekerjaan itu masih dijalaninya meski telah memasuki usia senja.    yakni berusia 72 tahun.

IRPAN JURAYZ, Palangka Raya  

SITI Asiah, wanita kelahiran 1950 itu harus berjuang sendiri untuk menghidupi kedua putranya, setelah ditinggal sang suami 18 tahun lalu. Setiap hari, sekitar pukul 07.00 WIB sudah stand by di lapak andalannya di depan pelataran ruko kosong di samping Bank BNI, Jalan Achmad Yani, Kota Palangka Raya. Yang dijualnya adalah kue cincin dan telur asin.

Sebelum ke lapak, Siti terlebih dahulu membeli kue cincin dan telur asin ke pengolah. Dia hanya membeli barang jadi. Tiap kali pengambilan, Siti membeli 100 kue dengan harga Rp1.000, yang kemudian dijualnya seharga Rp1.500. Sedangkan untuk telur dibeli Rp100.000 per tabak dan dijual kembali dengan harga Rp5.000 per butir.

“Beginilah tiap hari, untungnya buat biaya hidup seperti beli beras dan lainnya. Kalau ada lebih, saya tabung untuk beli celana anak atau buat bayar sewa tanah,” ucap perempuan berusia 72 tahun itu, Selasa (20/12).

Baca Juga :  Kelompok Teroris Bersenjata Papua Melemah

Wanita yang telah memasuki usia senja itu punya 3 putra dan 3 putri. Empat anaknya sudah berumah tangga. Kini Siti Asiah tinggal bersama kedua orang putranya yang berusia 34 tahun dan 25 tahun. Putranya yang berusia 34 tahun itu merupakan penyandang disabilitas (berkebutuhan khusus). Namanya Ansyari. Demi sesuap nasi untuk Ansyari, tiap hari Siti tetap semangat berjualan.

“Memang usia kaya saya ini seharusnya istirahat di rumah, tapi mau gimana lagi, kalau tidak berjualan, mau makan apa saya nanti, anak saya mau makan apa, seribu dua ribu yang didapatkan sudah bisa buat beli lauk dan beras,” ucapnya sembari menitikkan air mata.

Sebelum berdagang di teras ruko, dahulu Siti menjajakan jualan dengan berkeliling pemukiman warga di Jalan Riau. Namun karena tubuh yang sudah tua, tak jarang ia jatuh dan pingsan saat berjualan. Karena itulah Siti memutuskan untuk berjualan di teras ruko. Tiap hari Siti diantar cucunya untuk berjualan. Setelah waktu Salat Asar, ia mulai membereskan lapak dagangan untuk bergegas pulang ke rumah.

Wanita kelahiran Palangka Raya ini tinggal di sebuah rumah kecil di Jalan Riau. Rumah tersebut berdiri di atas tanah yang disewakan oleh pemiliknya dengan harga sewa Rp750.000 per tahun. Siti mengaku kondisi rumahnya saat ini sudah mulai rapuh.

Baca Juga :  Per 1 Februari, Kemendag Patok Minyak Goreng Curah Rp 11.000 Per Liter

“Sudah ada beberapa papan yang terlepas, kalau hujan air pada masuk, kemaren mau ikut bedah rumah, tapi terhalang tanah sewaan, seandainya tanah sendiri, mungkin bisa ikut program itu, cuman beginilah kondisi kami, mau dapat uang dari mana buat beli tanah,” tuturnya.

Siti juga menyebut sering dihibur anaknya yang berkebutuhan khusus dengan adanya permintaan untuk menikah. Tak jarang ia tertawa saat mendengar perkataan anaknya itu. Namun pada sisi lain ia sedih karena tak bisa memenuhi kemauan anaknya itu. Ia sadar akan kondisi yang disandang anaknya itu.

“Saya tidak banyak harapan dan sesuatu yang ingin dicapai, yang terpenting saat ini saya sehat supaya bisa tetap berjualan buat makan dan buat anak saya senang,” ucapnya.

Siti mengaku sering mendapatkan rezeki tak terduga. Kadangkala saat berjualan, ia didatangi dermawan yang memberikan barang-barang kebutuhan pokok maupun uang tunai. Walaupun tidak tiap hari, tapi uluran kasih dari orang-orang baik itu sering membuatnya menangis terharu sekaligus bersyukur kepada Yang Kuasa. (*/ce/ala)

Siti Asiah merupakan satu dari sekian banyak wanita yang menjadi tulang punggung keluarga. Mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Selama tiga tahun terakhir, Siti berjualan kue dan telur asin. Mirisnya, pekerjaan itu masih dijalaninya meski telah memasuki usia senja.    yakni berusia 72 tahun.

IRPAN JURAYZ, Palangka Raya  

SITI Asiah, wanita kelahiran 1950 itu harus berjuang sendiri untuk menghidupi kedua putranya, setelah ditinggal sang suami 18 tahun lalu. Setiap hari, sekitar pukul 07.00 WIB sudah stand by di lapak andalannya di depan pelataran ruko kosong di samping Bank BNI, Jalan Achmad Yani, Kota Palangka Raya. Yang dijualnya adalah kue cincin dan telur asin.

Sebelum ke lapak, Siti terlebih dahulu membeli kue cincin dan telur asin ke pengolah. Dia hanya membeli barang jadi. Tiap kali pengambilan, Siti membeli 100 kue dengan harga Rp1.000, yang kemudian dijualnya seharga Rp1.500. Sedangkan untuk telur dibeli Rp100.000 per tabak dan dijual kembali dengan harga Rp5.000 per butir.

“Beginilah tiap hari, untungnya buat biaya hidup seperti beli beras dan lainnya. Kalau ada lebih, saya tabung untuk beli celana anak atau buat bayar sewa tanah,” ucap perempuan berusia 72 tahun itu, Selasa (20/12).

Baca Juga :  Kelompok Teroris Bersenjata Papua Melemah

Wanita yang telah memasuki usia senja itu punya 3 putra dan 3 putri. Empat anaknya sudah berumah tangga. Kini Siti Asiah tinggal bersama kedua orang putranya yang berusia 34 tahun dan 25 tahun. Putranya yang berusia 34 tahun itu merupakan penyandang disabilitas (berkebutuhan khusus). Namanya Ansyari. Demi sesuap nasi untuk Ansyari, tiap hari Siti tetap semangat berjualan.

“Memang usia kaya saya ini seharusnya istirahat di rumah, tapi mau gimana lagi, kalau tidak berjualan, mau makan apa saya nanti, anak saya mau makan apa, seribu dua ribu yang didapatkan sudah bisa buat beli lauk dan beras,” ucapnya sembari menitikkan air mata.

Sebelum berdagang di teras ruko, dahulu Siti menjajakan jualan dengan berkeliling pemukiman warga di Jalan Riau. Namun karena tubuh yang sudah tua, tak jarang ia jatuh dan pingsan saat berjualan. Karena itulah Siti memutuskan untuk berjualan di teras ruko. Tiap hari Siti diantar cucunya untuk berjualan. Setelah waktu Salat Asar, ia mulai membereskan lapak dagangan untuk bergegas pulang ke rumah.

Wanita kelahiran Palangka Raya ini tinggal di sebuah rumah kecil di Jalan Riau. Rumah tersebut berdiri di atas tanah yang disewakan oleh pemiliknya dengan harga sewa Rp750.000 per tahun. Siti mengaku kondisi rumahnya saat ini sudah mulai rapuh.

Baca Juga :  Per 1 Februari, Kemendag Patok Minyak Goreng Curah Rp 11.000 Per Liter

“Sudah ada beberapa papan yang terlepas, kalau hujan air pada masuk, kemaren mau ikut bedah rumah, tapi terhalang tanah sewaan, seandainya tanah sendiri, mungkin bisa ikut program itu, cuman beginilah kondisi kami, mau dapat uang dari mana buat beli tanah,” tuturnya.

Siti juga menyebut sering dihibur anaknya yang berkebutuhan khusus dengan adanya permintaan untuk menikah. Tak jarang ia tertawa saat mendengar perkataan anaknya itu. Namun pada sisi lain ia sedih karena tak bisa memenuhi kemauan anaknya itu. Ia sadar akan kondisi yang disandang anaknya itu.

“Saya tidak banyak harapan dan sesuatu yang ingin dicapai, yang terpenting saat ini saya sehat supaya bisa tetap berjualan buat makan dan buat anak saya senang,” ucapnya.

Siti mengaku sering mendapatkan rezeki tak terduga. Kadangkala saat berjualan, ia didatangi dermawan yang memberikan barang-barang kebutuhan pokok maupun uang tunai. Walaupun tidak tiap hari, tapi uluran kasih dari orang-orang baik itu sering membuatnya menangis terharu sekaligus bersyukur kepada Yang Kuasa. (*/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/