KALTENG POS-Hasbi Hasan adalah tokoh penting dalam dunia hukum Indonesia yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI). Namanya kini menjadi sorotan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Terjerat Kasus Suap Perkara Kasasi KSP Intidana
Hasbi Hasan diduga terlibat dalam kasus suap terkait pengurusan perkara kasasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana di Mahkamah Agung. Ia diduga menerima suap sebesar Rp 3 miliar dari Heryanto Tanaka, debitur KSP Intidana, guna memengaruhi putusan kasasi.
Uang suap itu disalurkan melalui Dadan Tri Yudianto, mantan Komisaris Independen PT Wika Beton, yang disebut menerima total Rp 11,2 miliar dari Heryanto dalam beberapa kali transfer.
KPK menetapkan Hasbi sebagai tersangka kasus pencucian uang pada Maret 2024, sebagai pengembangan dari penyidikan kasus suap yang menjeratnya lebih dulu.
Profil dan Latar Belakang Hasbi Hasan
Hasbi Hasan lahir pada 22 Mei 1967 di Menggala, Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Ia menempuh pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiyah Negeri dan melanjutkan studi di bidang agama dan hukum, yang menjadi fondasi karier hukumnya.
Selain sebagai pejabat tinggi, Hasbi dikenal sebagai akademisi dan guru besar bidang ilmu peradilan ekonomi Islam di Universitas Lampung. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Hukum di kampus tersebut.
Jejak Karier Hasbi Hasan di Dunia Hukum
Karier Hasbi Hasan di lingkungan peradilan cukup panjang dan bervariasi. Beberapa posisi strategis yang pernah ia emban, antara lain:
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan (Puslitbang Kumdil) MA RI
Direktur Pembinaan Administrasi di Ditjen Badan Peradilan Agama
Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Agama Palu
Dosen dan guru besar bidang hukum dan ekonomi Islam
Hasbi dikenal luas berkontribusi dalam pengembangan sistem hukum dan peradilan Islam di Indonesia.
Vonis dan Proses Hukum Berjalan
Dalam kasus suap KSP Intidana, Hasbi Hasan telah divonis 6 tahun penjara dan dikenai denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 3,88 miliar. Jika tidak dibayar, asetnya akan disita dan dilelang. Jika tidak mencukupi, akan diganti dengan tambahan hukuman penjara selama 1 tahun.
Putusan ini telah diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, meski sebelumnya jaksa KPK menuntut hukuman lebih berat yakni 13 tahun 8 bulan penjara.
Selain menjalani hukuman tersebut, Hasbi masih diperiksa dalam pengembangan kasus dugaan TPPU. Pemeriksaan lanjutan oleh KPK dilakukan pada April 2025 di Gedung Merah Putih KPK, untuk mendalami perannya dalam aktivitas pencucian uang. (jpg)