JAKARTA-Menyemarakkan Milad ke-48 MUI, Komisi Fatwa menyelenggarakan Annual Conference on Fatwa Studies (ACFS) VII yang bertemakan Peran Fatwa MUI dalam Membangun Peradaban Bangsa. ACFS sendiri diselenggarakan mulai 26 sampai 28 Juli 2023 di Hotel Bidakara, Jakarta.
Sekretaris Komisi Fatwa, Kiai Miftahul Huda, dalam rilisnya menyampaikan konferensi ini bertujuan memberikan kesempatan kepada peneliti, akademisi, santri dan mahasiswa untuk mengkaji fatwa-fatwa MUI. Selain itu, ajang ini menjadi wadah muhasabah dan masukan bagi Komisi Fatwa MUI.
Animo peserta tahun ini termasuk bertambah dari tahun sebelumnya. Ada sebanyak 104 penulis. Selain jumlah peserta yang meningkat, kualitas isi makalah juga semakin baik. “Di tengah terpaan isu miring kepada MUI, justru pengirim makalah call for papers annual conference on fatwa MUI Studies semakin meningkat. Ada 105 pengirim dan tersaring menjadi 56 orang,” ungkapnya.
Sementara itu, Akhmad Kamil Rizani, Dosen Fakultas Syariah IAIN Palangka Raya terpilih menjadi salah satu peserta untuk mempresentasikan papernya dalam konferensi tersebut. Menurutnya, melalui konferensi ini, lembaga MUI sangat bijaksana dengan membuka saran, masukan, bahkan kritik-konstruktif dari para peneliti maupun pengkaji.
Sebagai produk pemikiran manusia atau ijtihad ulama, fatwa-fatwa MUI memang tak pernah final, apalagi dianggap absolut kebenarannya. Kebenaran fatwa bersifat temporal. Ia akan terus berdialektika dengan dinamika zaman yang bergerak maju secara dinamis. Keputusan fatwa di suatu masa, bisa jadi tidak relevan lagi diberlakukan di suatu masa yang lain. Kehadiran Qaul Jadid atas Qaul Qadim karya Imam Syafi’i adalah salah satu contohnya.
“Begitulah fatwa, selalu menuntut adanya pembaharuan setelah berbenturan dengan modernitas. Annual Conference on Fatwa MUI Studies ini jelas bisa didudukkan dalam upaya memenuhi kebutuhan itu,” ujarnya.
Dia menambahkan, secara struktural, kedudukan MUI berada di luar sistem hukum dan struktur pemerintahan. Produk-produk fatwanya pun bersifat legal opinion yang kemudian berkembang menjadi binding seperti halnya fatwa MUI terkait produk halal. “Ke depan, tuntutan agar MUI bersikap lebih aktif, kreatif, dan progresif akan semakin kuat. Modernisasi semakin menggila,” pungkasnya.(hms/uni)