PALANGKA RAYA, KALTENG POS—Mahkamah Konstitusi (MK) mengungkap fakta mengejutkan dalam sidang sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Barito Utara 2024. Dalam sidang tersebut, MK menemukan adanya praktik money politics yang melibatkan kedua pasangan calon bupati dan wakil bupati, termasuk pembelian suara hingga puluhan juta rupiah dan janji berangkat umrah.
Berdasarkan rangkaian bukti dan fakta persidangan, MK menyebut bahwa terdapat pembelian suara pemilih untuk memenangkan Pasangan Calon Nomor Urut 2. Nilai suap politik tersebut bahkan mencapai Rp16 juta per orang. Saksi Santi Parida Dewi mengungkapkan bahwa ia dan keluarganya menerima total Rp64 juta dari tim pasangan calon tersebut.
Tidak hanya itu, praktik serupa juga ditemukan pada Pasangan Calon Nomor Urut 1. Menurut kesaksian Edy Rakhman, keluarganya menerima Rp19,5 juta, dan dijanjikan akan diberangkatkan umrah jika pasangan tersebut menang.
Terhadap fakta hukum demikian, menurut Mahkamah, praktik money politics yang terjadi dalam penyelenggaraan PSU di TPS 01 Kelurahan Melayu, Kecamatan Teweh Tengah dan TPS 04 Desa Malawaken, Kecamatan Teweh Baru memiliki dampak yang sangat besar dalam perolehan suara hasil PSU masing-masing pihak.
Berdasarkan uraian pertimbangan hukum di atas, permasalahan yang timbul sekarang adalah bagaimana pendirian Mahkamah dalam menilai praktik money politic yang benar-benar terbukti untuk memengaruhi pilihan pemilih yang dilakukan oleh kedua pasangan calon.
Dalam hal ini, apakah Mahkamah akan memerintahkan dilakukan PSU kembali atau membatalkan perolehan suara di TPS 01 Kelurahan Melayu, Kecamatan Teweh Tengah dan TPS 04 Desa Malawaken, Kecamatan Teweh Baru tersebut tanpa mendiskualifikasi pasangan calon.
Berkenaan dengan pilihan tersebut, menurut Mahkamah, dampak pembelian suara (vote buying) yang telah terbukti di atas tetap tidak akan hilang pengaruhnya terhadap pemilih dan kedua pasangan calon telah terbukti melakukan pelanggaran yang serius berupa money politics.