PALANGKA RAYA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palangka Raya menggelar sidang perdana kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Izin Usaha Pertambangan (IUP) batubara di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah (Kalteng), Selasa (24/6/2025). Pada sidang ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dakwaannya sempat menyebut nama Achmad Yuliansah, Bupati Barito Utara periode 2008–2013, sebagai pihak yang memberi disposisi atas penerbitan izin yang dinilai melanggar prosedur tersebut.
Sementara itu, untuk tiga terdakwa dihadirkan dalam persidangan, yakni H. Asran (mantan Kepala Distamben Barito Utara), Daud Danda (mantan Kabid Pertambangan Umum), serta Iskandar Budiman selaku Direktur PT Pagun Taka, perusahaan yang memperoleh IUP bermasalah. Ketiganya didampingi tim penasihat hukum masing-masing dan disidangkan secara bersamaan.
“Perkara ketiga terdakwa ini pokok materinya hampir sama. Kami ajukan agar disidangkan bersama demi efisiensi,” kata Ketua Majelis Hakim Ricky Fardinand saat membuka sidang.
Usulan tersebut disetujui baik oleh tim penasihat hukum maupun JPU. “Kami tidak keberatan yang mulia,” ucap Henrico Fransiscust, kuasa hukum H. Asran dan Iskandar Budiman. Pernyataan senada juga disampaikan oleh Denni Somba, penasihat hukum terdakwa Daud Danda, serta jaksa Sustine Pridawati, selaku juru bicara tim JPU.
Dalam pembacaan dakwaan, jaksa menyebut bahwa H. Asran dan Daud Danda bersama-sama telah menyalahgunakan kewenangannya dengan menerbitkan IUP kepada PT Pagun Taka tanpa memenuhi prosedur sesuai UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
“PT Pagun Taka tidak pernah mengajukan permohonan kuasa pertambangan secara sah, tidak mengikuti lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), dan tidak membayar kompensasi data informasi sebesar Rp5,84 miliar,” kata jaksa Sustine di persidangan.
Jaksa juga mengungkapkan bahwa penerbitan IUP oleh Pemkab Barito Utara diawali dari permohonan Iskandar Budiman yang disampaikan melalui surat pada 20 Maret 2010, yang kemudian mendapat disposisi dari Bupati Achmad Yuliansah kala itu.
“Mengingat arahan lisan dari saksi H. Achmad Yuliansah selaku Bupati, proses penerbitan IUP PT Pagun Taka tetap berjalan meski tidak memenuhi persyaratan,” lanjut Sustine.
Dalam dakwaan, Iskandar disebut sempat mentransfer hampir Rp4 miliar ke seseorang bernama Bintari Diah Astuti untuk mengurus perizinan, meskipun proses tersebut tak pernah tuntas. Belakangan, Iskandar dan Tajib Hanafiah, rekannya yang kini almarhum, mengambil alih pengurusan izin langsung ke Pemkab Barito Utara.
Setelah IUP eksplorasi diterbitkan, PT Pagun Taka langsung melakukan kegiatan tambang di Desa Lemo, Kecamatan Montalat. Tak lama kemudian, perusahaan itu kembali mengurus peningkatan status izin ke tahap operasi produksi.
“Dalam proses itu, terdakwa Iskandar Budiman juga memberikan uang sebesar Rp1 miliar kepada Tajib untuk mempercepat penerbitan izin,” kata jaksa.
Terkait regulasi yang dilanggar, jaksa menyebut Iskandar dan para pejabat daerah telah mengabaikan ketentuan Pasal 60 UU Nomor 4 Tahun 2009 serta Pasal 8 Ayat 1 dan 3 UU Nomor 23 Tahun 2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan.
“WIUP batubara wajib diperoleh melalui lelang. Namun, dalam perkara ini tidak ada proses lelang. Negara kehilangan potensi pendapatan dari proses tersebut,” tegas Sustine di hadapan majelis hakim.
Atas perbuatannya, ketiga terdakwa didakwa dengan dakwaan primer melanggar Pasal 2 Ayat 1 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Subsider, mereka dijerat dengan Pasal 3 jo Pasal 18 undang-undang yang sama.
Ketika diminta tanggapan atas dakwaan, para terdakwa tidak mengajukan eksepsi.
“Untuk saat ini kami tidak mengajukan keberatan terhadap dakwaan yang dibacakan jaksa,” kata Henrico mewakili kliennya.
Sidang akan dilanjutkan pada Kamis (4/7/2025) pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi dari pihak JPU.(sja)