Salah satu bukti nyata persebaran agama Islam di wilayah Kotawaringin yakni dengan keberadaan Masjid Kiai Gede. Bangunan peninggalan sejarah itu masih kokoh hingga saat ini. Masjid tersebut didirikan tahun 1632 Masehi pada masa Kesultanan Kutaringin.
RUSLAN, Pangkalan Bun
MASJID Kiai Gede terletak di pinggir Sungai Lamandau, tepatnya di Jalan Merdeka, Kelurahan Kotawaringin Hulu, Kecamatan Kotawaringin Lama, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar). Hanya berjarak 100 meter dari Astana Al Nusari milik Kesultanan Kutaringin kala itu.
Masjid ini menjadi satu-satunya sejarah nyata dan bukti peningalan sejarah terbesar dalam perjalanan Kesultanan Kutarangin (Kerajaan Kotawaringin) yang kini masuk dalam salah satu cagar budaya di Kabupaten Kotawaringin Barat, di bawah pengawasan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI, Ditjen Kebudayaan, Balai Pelestarian Cagar Budaya Kalimantan Timur.
Pembangunan masjid berkonstruksi kayu ulin super besar itu tidaklah mudah. Hampir seluruh bahan yang digunakan adalah kayu ulin. Bahkan sampai pada bagian atapnya. Uniknya, pembangunan masjid ini tanpa menggunakan paku. Untuk menyambungkan satu kayu dengan lainnya hanya mengandalkan pasak (paku yang dibuat dari kayu). Sedangkan untuk bagian atapnya menggunakan rotan sebagai pengikat.
“Jika diperhatikan secara saksama, tiang ulin yang digunakan hanya dirakit menjadi satu kesatuan tanpa fondasi dan tanpa paku sebagai pengikat, kalau dipikir-pikir bangunan ini pasti tidak kuat, tapi sampai sekarang bangunan tetap kokoh, buktinya masih bisa digunakan sebagai tempat ibadah,” kata Ketua Pengurus Masjid Kiai Gede, Muhammad Padli, saat ditemui awak media di kawasan Masjid Kiai Gede.
Kawasan masjid terdiri dari dua bangunan. Pertama adalah bangunan utama yang dipergunakan untuk tempat beribadah. Selain itu, di kawasan masjid juga dibangun semacam pendopo yang letaknya tepat di belakang masjid. Bangunan kedua ini digunakan sebagai balai pertemuan.
Dalam masjid juga dilengkapi dengan mimbar peningalan sejarah yang hingga saat ini masih berdiri kokoh. Ada pula beduk yang disimpan di area pendopo dan masih berfungsi hingga saat ini.
Jika kita menilik sejarah, Masjid Kiai Gede mulai dibangun sejak tahun 1632 Masehi pada masa pemerintahan Pangeran Penghulu (Sultan IV Kutarangin). Pangeran Penghulu mengudurkan diri dari takhta kerajaan pada tahun 1725.
Sejak itu takhta kerajaan diteruskan oleh putranya bernama Sultan Balladudin yang bergelar Ratu Begawan. Di bawah kekuasaan putranya pembangunan masjid dilanjutkan hingga selesai. Akhirnya masjid diresmikan pada tahun 1728 Masehi dengan nama Masjid Jami Kutarangin.
Seiring berjalannya waktu, Masjid Jami Kutarangin ini diganti nama menjadi Masjid Kiai Gede. Pemberian nama tersebut untuk mengenang kiprah ulama kharismatik Kiai Gede dalam menyebarkan Islam di wilayah Kotawaringin. (bersambung/ce/ala)