Selasa, November 26, 2024
23.8 C
Palangkaraya

Bercocok Tanam tanpa Zat Kimia

PALANGKA RAYA- Tanah seluas 30×60 meter di Kelurahan Kalampangan itu tampak hijau. Beraneka ragam macam tanaman sayur dan buah tumbuh subur. Lahan gambut itu dirawat oleh Randi dan Rusman. Petani muda dari pegiat JPIC yang bergerak dalam pendampingan dan pemberdayaan masyarakat. Usianya masih terbilang muda. Keduanya belum genap 30 tahun.
Di lahan pekarangan itu, mereka mempraktikkan bercocok tanam tanpa menggunakan bahan kimia. Mulai dari menetralisir asam, pestisida, dan pupuk. Semua menggunakan bahan-bahan organik yang ramah lingkungan.

Kebetulan, saat wartawan Kalteng Pos berkunjung ke ladangnya, ada kunjungan dari belasan orang yang merupakan perwakilan warga dan kelompok tani dari lima daerah aliran sungai (DAS) yang ada di Kalimantan Tengah (Kalteng). Mereka belajar langsung proses bercocok tanam ramah lingkungan dan “jurus” agar tanaman bisa tumbuh subur dan bisa dipanen.

Baca Juga :  Eddy Raya: Penunjukkan Sancho Sesuai AD/ART KONI

Ada dua hal yang menarik dari apa yang disampaikan oleh Randi. Pemuda yang merantau dari Nusa Tenggara Timur pada tahun 2006 itu menjelaskan soal penggunaan pupuk dan pestisida. Untuk pestisida yang dipakai untuk mengusir hama, hanya menggunakan bahan bawang putih, sirih, dan lengkuas dicampur dengan air secukupnya. Lalu dibiarkan selama 24 jam sebelum akhirnya disemprotkan ke daun-daun yang ditanam.

Lalu, untuk pupuk, jelas Randi, memakai eco enzyme atau cairan hasil fermentasi dari sayur dan buah segar. “Kami tak pakai pupuk kimia. Kami memfermentasi sisa sayur dan kulit buah segar dicampur dengan gula merah atau gula aren. Proses fermentasi sendiri selama tiga bulan,”ujar pemilik nama lengkap Yohanes E R J Niron itu.

Baca Juga :  JCH Kalteng Bertolak ke Arafah

“Untuk perbandingannya satu kilogram gula merah atau aren, tiga kilogram sayur atau kulit buah segar, dan 10 liter air tanah atau air hujan,”bebernya.

PALANGKA RAYA- Tanah seluas 30×60 meter di Kelurahan Kalampangan itu tampak hijau. Beraneka ragam macam tanaman sayur dan buah tumbuh subur. Lahan gambut itu dirawat oleh Randi dan Rusman. Petani muda dari pegiat JPIC yang bergerak dalam pendampingan dan pemberdayaan masyarakat. Usianya masih terbilang muda. Keduanya belum genap 30 tahun.
Di lahan pekarangan itu, mereka mempraktikkan bercocok tanam tanpa menggunakan bahan kimia. Mulai dari menetralisir asam, pestisida, dan pupuk. Semua menggunakan bahan-bahan organik yang ramah lingkungan.

Kebetulan, saat wartawan Kalteng Pos berkunjung ke ladangnya, ada kunjungan dari belasan orang yang merupakan perwakilan warga dan kelompok tani dari lima daerah aliran sungai (DAS) yang ada di Kalimantan Tengah (Kalteng). Mereka belajar langsung proses bercocok tanam ramah lingkungan dan “jurus” agar tanaman bisa tumbuh subur dan bisa dipanen.

Baca Juga :  Eddy Raya: Penunjukkan Sancho Sesuai AD/ART KONI

Ada dua hal yang menarik dari apa yang disampaikan oleh Randi. Pemuda yang merantau dari Nusa Tenggara Timur pada tahun 2006 itu menjelaskan soal penggunaan pupuk dan pestisida. Untuk pestisida yang dipakai untuk mengusir hama, hanya menggunakan bahan bawang putih, sirih, dan lengkuas dicampur dengan air secukupnya. Lalu dibiarkan selama 24 jam sebelum akhirnya disemprotkan ke daun-daun yang ditanam.

Lalu, untuk pupuk, jelas Randi, memakai eco enzyme atau cairan hasil fermentasi dari sayur dan buah segar. “Kami tak pakai pupuk kimia. Kami memfermentasi sisa sayur dan kulit buah segar dicampur dengan gula merah atau gula aren. Proses fermentasi sendiri selama tiga bulan,”ujar pemilik nama lengkap Yohanes E R J Niron itu.

Baca Juga :  JCH Kalteng Bertolak ke Arafah

“Untuk perbandingannya satu kilogram gula merah atau aren, tiga kilogram sayur atau kulit buah segar, dan 10 liter air tanah atau air hujan,”bebernya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/