Sabtu, November 23, 2024
30.3 C
Palangkaraya

Negara Paling Dermawan

SEBAGAI bangsa kita selayaknya berbangga atas penobatan Indonesia sebagai negara paling dermawan di dunia. Capaian itu dapat kita baca dalam laporan lembaga Charity Aid Foundation (CAF) yang diumumkan pada 21 Oktober 2022. CAF merupakan lembaga internasional yang secara berkala melakukan survei bertajuk World Giving Index (CGI) atau indeks kedermawanan negara-negara di dunia. Dengan prestasi ini berarti Indonesia mampu mempertahankan capaian yang telah diraih pada 2018 dan 2021. Hebatnya, prestasi ini diraih di tengah negeri tercinta sedang menghadapi serangkaian bencana alam yang datang secara bertubi-tubi.

 

Capaian sebagai negara paling dermawan merupakan wujud pengakuan dunia terhadap budaya berbagi antar sesama anak bangsa. Yang membanggakan, budaya berbagi ini selalu hadir di negeri yang termasuk dalam kategori rawan bencana. Semangat kedermawanan juga tampak luar biasa tatkala negeri ini menghadapi pandemi. Jika bukan karena semangat kesukarelaan dan kewelasasihan antar sesama anak bangsa, negeri ini pasti akan menghadapi beban sangat berat selama pandemi. Apalagi, banyak pihak menyebut negeri ini termasuk dalam kategori negara rapuh (fragile state).

 

Kedermawanan di antara warga bangsa itu menunjukkan bahwa nilai-nilai filantropisme, bahkan altruisme, di antara warga bangsa telah tumbuh subur. Hal itu berarti musim pandemi yang berlangsung selama tiga tahun justru menjadi penyemangat sesama anak bangsa untuk tolong-menolong (al-ta’awun). Implementasi nilai-nilai keagamaan yang mengajarkan teologi tolong-menolong (the theology of al-ma’unism) benar-benar mewujud dalam perilaku keseharian umat. Kondisi ini menjadi semacam berkah tersembunyi (blessing in disguise) di tengah kondisi negeri yang rawan bencana.

 

Dalam survei WGI 2022 itu indeks kedermawanan Indonesia dinyatakan lebih baik daripada negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Irlandia, Belanda, Australia, dan Selandia Baru. Ada tiga indikator yang digunakan CAF dalam menentukan indeks kedermawanan negara-negara di dunia. Tiga indikator itu adalah (1) membantu orang asing atau seseorang yang tidak dikenal dan membutuhkan bantuan; (2) menyumbangkan uang untuk amal; dan (3) kesukarelaan meluangkan waktu untuk organisasi sosial.

Baca Juga :  Kabar Buruk dari Timnas Indonesia, Nadeo Diragukan Bisa Main Lawan Vietnam

 

Skor paling tinggi yang diraih Indonesia adalah menyumbang uang dan secara sukarela meluangkan waktu untuk mengikuti kegiatan organisasi sosial. Sementara untuk indikator membantu orang tidak dikenal, Indonesia masih kalah dari negara lain. Prestasi Indonesia sebagai negara paling dermawan dalam tiga edisi survei CAF rasanya tidak dapat dilepaskan dari keberadaan ormas keagamaan serta lembaga-lembaga sosial pengelola zakat, infak, dan sedekah (ZIS). Lembaga-lembaga sosial yang selalu mengedepankan pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan tersebut sukses mengelola dana ZIS secara profesional dan akuntabel.

 

Pada konteks itulah kita selayaknya berterima kasih kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), dan lainnya. Posisi ormas sangat penting karena memiliki lembaga yang efektif untuk memobilisasi sumber daya umat dalam bentuk ZIS. Kekuatan ormas juga didukung jaringan yang mapan mulai level pusat hingga pelosok. Jutaan anggota yang berhimpun di bawah naungan ormas-ormas keagamaan juga berperan besar dalam menyemai nilai-nilai kedermawanan dan kesukarelaan.

 

Komitmen sesama anak bangsa untuk saling menolong merupakan aktualisasi terhadap penegakan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan tanpa pamrih berbagai elemen masyarakat menyumbangkan sebagian hartanya untuk meringankan beban saudaranya yang tertimpa musibah. Bukan hanya logistik, bantuan juga diberikan dalam bentuk pengobatan, pendidikan anak-anak, dan pendampingan psikologis terhadap korban bencana (traumatic healing). Secara bergiliran, sejumlah komunitas keagamaan, kampus, dan rumah sakit juga mengirimkan relawan untuk membantu korban.

 

Rangkaian bencana kemanusiaan dan bencana alam yang terjadi acap kali juga menjadi media bagi kelompok elite dan aktivis partai politik untuk menyapa sekaligus meraih simpati rakyat. Mereka langsung turun gunung untuk menunjukkan empatinya. Bahkan, kita menyaksikan sebagian aktivis partai politik hilir mudik membawa bendera dan aksesori partai sekadar untuk menunjukkan komitmennya pada korban bencana. Sebagian elite yang akan running dalam Pemilu 2024 juga tidak mau kalah. Jika tidak bisa hadir secara langsung di lokasi bencana, mereka mengirim bantuan melalui tim suksesnya. Tidak lupa, mereka juga memasang baliho ucapan duka dan empati di tempat-tempat strategis lokasi bencana.

Baca Juga :  Awal yang Bagus, Garuda Muda!

 

Karena bencana selalu mengakibatkan terjadinya musibah kemanusiaan, dibutuhkan tindakan yang konkret untuk membantu korban. Untuk sementara waktu, biarkan elite politik menjadikan bencana alam dan bencana kemanusiaan sebagai alat mengkritisi kebijakan pemerintah. Yang penting dirawat adalah komitmen sesama anak bangsa untuk membantu tanpa pamrih. Bantuan berdimensi kemanusiaan penting diberikan tanpa mempertimbangkan latar belakang etnis, agama, dan paham keagamaan.

 

Komitmen tersebut sejalan dengan ajaran fundamental dalam Alquran tentang pentingnya menegakkan nilai-nilai kemanusiaan (QS Al-Maidah: 32). Dalam ayat ini ditegaskan, barang siapa membunuh seseorang bukan karena orang itu telah membunuh orang lain atau melakukan kerusakan di muka bumi, dia seperti membunuh seluruh umat manusia. Sebaliknya dikatakan, barang siapa membantu seseorang hingga dia bertahan hidup dan bangkit dari keterpurukan, orang itu bagaikan telah menolong seluruh umat manusia.

 

Kalam Ilahi tersebut sangat penting menjadi spirit untuk menumbuhkan nilai-nilai kedermawanan, kesukarelaan, dan kewelasasihan di negara rawan bencana seperti negeri tercinta. Kita harus meyakini bahwa semua itu merupakan aktualisasi dari ajaran agama yang menekankan pentingnya berbagi (religious gift). Terlebih jika spirit berbagi tersebut didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan universal.

 

Jika spirit kedermawanan, kesukarelaan, dan kewelasasihan itu terus dirawat dengan baik, capaian Indonesia sebagai negara paling dermawan di dunia pasti dapat dipertahankan pada masa mendatang. Dengan semangat berbagi di antara warga bangsa, negeri ini akan terus tumbuh serta makin tangguh menghadapi bencana alam dan bencana kemanusiaan. (*)

 

*Guru Besar UIN Sunan Ampel, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur

SEBAGAI bangsa kita selayaknya berbangga atas penobatan Indonesia sebagai negara paling dermawan di dunia. Capaian itu dapat kita baca dalam laporan lembaga Charity Aid Foundation (CAF) yang diumumkan pada 21 Oktober 2022. CAF merupakan lembaga internasional yang secara berkala melakukan survei bertajuk World Giving Index (CGI) atau indeks kedermawanan negara-negara di dunia. Dengan prestasi ini berarti Indonesia mampu mempertahankan capaian yang telah diraih pada 2018 dan 2021. Hebatnya, prestasi ini diraih di tengah negeri tercinta sedang menghadapi serangkaian bencana alam yang datang secara bertubi-tubi.

 

Capaian sebagai negara paling dermawan merupakan wujud pengakuan dunia terhadap budaya berbagi antar sesama anak bangsa. Yang membanggakan, budaya berbagi ini selalu hadir di negeri yang termasuk dalam kategori rawan bencana. Semangat kedermawanan juga tampak luar biasa tatkala negeri ini menghadapi pandemi. Jika bukan karena semangat kesukarelaan dan kewelasasihan antar sesama anak bangsa, negeri ini pasti akan menghadapi beban sangat berat selama pandemi. Apalagi, banyak pihak menyebut negeri ini termasuk dalam kategori negara rapuh (fragile state).

 

Kedermawanan di antara warga bangsa itu menunjukkan bahwa nilai-nilai filantropisme, bahkan altruisme, di antara warga bangsa telah tumbuh subur. Hal itu berarti musim pandemi yang berlangsung selama tiga tahun justru menjadi penyemangat sesama anak bangsa untuk tolong-menolong (al-ta’awun). Implementasi nilai-nilai keagamaan yang mengajarkan teologi tolong-menolong (the theology of al-ma’unism) benar-benar mewujud dalam perilaku keseharian umat. Kondisi ini menjadi semacam berkah tersembunyi (blessing in disguise) di tengah kondisi negeri yang rawan bencana.

 

Dalam survei WGI 2022 itu indeks kedermawanan Indonesia dinyatakan lebih baik daripada negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Irlandia, Belanda, Australia, dan Selandia Baru. Ada tiga indikator yang digunakan CAF dalam menentukan indeks kedermawanan negara-negara di dunia. Tiga indikator itu adalah (1) membantu orang asing atau seseorang yang tidak dikenal dan membutuhkan bantuan; (2) menyumbangkan uang untuk amal; dan (3) kesukarelaan meluangkan waktu untuk organisasi sosial.

Baca Juga :  Kabar Buruk dari Timnas Indonesia, Nadeo Diragukan Bisa Main Lawan Vietnam

 

Skor paling tinggi yang diraih Indonesia adalah menyumbang uang dan secara sukarela meluangkan waktu untuk mengikuti kegiatan organisasi sosial. Sementara untuk indikator membantu orang tidak dikenal, Indonesia masih kalah dari negara lain. Prestasi Indonesia sebagai negara paling dermawan dalam tiga edisi survei CAF rasanya tidak dapat dilepaskan dari keberadaan ormas keagamaan serta lembaga-lembaga sosial pengelola zakat, infak, dan sedekah (ZIS). Lembaga-lembaga sosial yang selalu mengedepankan pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan tersebut sukses mengelola dana ZIS secara profesional dan akuntabel.

 

Pada konteks itulah kita selayaknya berterima kasih kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), dan lainnya. Posisi ormas sangat penting karena memiliki lembaga yang efektif untuk memobilisasi sumber daya umat dalam bentuk ZIS. Kekuatan ormas juga didukung jaringan yang mapan mulai level pusat hingga pelosok. Jutaan anggota yang berhimpun di bawah naungan ormas-ormas keagamaan juga berperan besar dalam menyemai nilai-nilai kedermawanan dan kesukarelaan.

 

Komitmen sesama anak bangsa untuk saling menolong merupakan aktualisasi terhadap penegakan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan tanpa pamrih berbagai elemen masyarakat menyumbangkan sebagian hartanya untuk meringankan beban saudaranya yang tertimpa musibah. Bukan hanya logistik, bantuan juga diberikan dalam bentuk pengobatan, pendidikan anak-anak, dan pendampingan psikologis terhadap korban bencana (traumatic healing). Secara bergiliran, sejumlah komunitas keagamaan, kampus, dan rumah sakit juga mengirimkan relawan untuk membantu korban.

 

Rangkaian bencana kemanusiaan dan bencana alam yang terjadi acap kali juga menjadi media bagi kelompok elite dan aktivis partai politik untuk menyapa sekaligus meraih simpati rakyat. Mereka langsung turun gunung untuk menunjukkan empatinya. Bahkan, kita menyaksikan sebagian aktivis partai politik hilir mudik membawa bendera dan aksesori partai sekadar untuk menunjukkan komitmennya pada korban bencana. Sebagian elite yang akan running dalam Pemilu 2024 juga tidak mau kalah. Jika tidak bisa hadir secara langsung di lokasi bencana, mereka mengirim bantuan melalui tim suksesnya. Tidak lupa, mereka juga memasang baliho ucapan duka dan empati di tempat-tempat strategis lokasi bencana.

Baca Juga :  Awal yang Bagus, Garuda Muda!

 

Karena bencana selalu mengakibatkan terjadinya musibah kemanusiaan, dibutuhkan tindakan yang konkret untuk membantu korban. Untuk sementara waktu, biarkan elite politik menjadikan bencana alam dan bencana kemanusiaan sebagai alat mengkritisi kebijakan pemerintah. Yang penting dirawat adalah komitmen sesama anak bangsa untuk membantu tanpa pamrih. Bantuan berdimensi kemanusiaan penting diberikan tanpa mempertimbangkan latar belakang etnis, agama, dan paham keagamaan.

 

Komitmen tersebut sejalan dengan ajaran fundamental dalam Alquran tentang pentingnya menegakkan nilai-nilai kemanusiaan (QS Al-Maidah: 32). Dalam ayat ini ditegaskan, barang siapa membunuh seseorang bukan karena orang itu telah membunuh orang lain atau melakukan kerusakan di muka bumi, dia seperti membunuh seluruh umat manusia. Sebaliknya dikatakan, barang siapa membantu seseorang hingga dia bertahan hidup dan bangkit dari keterpurukan, orang itu bagaikan telah menolong seluruh umat manusia.

 

Kalam Ilahi tersebut sangat penting menjadi spirit untuk menumbuhkan nilai-nilai kedermawanan, kesukarelaan, dan kewelasasihan di negara rawan bencana seperti negeri tercinta. Kita harus meyakini bahwa semua itu merupakan aktualisasi dari ajaran agama yang menekankan pentingnya berbagi (religious gift). Terlebih jika spirit berbagi tersebut didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan universal.

 

Jika spirit kedermawanan, kesukarelaan, dan kewelasasihan itu terus dirawat dengan baik, capaian Indonesia sebagai negara paling dermawan di dunia pasti dapat dipertahankan pada masa mendatang. Dengan semangat berbagi di antara warga bangsa, negeri ini akan terus tumbuh serta makin tangguh menghadapi bencana alam dan bencana kemanusiaan. (*)

 

*Guru Besar UIN Sunan Ampel, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur

Artikel Terkait

Bukan Bakso Mas Bejo

Adab Anak Punk

Kota Cantik Tak Baik-Baik Saja

Parade Umbar Janji

Terpopuler

Artikel Terbaru

/