Jumat, November 22, 2024
31.2 C
Palangkaraya

BPN: Dokumen Verklaring Sudah Tak Berlaku

PALANGKA RAYA-Menanggapi validitas surat verklaring yang digunakan para oknum mafia tanah, apakah masih dapat mengikat kepemilikan atau tidak, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palangka Raya Y Budhy Sutrisno angkat bicara. Verklaring, sesuai dengan namanya, berasal dari bahasa Belanda. Semenjak Undang-Undang (UU) Pokok Agraria Tahun 1960, nama bukti kepemilikan tanah yang berdasarkan hak dari orang barat itu sudah ditiadakan.

“Istilahnya sudah diunifikasi, yaitu disatukan dalam hukum tanah Indonesia. Jadi disesuaikan. Misalnya, eigendom menjadi hak milik, obstal jadi hak apa, erpah jadi hak apa. Tapi khusus untuk verklaring, sebetulnya bukan kategori hak atas tanah, kasarnya kalau sekarang mungkin setara SPPT,” beber Budhy kepada wartawan, Jumat (3/2/2023).

Meski surat verklaring tidak berlaku lagi, tapi masih banyak pihak yang mengklaim sepihak tanah yang dimiliki orang lain dengan alasan memiliki surat verklaring. Melihat hal itu, Budhy menyebut pemikiran seperti itu bisa muncul karena anggapan bahwa surat tanah paling lamalah yang paling valid. Padahal berdasarkan UU Pokok Agraria Tahun 1960, surat-menyurat seperti itu sudah tidak berlaku lagi.

Baca Juga :  Perangi Mafia Tanah, Bisnis Properti Bisa Bergairah

“Bisa jadi ada orang-orang yang juga punya karakter tidak baik untuk mengambil hak orang lain demi keuntungan pribadi,” tuturnya.

Mengenai anggapan masyarakat bahwa tanah yang telah memiliki legalitas atau SHM tapi tidak diurus dan tidak dibayar pajak akan dikembalikan ke negara. Budhy menegaskan bahwa hal itu tidaklah benar. Namun ia mengimbau warga yang sudah mengantongi SHM agar senantiasa merawat dan mengelola tanah miliknya.

“Karena dengan adanya perawatan bisa mencegah upay oknum yang berniat jahat untuk mengklaim, ini karena yang bersangkutan sudah memelihara tanahnya dengan baik, seperti memasang patok dan lain-lain,” jelasnya.

Terkait pemeriksaan BPN Kota tentang adanya sembilan verklaring di Jalan Badak dan Jalan Hiu Putih berdasarkan pernyataan dari Ketua Kalteng Watch Anti Mafia Tanah Men Gumpul, Budhy menyebut bahwa hal itu sudah dalam pantauan pihaknya.

Baca Juga :  Konflik Tanah di Kalteng Disorot Pemerintah Pusat

“Tapi hasil pantauan itu masih dalam konsumsi tim satgas mafia tanah, belum bisa kami ekspos,” ucapnya.

Lebih lanjut dikatakan Budhy, dalam melancarkan aksi, para oknum mafia tanah kerap tampil meyakinkan. Dalam beberapa kasus, mereka berani menantang pemilik tanah berduel di meja hijau untuk meyakinkan bahwa dirinyalah pemilik yang sah.

Dalam upaya penyelesaian masalah seperti itu, pihak BPN kerap berperan sebagai saksi di pengadilan. Budhy menyebut tidak banyak yang bertarung di pengadilan dari pihak yang mengklaim tanah dengan bermodal surat verklaring. Apalagi terhadap warga yang sudah mengantongi SHM. Namun korban yang dirugikan oleh mafia tanah bermodal surat verklaring tidak sedikit. Bahkan jumlahnya mencapai ribuan orang.

“Kalau yang bertarung di pengadilan enggak banyak, paling hanya lima sampai enam orang, tapi kalau yang dirugikan banyak, jumlahnya ada ribuan,” tandasnya. (dan/ce/ala)

PALANGKA RAYA-Menanggapi validitas surat verklaring yang digunakan para oknum mafia tanah, apakah masih dapat mengikat kepemilikan atau tidak, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palangka Raya Y Budhy Sutrisno angkat bicara. Verklaring, sesuai dengan namanya, berasal dari bahasa Belanda. Semenjak Undang-Undang (UU) Pokok Agraria Tahun 1960, nama bukti kepemilikan tanah yang berdasarkan hak dari orang barat itu sudah ditiadakan.

“Istilahnya sudah diunifikasi, yaitu disatukan dalam hukum tanah Indonesia. Jadi disesuaikan. Misalnya, eigendom menjadi hak milik, obstal jadi hak apa, erpah jadi hak apa. Tapi khusus untuk verklaring, sebetulnya bukan kategori hak atas tanah, kasarnya kalau sekarang mungkin setara SPPT,” beber Budhy kepada wartawan, Jumat (3/2/2023).

Meski surat verklaring tidak berlaku lagi, tapi masih banyak pihak yang mengklaim sepihak tanah yang dimiliki orang lain dengan alasan memiliki surat verklaring. Melihat hal itu, Budhy menyebut pemikiran seperti itu bisa muncul karena anggapan bahwa surat tanah paling lamalah yang paling valid. Padahal berdasarkan UU Pokok Agraria Tahun 1960, surat-menyurat seperti itu sudah tidak berlaku lagi.

Baca Juga :  Perangi Mafia Tanah, Bisnis Properti Bisa Bergairah

“Bisa jadi ada orang-orang yang juga punya karakter tidak baik untuk mengambil hak orang lain demi keuntungan pribadi,” tuturnya.

Mengenai anggapan masyarakat bahwa tanah yang telah memiliki legalitas atau SHM tapi tidak diurus dan tidak dibayar pajak akan dikembalikan ke negara. Budhy menegaskan bahwa hal itu tidaklah benar. Namun ia mengimbau warga yang sudah mengantongi SHM agar senantiasa merawat dan mengelola tanah miliknya.

“Karena dengan adanya perawatan bisa mencegah upay oknum yang berniat jahat untuk mengklaim, ini karena yang bersangkutan sudah memelihara tanahnya dengan baik, seperti memasang patok dan lain-lain,” jelasnya.

Terkait pemeriksaan BPN Kota tentang adanya sembilan verklaring di Jalan Badak dan Jalan Hiu Putih berdasarkan pernyataan dari Ketua Kalteng Watch Anti Mafia Tanah Men Gumpul, Budhy menyebut bahwa hal itu sudah dalam pantauan pihaknya.

Baca Juga :  Konflik Tanah di Kalteng Disorot Pemerintah Pusat

“Tapi hasil pantauan itu masih dalam konsumsi tim satgas mafia tanah, belum bisa kami ekspos,” ucapnya.

Lebih lanjut dikatakan Budhy, dalam melancarkan aksi, para oknum mafia tanah kerap tampil meyakinkan. Dalam beberapa kasus, mereka berani menantang pemilik tanah berduel di meja hijau untuk meyakinkan bahwa dirinyalah pemilik yang sah.

Dalam upaya penyelesaian masalah seperti itu, pihak BPN kerap berperan sebagai saksi di pengadilan. Budhy menyebut tidak banyak yang bertarung di pengadilan dari pihak yang mengklaim tanah dengan bermodal surat verklaring. Apalagi terhadap warga yang sudah mengantongi SHM. Namun korban yang dirugikan oleh mafia tanah bermodal surat verklaring tidak sedikit. Bahkan jumlahnya mencapai ribuan orang.

“Kalau yang bertarung di pengadilan enggak banyak, paling hanya lima sampai enam orang, tapi kalau yang dirugikan banyak, jumlahnya ada ribuan,” tandasnya. (dan/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/