Jumat, November 22, 2024
24.6 C
Palangkaraya

Menapaktilasi Jejak Perjuangan Tokoh Islam di Tanah Barito (7)

R Aji Sulaiman Wafat Tahun 1871, Monttalat Bisa Jadi Destinasi Wisata Religi

R Aji Sulaiman meninggal dunia sekitar tahun 1871. Namun jenazahnya tidak dimakamkan di pemakaman keluarga, melainkan di suatu lokasi di bawah pohon. Tidak dipasang nisan kayu atau batu. Juga tanpa tulisan hijrat. Hanya ada dua botol yang ditanam di atas makamnya sebagai penanda.

ROBY CAHYADI, Muara Teweh

SEIRING bergantinya waktu, R Aji Sulaiman yang merupakan imam Majid Nurul Yaqin itu makin tua dan sakit-sakitan. Tugas itu diambil alih oleh Rangga Niti yang aktif dalam kegiatan agama. Meski demikian, tidak membuat semangat para jemaah menurun. Mereka bersama-sama makin semangat memakmurkan masjid, supaya terlihat cahaya Islam di Kampung Montallat dan sekitarnya.

Setelah selesai salat Isya berjemaah di masjid, biasanya ada beberapa orang yang masih bertahan di masjid melaksanakan kegiatan seperti biasanya, seperti tadarus Al-Qur’an.

Raden Aji Sulaiman, Rangga Niti, dan Markasim memisahkan diri dari kelompok jemaah yang sedang tadarus Al-qur’an itu.

Mereka mengambil tempat di mihrab sambil membicarakan sesuatu tanpa terdengar oleh jemaah. Menjelang tengah malam, R Aji Sulaiman mohon diri pamit pulang ke rumah, karena merasa kondisi badannya kurang sehat. Kemudian, para tokoh dan jemaah yang sudah selesai tadarusan Al-Qur’an satu per satu pulang ke rumah masing-masing.

Waktu salat Subuh pun tiba. Muazin telah mengumandangkan azan. Para jemaah berdatangan. Namun imam masjid tak kunjung datang. Para jemaah masih menunggu. Tiba-tiba datanglah Muhammad Tarai, Markasim, Darpa, dan Rangga Niti mengatakan bahwa imam masjid berhalangan dan tidak bisa mendatangi masjid. Imam salat Subuh pun diambil alih oleh Rangga Niti.

Baca Juga :  Sound No Sip

Usai salat, para tokoh dan jemaah masjid pergi ke rumah R Aji Sulaiman untuk membesuk. Namun betapa terkejutnya mereka saat tiba di depan rumah. Sudah ada banyak orang berkumpul dalam rumah. Sayup-sayup terdengar suara orang membaca Al-Qur’an dan surah yasin. Terlihat anak, cucu, serta cicit R Aji sulaiman menagis berlinang air mata.

Saat itu barulah mereka menyadari bahwa R Aji Sulaiman, sang maha guru spiritual, imam Masjid Nurul Yaqin yang menjadi panutan telah tiada, telah berpulang ke rahmattullah, meninggalkan dunia yang fana dan pergi ke hadirat Ilahi.

Seluruh penduduk Kampung Montallat merasa sangat sedih karena kehilangan sosok pemimpin agama yang mereka sayangi. Sang guru imam besar Masjid Jami Nurul Yaqin itu telah berpulang ke rahmattullah. Hari itu, di bawah guyuran hujan gerimis, sanak keluarga beserta penduduk kampung mengantar jenazah R Aji Sulaiman ke lokasi pemakaman sesuai amanah almarhum saat masih hidup.

R Aji Sulaiman dimakamkan di luar pemakaman keluarga, di suatu lokasi di bawah pohon rambung, sejenis pohon beringin berdaun lebar. Makamnya tidak diberi tanda nisan kayu atau batu. Juga tanpa tulisan hijrat. Ia meninggal sekitar tahun 1871. Di makamnya hanya ditanami dua botol pocong sebagai penanda.

Baca Juga :  Panglima Batur Ditangkap saat Berunding dengan Belanda

“Dengan berpulangnya R Aji Sulaiman, imam Masjid Jami Nurul Yaqin digantikan oleh Rangga Niti dan penghulu Busaman,” terang Mardiansyah, keturunan keempat dari R Aji Sulaiman yang bermunkim di Kelurahan Montallat II, Kabupaten Barito Utara, pekan lalu.

Terpisah, Asisten I Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Barito Utara, Gazali Montallatua membenarkan penuturan Mardiansyah. Menurut tokoh Montallat ini, makam para tokoh pejuang syiar Islam itu sudah diketahui sejak ia masih duduk di bangku sekolah dasar, sekitar tahun 1975.

“Kami berharap lokasi makam di Kelurahan Montallat itu bisa dirawat dengan baik karena bisa dijadikan destinasi wisata religi,” ucapnya, Rabu (29/3). Diungkapkan mantan Camat Montallat ini, masih ada lagi sejarah yang perlu diungkap, yakni terkait kapal yang kandas di gunung belakang SMPN 2 Montallat. Kisah tentang kapal itu berkaitan erat dengan Raden Pajang atau Raden Pagang.

“Karena kurang publikasi, kisah itu tidak terangkat, sehingga banyak yang tidak tahu. Semoga melalui media Kalteng Pos, khalayak dan kaum milenial bisa mengetahui kisah-kisah sejarah yang hampir dilupakan,” ucapnya. (bersambung/ce/ala)

R Aji Sulaiman meninggal dunia sekitar tahun 1871. Namun jenazahnya tidak dimakamkan di pemakaman keluarga, melainkan di suatu lokasi di bawah pohon. Tidak dipasang nisan kayu atau batu. Juga tanpa tulisan hijrat. Hanya ada dua botol yang ditanam di atas makamnya sebagai penanda.

ROBY CAHYADI, Muara Teweh

SEIRING bergantinya waktu, R Aji Sulaiman yang merupakan imam Majid Nurul Yaqin itu makin tua dan sakit-sakitan. Tugas itu diambil alih oleh Rangga Niti yang aktif dalam kegiatan agama. Meski demikian, tidak membuat semangat para jemaah menurun. Mereka bersama-sama makin semangat memakmurkan masjid, supaya terlihat cahaya Islam di Kampung Montallat dan sekitarnya.

Setelah selesai salat Isya berjemaah di masjid, biasanya ada beberapa orang yang masih bertahan di masjid melaksanakan kegiatan seperti biasanya, seperti tadarus Al-Qur’an.

Raden Aji Sulaiman, Rangga Niti, dan Markasim memisahkan diri dari kelompok jemaah yang sedang tadarus Al-qur’an itu.

Mereka mengambil tempat di mihrab sambil membicarakan sesuatu tanpa terdengar oleh jemaah. Menjelang tengah malam, R Aji Sulaiman mohon diri pamit pulang ke rumah, karena merasa kondisi badannya kurang sehat. Kemudian, para tokoh dan jemaah yang sudah selesai tadarusan Al-Qur’an satu per satu pulang ke rumah masing-masing.

Waktu salat Subuh pun tiba. Muazin telah mengumandangkan azan. Para jemaah berdatangan. Namun imam masjid tak kunjung datang. Para jemaah masih menunggu. Tiba-tiba datanglah Muhammad Tarai, Markasim, Darpa, dan Rangga Niti mengatakan bahwa imam masjid berhalangan dan tidak bisa mendatangi masjid. Imam salat Subuh pun diambil alih oleh Rangga Niti.

Baca Juga :  Sound No Sip

Usai salat, para tokoh dan jemaah masjid pergi ke rumah R Aji Sulaiman untuk membesuk. Namun betapa terkejutnya mereka saat tiba di depan rumah. Sudah ada banyak orang berkumpul dalam rumah. Sayup-sayup terdengar suara orang membaca Al-Qur’an dan surah yasin. Terlihat anak, cucu, serta cicit R Aji sulaiman menagis berlinang air mata.

Saat itu barulah mereka menyadari bahwa R Aji Sulaiman, sang maha guru spiritual, imam Masjid Nurul Yaqin yang menjadi panutan telah tiada, telah berpulang ke rahmattullah, meninggalkan dunia yang fana dan pergi ke hadirat Ilahi.

Seluruh penduduk Kampung Montallat merasa sangat sedih karena kehilangan sosok pemimpin agama yang mereka sayangi. Sang guru imam besar Masjid Jami Nurul Yaqin itu telah berpulang ke rahmattullah. Hari itu, di bawah guyuran hujan gerimis, sanak keluarga beserta penduduk kampung mengantar jenazah R Aji Sulaiman ke lokasi pemakaman sesuai amanah almarhum saat masih hidup.

R Aji Sulaiman dimakamkan di luar pemakaman keluarga, di suatu lokasi di bawah pohon rambung, sejenis pohon beringin berdaun lebar. Makamnya tidak diberi tanda nisan kayu atau batu. Juga tanpa tulisan hijrat. Ia meninggal sekitar tahun 1871. Di makamnya hanya ditanami dua botol pocong sebagai penanda.

Baca Juga :  Panglima Batur Ditangkap saat Berunding dengan Belanda

“Dengan berpulangnya R Aji Sulaiman, imam Masjid Jami Nurul Yaqin digantikan oleh Rangga Niti dan penghulu Busaman,” terang Mardiansyah, keturunan keempat dari R Aji Sulaiman yang bermunkim di Kelurahan Montallat II, Kabupaten Barito Utara, pekan lalu.

Terpisah, Asisten I Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Barito Utara, Gazali Montallatua membenarkan penuturan Mardiansyah. Menurut tokoh Montallat ini, makam para tokoh pejuang syiar Islam itu sudah diketahui sejak ia masih duduk di bangku sekolah dasar, sekitar tahun 1975.

“Kami berharap lokasi makam di Kelurahan Montallat itu bisa dirawat dengan baik karena bisa dijadikan destinasi wisata religi,” ucapnya, Rabu (29/3). Diungkapkan mantan Camat Montallat ini, masih ada lagi sejarah yang perlu diungkap, yakni terkait kapal yang kandas di gunung belakang SMPN 2 Montallat. Kisah tentang kapal itu berkaitan erat dengan Raden Pajang atau Raden Pagang.

“Karena kurang publikasi, kisah itu tidak terangkat, sehingga banyak yang tidak tahu. Semoga melalui media Kalteng Pos, khalayak dan kaum milenial bisa mengetahui kisah-kisah sejarah yang hampir dilupakan,” ucapnya. (bersambung/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/