Jumat, November 22, 2024
25.1 C
Palangkaraya

Menapaktilasi Jejak Perjuangan Tokoh Islam di Tanah Barito (20)

Panglima Batur Lanjutkan Perlawanan terhadap Belanda

Sekitar empat tahun lamanya, terhitung sejak 1902 hingga 1906, Panglima Batur mencatatkan sejarah perjuangan melawan penjajah Belanda. Ia meneruskan perjuangan Pangeran Antasari, Temanggung Surapati, dan Sultan Muhammad Seman.

ROBY CAHYADI, Muara Teweh

DALAM Perang Banjar dan Barito, dikenal tiga serangkai perjuangan. Perang yang dipimpin Pangeran Antasari dan Temanggung Surapati (1859-1863), perang di bawah pimpinan Sultan Muhammad Seman dan Panglima Batur (1865-1905), serta perang yang dikomandoi Pembakal Kendet, Datu Mat Ali, serta Pembakal Wangkang.

Pangeran Antasari telah diangkat menjadi pahlawan nasional. Temanggung Surapati berhasil memimpin perang dalam peristiwa tenggelamnya Kapal Onrust di Lalutung Tuor, Sungai Barito, 26 Desember 1859.

Pangeran Antasari meninggal di Benteng Bayan Begok, Desa Sampirang, Kecamatan Teweh Timur, Kabupaten Barito Utara (Batara) pada 11 Oktober 1862. Setelah itu Muhammad Seman (putra Pangeran Antasari) diangkat menjadi sultan oleh Temanggung Surapati, Raden Mas Nata Negara, dan Mangkusari.

Baca Juga :  Pulang ke Santallar, R Aji Sulaiman Minta Jemaah Waspadai Pergerakan Belanda

Muara Teweh kala itu dijadikan sebagai ibu kota Kerajaan Banjar. Pengangkatan sultan diperkuat saat pertemuan Tumbang Kaloh. Hanya saja tidak diakui Belanda, karena Belanda menganggap Kerajaan Banjar tidak ada lagi semenjak maklumat Nieuwenhuijzen pada Juni 1860.

Menurut penuturan mantan Bupati Barito Utara H Achmad Yuliansyah, Panglima Batur dihukum gantung pada Juni 1906 di penjara Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Dia dituduh membuat makar melawan pemerintah Belanda, dan dicap sebagai pemberontak berbahaya.

“Semenjak ditinggal Sultan Muhammad Seman yang gugur di Kalang Barah, 25 Januari 1905, Panglima Batur menyusun organisasi perlawanan di Barito Tengah,” ungkapnya, Kamis (13/4).

Panglima Batur berhasil membunuh dan melukai banyak tentara Belanda. Medan pertempurannya di Buntok Kacil, Montallat, Pendreh, Karau, Lanjas, dan Sungai Lahei. Di Kabupaten Batara ada banyak bekas lokasi pertempuran para pejuang melawan serdadu Belanda, termasuk perang Tongka Montallat, dan sepanjang Sungai Teweh, tempat terakhir perjuangan Pangeran Antasari.

Baca Juga :  Pertahankan Agama dan Tanah Kelahiran dari Jajahan Belanda

Panglima Batur ditangkap di Muara Teweh pada 15 Mei 1905, dimasukkan ke penjara Muara Teweh, lalu dibawa ke Banjarmasin. Sampai akhirnya Mahkamah Agung Batavia memutuskan hukuman mati terhadap Panglima Batur di tiang gantungan. Gugurnya Panglima Batur disaksikan langsung sang istri, Samayap binti Kimat dan kakak iparnya yang bernama Tuwes. (bersambung/ce/ala)

Sekitar empat tahun lamanya, terhitung sejak 1902 hingga 1906, Panglima Batur mencatatkan sejarah perjuangan melawan penjajah Belanda. Ia meneruskan perjuangan Pangeran Antasari, Temanggung Surapati, dan Sultan Muhammad Seman.

ROBY CAHYADI, Muara Teweh

DALAM Perang Banjar dan Barito, dikenal tiga serangkai perjuangan. Perang yang dipimpin Pangeran Antasari dan Temanggung Surapati (1859-1863), perang di bawah pimpinan Sultan Muhammad Seman dan Panglima Batur (1865-1905), serta perang yang dikomandoi Pembakal Kendet, Datu Mat Ali, serta Pembakal Wangkang.

Pangeran Antasari telah diangkat menjadi pahlawan nasional. Temanggung Surapati berhasil memimpin perang dalam peristiwa tenggelamnya Kapal Onrust di Lalutung Tuor, Sungai Barito, 26 Desember 1859.

Pangeran Antasari meninggal di Benteng Bayan Begok, Desa Sampirang, Kecamatan Teweh Timur, Kabupaten Barito Utara (Batara) pada 11 Oktober 1862. Setelah itu Muhammad Seman (putra Pangeran Antasari) diangkat menjadi sultan oleh Temanggung Surapati, Raden Mas Nata Negara, dan Mangkusari.

Baca Juga :  Pulang ke Santallar, R Aji Sulaiman Minta Jemaah Waspadai Pergerakan Belanda

Muara Teweh kala itu dijadikan sebagai ibu kota Kerajaan Banjar. Pengangkatan sultan diperkuat saat pertemuan Tumbang Kaloh. Hanya saja tidak diakui Belanda, karena Belanda menganggap Kerajaan Banjar tidak ada lagi semenjak maklumat Nieuwenhuijzen pada Juni 1860.

Menurut penuturan mantan Bupati Barito Utara H Achmad Yuliansyah, Panglima Batur dihukum gantung pada Juni 1906 di penjara Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Dia dituduh membuat makar melawan pemerintah Belanda, dan dicap sebagai pemberontak berbahaya.

“Semenjak ditinggal Sultan Muhammad Seman yang gugur di Kalang Barah, 25 Januari 1905, Panglima Batur menyusun organisasi perlawanan di Barito Tengah,” ungkapnya, Kamis (13/4).

Panglima Batur berhasil membunuh dan melukai banyak tentara Belanda. Medan pertempurannya di Buntok Kacil, Montallat, Pendreh, Karau, Lanjas, dan Sungai Lahei. Di Kabupaten Batara ada banyak bekas lokasi pertempuran para pejuang melawan serdadu Belanda, termasuk perang Tongka Montallat, dan sepanjang Sungai Teweh, tempat terakhir perjuangan Pangeran Antasari.

Baca Juga :  Pertahankan Agama dan Tanah Kelahiran dari Jajahan Belanda

Panglima Batur ditangkap di Muara Teweh pada 15 Mei 1905, dimasukkan ke penjara Muara Teweh, lalu dibawa ke Banjarmasin. Sampai akhirnya Mahkamah Agung Batavia memutuskan hukuman mati terhadap Panglima Batur di tiang gantungan. Gugurnya Panglima Batur disaksikan langsung sang istri, Samayap binti Kimat dan kakak iparnya yang bernama Tuwes. (bersambung/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/