Jumat, November 22, 2024
25.1 C
Palangkaraya

Rapat Koordinasi untuk Upaya Pengawasan Pendistribusian Elpiji Subsidi

Benang Kusut Elpiji Subsidi, Penyaluran Tak Tepat Sasaran, Harga di Atas HET

PALANGKA RAYA-Tingginya harga elpiji subsidi atau elpiji tiga kilogram seakan menjadi persoalan yang tidak berkesudahan. Pemerintah dan korporasi sudah melakukan berbagai upaya guna mencegah tingginya harga jual elpiji subsidi tersebut. Kenyataan saat ini, masih ditemukan penjualan elpiji subsidi di tingkat pengecer. Harganya pun jauh lebih mahal dari harga eceran tertinggi (HET) di tingkat pangkalan.

Benang kusut permasalahan elpiji subsidi tiga kilogram tak kunjung terurai. Langkah diambil oleh Polda Kalteng melalui Direktorat Intelkam dengan menggelar rapat koordinasi untuk upaya pengawasan terhadap pendistribusian elpiji subsidi agar lancar dan tepat sasaran, Jumat (14/4).

Dalam pembukaan kegiatan tersebut, Dirintelkam Polda Kalteng melalui Kasubdit Ekonomi Ditintelkam AKBP Henry Widiantono mengatakan, tujuan rakor kali ini untuk menyamakan persepsi terkait hambatan dalam pendistribusian elpiji tiga kilogram. Seharusnya disalurkan secara langsung dari pangkalan kepada masyarakat dengan harga sesuai aturan, sehingga tidak ada lagi yang menjual dengan harga di atas HET.

Selain itu, dalam rakor ini juga disampaikan terkait kendala dalam upaya pengawasan dan penertiban pendistribusian elpiji subsidi oleh instansi pemerintah. “Kami berharap dapat diperoleh kesepakatan ataupun solusi bersama terkait penyaluran elpiji ke masyarakat. Kami ingin penyaluran tepat sasaran dan tidak ada lagi penyelewengan,” ungkapnya mengawali diskusi sore itu di Aula Arya Dharma Mapolda Kalteng.

Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) Kalteng Aster Bonawaty melalui Kepala Bidang Perlindungan Konsumen Nurhilaliah Rahmi juga menyampaikan pandangan. Pengawasan pendistribusian elpiji subsidi ini, sebutnya, dimaksudkan untuk memantau ketersediaan di pangkalan dan menjaga kestabilan harga sesuai HET yang telah ditetapkan pemerintah. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) RI Nomor 69 Tahun 2018 tentang Pengawasan Barang Beredar dan atau Jasa.

Rahmi pun menjelaskan upaya pengawasan distribusi elpiji tiga kilogram yang dilakukan sepanjang tahun 2022 lalu. Dikatakannya, pengawasan dilakukan berkolaborasi dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalteng dan Polda Kalteng.

Pengawasan dilakukan pada 6 agen dan 33 pangkalan yang tersebar di wilayah Kalteng, yakni di wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Barito Timur, Barito Utara, Murung Raya, Gunung Mas, dan Palangka Raya. Pengawasan dilakukan secara kasat mata terhadap dokumen perizinan pangkalan, logbook, ketersediaan stok, kelengkapan tabung gas (segel, karet seal), serta harga jual.

Selama pengawasan itu, pihaknya menemukan sejumlah fakta yang menyebabkan belum optimalnya penyaluran atau distribusi elpiji subsidi. Diketahui sebaran pangkalan belum merata dan hanya terpusat di kota. Selain itu, masih ada kecamatan yang belum dikonversi dari minyak tanah ke gas elpiji tiga kilogram, sehingga terjadi kebocoran distribusi ke daerah yang belum terkonversi.

“Masih terjadi pendistribusian yang tidak tepat sasaran yang dilakukan pangkalan. Tanda tangan masyarakat di logbook dicurigai palsu, karena paraf atau tanda tangannya sama. Ada juga pangkalan yang habis masa berlaku perizinannya tapi masih beroperasi,” ungkapnya.

Baca Juga :  Tingkatkan Peran UMKM dalam Perekonomian
Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Kalteng yang didalamnya ada ada organisasi perangkat daerah Pemprov Kalteng terkait dan PT Pertamina menyalurkan elpiji subsidi kepada warga di sekitar Kompleks Mendawai, Palangka Raya, Jumat (11/11). Setiap pembeli wajib menunjukkan kartu keluarga, dan bagi yang berprofesi sebagai PNS atau abdi negara, tidak diperbolehkan menukarkan tabung elpiji subsidi yang dipatok dengan harga Rp22 ribu. (AGUS PRAMONO/KALTENG POS)

Di forum yang sama, Kepala Dinas Perdagangan Koperasi UKM dan Perindustrian (DPKUKMP) Kota Palangka Raya Samsul Rizal melalui Sekretaris DPKUKMP Kota Palangka Raya Hadriansyah, mengungkapkan pihaknya bertugas untuk melakukan fungsi pengawasan dan pembinaan distribusi elpiji subsidi serta mengawasi HET.

Tak dimungkiri masih ditemukan perbedaan harga jual eceran epliji pada beberapa pangkalan. Padahal berdasarkan SK Wali Kota Palangka Raya Nomor:188.45/102/2021, HET elpiji tiga kilogram di pangkalan dalam kota sebesar Rp22 ribu/tabung. Khusus untuk wilayah Kecamatan Rakumpit sebesar Rp24 ribu/tabung. “Fakta di lapangan, harga jual gas elpiji tiga kilogram di Palangka Raya saat ini tidak sesuai HET,” bebernya.

Ada beberapa penyalur diduga tidak resmi atau ilegal yang justru berkembang baik di Kota Palangka Raya. Penyalur seperti itu akan sangat merugikan masyarakat, karena harga yang tidak resmi akan menjadi permasalahan bagi pemerintah, sekaligus bisa menghambat pendistribusian elpiji subsidi.

Dikatakan Hadriansyah, selama ini elpiji subsidi bisa dibeli oleh semua kalangan. Masih ada oknum yang membeli di Palangka Raya, kemudian dibawa ke luar Palangka Raya, sehingga mengurangi pasokan yang ada.

“Sayangnya kami tidak punya wewenang untuk menindak, hanya bisa memberi imbauan, ini dapat dilihat berdasarkan regulasi yang ada,” tuturnya.

Meski demikian, pihaknya tetap melakukan sejumlah upaya untuk menyelesaikan persoalan ini, dengan membentuk tim khusus untuk mengawasi distribusi gas elpiji tiga kilogram. Tujuan utama pembentukan tim ini adalah untuk menyikapi persoalan tingginya harga jual elpiji subsidi di tingkat pengecer.

Pihaknya bergerak guna memantau sekaligus mencari tahu indikasi pelanggaran, guna mengantisipasi terjadinya kelangkaan elpiji subsidi.

“Pangkalan merupakan pihak terakhir dari Pertamina, sehingga struktur pendistribusian atau penjualan hanya sampai pangkalan untuk melayani masyarakat, dalam sistem Pertamina tidak ada yang namanya pengecer,” tandasnya.

Selain perlu upaya pemerintah untuk monitoring dan pengawasan, juga butuh upaya penegakan atas regulasi yang selama ini berlaku. Peran lembaga penegak hukum diperlukan untuk itu. Mesti ada komitmen bersama dan koordinasi yang baik antara pemerintah daerah dengan lembaga penegak hukum guna mengatasi persoalan ini.

POIN-POIN HASIL RAKOR :

  • Elpiji subsidi bisa dibeli semua kalangan
  • 20-30 persen tersalur dari pangkalan ke pengecer
  • Harga di atas HET dan cenderung diatur oleh pengecer
  • Polisi tak bisa menindak pengecer
  • Munculnya penyalur elpiji ilegal
  • Elpiji subsidi jatah Palangka Raya dijual ke luar kota
  • Tanda tangan masyarakat di logbook dicurigai palsu
  • Pangkalan ilegal/izin kedaluwarsa

Di tempat yang sama, Sales Branch Manager PT Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan Sales Area Kalteng Muhammad Ridho mengatakan, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019, konsumen pengguna elpiji tiga kilogram dikhususkan bagi empat jenis penerima manfaat. Yakni rumah tangga, pelaku usaha mikro, nelayan, dan petani.

Baca Juga :  Bonus Puluhan Juta Menanti Atlet Kotim yang Juara Porprov

“Kalau untuk rumah tangga dipersyaratkan untuk rumah tangga dengan penghasilan kecil, mereka diberikan frekuensi pembelian sebanyak satu tabung per minggu, kalau untuk usaha mikro yang beromzet di bawah Rp300 juta per tahun. Syarat lainnya yakni terdaftar legal di pemda setempat dengan frekuensi pembelian tabung 3-5 tabung per minggu,” sebutnya.

Berdasarkan pengamatan pihaknya, 70-80 persen distribusi elpiji subsidi di Kalteng tepat sasaran. Sementara 20-30 persennya tersalur ke pengecer dengan harga jual yang kadang tidak sesuai HET. Penjualan di tingkat pengecer muncul karena konsumen menginginkan tempat yang dekat membeli elpiji. “Di tingkat pengecer inilah harga elpiji subsidi jadi tidak terkendali,” tuturnya.

Kasubdit Industri dan Perdagangan (Indagsi) Ditreskrimsus Polda Kalteng AKBP Basa Emden Banjarnahor mengatakan, ada beberapa permasalahan distribusi elpiji subsidi yang selama ini ditemukan. Antara lain, penerima subsidi sulit diidentifikasi, distribusi belum tepat sasaran, jumlah penggunaan tabung tidak dapat dibatasi, serta rawan terjadi pengoplosan dan penimbunan akibat disparitas harga antara elpiji bersubsidi dengan elpiji tidak bersubsidi.

Selain itu, pihaknya juga menemukan fakta bahwa harga jual ke tingkat konsumen cenderung ditentukan oleh pengecer, sehingga pengendalian harga sulit dilakukan. Padahal regulasi yang berlaku, pengecer tidak termasuk dalam alur distribusi elpiji.

“Apabila para pengecer itu ditindak, tentu akan berdampak pada kondisi sosial ekonominya, mengingat elpiji yang dijual di tingkat pengecer tidak sebanyak di pangkalan, hanya sekitar lima sampai sepuluh tabung. Kecuali di tingkat pengecer ditemukan tabung elpiji dalam jumlah besar, maka sudah tentu akan dilakukan penindakan,” tegasnya.

Perwira menengah itu menyebut, penindakan sebagai bentuk penegakan hukum dilakukan pada pengecer yang menjual elpiji subsidi dalam jumlah besar, sesuai dengan ketentuan pidana yang berlaku. Sementara untuk pengecer jumlah kecil hanya akan diberi pembinaan.

Untuk ketentuan pidana tersebut, lanjut Emden, merunut pasal 55 Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang Pasal 40, Yaitu Mengubah Ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi Nomor 22 Tahun 2001, bagi yang melakukan penyelewengan akan dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.

“Kami akan lebih serius dalam melakukan penegakan dengan memperkuat komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah. Untuk pengecer skala kecil, silakan dilakukan pembinaan. Sementara untuk pengecer skala besar, kami siap melakukan tindakan tegas sesuai regulasi yang berlaku,” tandasnya. (dan/ce/ram)

PALANGKA RAYA-Tingginya harga elpiji subsidi atau elpiji tiga kilogram seakan menjadi persoalan yang tidak berkesudahan. Pemerintah dan korporasi sudah melakukan berbagai upaya guna mencegah tingginya harga jual elpiji subsidi tersebut. Kenyataan saat ini, masih ditemukan penjualan elpiji subsidi di tingkat pengecer. Harganya pun jauh lebih mahal dari harga eceran tertinggi (HET) di tingkat pangkalan.

Benang kusut permasalahan elpiji subsidi tiga kilogram tak kunjung terurai. Langkah diambil oleh Polda Kalteng melalui Direktorat Intelkam dengan menggelar rapat koordinasi untuk upaya pengawasan terhadap pendistribusian elpiji subsidi agar lancar dan tepat sasaran, Jumat (14/4).

Dalam pembukaan kegiatan tersebut, Dirintelkam Polda Kalteng melalui Kasubdit Ekonomi Ditintelkam AKBP Henry Widiantono mengatakan, tujuan rakor kali ini untuk menyamakan persepsi terkait hambatan dalam pendistribusian elpiji tiga kilogram. Seharusnya disalurkan secara langsung dari pangkalan kepada masyarakat dengan harga sesuai aturan, sehingga tidak ada lagi yang menjual dengan harga di atas HET.

Selain itu, dalam rakor ini juga disampaikan terkait kendala dalam upaya pengawasan dan penertiban pendistribusian elpiji subsidi oleh instansi pemerintah. “Kami berharap dapat diperoleh kesepakatan ataupun solusi bersama terkait penyaluran elpiji ke masyarakat. Kami ingin penyaluran tepat sasaran dan tidak ada lagi penyelewengan,” ungkapnya mengawali diskusi sore itu di Aula Arya Dharma Mapolda Kalteng.

Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) Kalteng Aster Bonawaty melalui Kepala Bidang Perlindungan Konsumen Nurhilaliah Rahmi juga menyampaikan pandangan. Pengawasan pendistribusian elpiji subsidi ini, sebutnya, dimaksudkan untuk memantau ketersediaan di pangkalan dan menjaga kestabilan harga sesuai HET yang telah ditetapkan pemerintah. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) RI Nomor 69 Tahun 2018 tentang Pengawasan Barang Beredar dan atau Jasa.

Rahmi pun menjelaskan upaya pengawasan distribusi elpiji tiga kilogram yang dilakukan sepanjang tahun 2022 lalu. Dikatakannya, pengawasan dilakukan berkolaborasi dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalteng dan Polda Kalteng.

Pengawasan dilakukan pada 6 agen dan 33 pangkalan yang tersebar di wilayah Kalteng, yakni di wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Barito Timur, Barito Utara, Murung Raya, Gunung Mas, dan Palangka Raya. Pengawasan dilakukan secara kasat mata terhadap dokumen perizinan pangkalan, logbook, ketersediaan stok, kelengkapan tabung gas (segel, karet seal), serta harga jual.

Selama pengawasan itu, pihaknya menemukan sejumlah fakta yang menyebabkan belum optimalnya penyaluran atau distribusi elpiji subsidi. Diketahui sebaran pangkalan belum merata dan hanya terpusat di kota. Selain itu, masih ada kecamatan yang belum dikonversi dari minyak tanah ke gas elpiji tiga kilogram, sehingga terjadi kebocoran distribusi ke daerah yang belum terkonversi.

“Masih terjadi pendistribusian yang tidak tepat sasaran yang dilakukan pangkalan. Tanda tangan masyarakat di logbook dicurigai palsu, karena paraf atau tanda tangannya sama. Ada juga pangkalan yang habis masa berlaku perizinannya tapi masih beroperasi,” ungkapnya.

Baca Juga :  Tingkatkan Peran UMKM dalam Perekonomian
Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Kalteng yang didalamnya ada ada organisasi perangkat daerah Pemprov Kalteng terkait dan PT Pertamina menyalurkan elpiji subsidi kepada warga di sekitar Kompleks Mendawai, Palangka Raya, Jumat (11/11). Setiap pembeli wajib menunjukkan kartu keluarga, dan bagi yang berprofesi sebagai PNS atau abdi negara, tidak diperbolehkan menukarkan tabung elpiji subsidi yang dipatok dengan harga Rp22 ribu. (AGUS PRAMONO/KALTENG POS)

Di forum yang sama, Kepala Dinas Perdagangan Koperasi UKM dan Perindustrian (DPKUKMP) Kota Palangka Raya Samsul Rizal melalui Sekretaris DPKUKMP Kota Palangka Raya Hadriansyah, mengungkapkan pihaknya bertugas untuk melakukan fungsi pengawasan dan pembinaan distribusi elpiji subsidi serta mengawasi HET.

Tak dimungkiri masih ditemukan perbedaan harga jual eceran epliji pada beberapa pangkalan. Padahal berdasarkan SK Wali Kota Palangka Raya Nomor:188.45/102/2021, HET elpiji tiga kilogram di pangkalan dalam kota sebesar Rp22 ribu/tabung. Khusus untuk wilayah Kecamatan Rakumpit sebesar Rp24 ribu/tabung. “Fakta di lapangan, harga jual gas elpiji tiga kilogram di Palangka Raya saat ini tidak sesuai HET,” bebernya.

Ada beberapa penyalur diduga tidak resmi atau ilegal yang justru berkembang baik di Kota Palangka Raya. Penyalur seperti itu akan sangat merugikan masyarakat, karena harga yang tidak resmi akan menjadi permasalahan bagi pemerintah, sekaligus bisa menghambat pendistribusian elpiji subsidi.

Dikatakan Hadriansyah, selama ini elpiji subsidi bisa dibeli oleh semua kalangan. Masih ada oknum yang membeli di Palangka Raya, kemudian dibawa ke luar Palangka Raya, sehingga mengurangi pasokan yang ada.

“Sayangnya kami tidak punya wewenang untuk menindak, hanya bisa memberi imbauan, ini dapat dilihat berdasarkan regulasi yang ada,” tuturnya.

Meski demikian, pihaknya tetap melakukan sejumlah upaya untuk menyelesaikan persoalan ini, dengan membentuk tim khusus untuk mengawasi distribusi gas elpiji tiga kilogram. Tujuan utama pembentukan tim ini adalah untuk menyikapi persoalan tingginya harga jual elpiji subsidi di tingkat pengecer.

Pihaknya bergerak guna memantau sekaligus mencari tahu indikasi pelanggaran, guna mengantisipasi terjadinya kelangkaan elpiji subsidi.

“Pangkalan merupakan pihak terakhir dari Pertamina, sehingga struktur pendistribusian atau penjualan hanya sampai pangkalan untuk melayani masyarakat, dalam sistem Pertamina tidak ada yang namanya pengecer,” tandasnya.

Selain perlu upaya pemerintah untuk monitoring dan pengawasan, juga butuh upaya penegakan atas regulasi yang selama ini berlaku. Peran lembaga penegak hukum diperlukan untuk itu. Mesti ada komitmen bersama dan koordinasi yang baik antara pemerintah daerah dengan lembaga penegak hukum guna mengatasi persoalan ini.

POIN-POIN HASIL RAKOR :

  • Elpiji subsidi bisa dibeli semua kalangan
  • 20-30 persen tersalur dari pangkalan ke pengecer
  • Harga di atas HET dan cenderung diatur oleh pengecer
  • Polisi tak bisa menindak pengecer
  • Munculnya penyalur elpiji ilegal
  • Elpiji subsidi jatah Palangka Raya dijual ke luar kota
  • Tanda tangan masyarakat di logbook dicurigai palsu
  • Pangkalan ilegal/izin kedaluwarsa

Di tempat yang sama, Sales Branch Manager PT Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan Sales Area Kalteng Muhammad Ridho mengatakan, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019, konsumen pengguna elpiji tiga kilogram dikhususkan bagi empat jenis penerima manfaat. Yakni rumah tangga, pelaku usaha mikro, nelayan, dan petani.

Baca Juga :  Bonus Puluhan Juta Menanti Atlet Kotim yang Juara Porprov

“Kalau untuk rumah tangga dipersyaratkan untuk rumah tangga dengan penghasilan kecil, mereka diberikan frekuensi pembelian sebanyak satu tabung per minggu, kalau untuk usaha mikro yang beromzet di bawah Rp300 juta per tahun. Syarat lainnya yakni terdaftar legal di pemda setempat dengan frekuensi pembelian tabung 3-5 tabung per minggu,” sebutnya.

Berdasarkan pengamatan pihaknya, 70-80 persen distribusi elpiji subsidi di Kalteng tepat sasaran. Sementara 20-30 persennya tersalur ke pengecer dengan harga jual yang kadang tidak sesuai HET. Penjualan di tingkat pengecer muncul karena konsumen menginginkan tempat yang dekat membeli elpiji. “Di tingkat pengecer inilah harga elpiji subsidi jadi tidak terkendali,” tuturnya.

Kasubdit Industri dan Perdagangan (Indagsi) Ditreskrimsus Polda Kalteng AKBP Basa Emden Banjarnahor mengatakan, ada beberapa permasalahan distribusi elpiji subsidi yang selama ini ditemukan. Antara lain, penerima subsidi sulit diidentifikasi, distribusi belum tepat sasaran, jumlah penggunaan tabung tidak dapat dibatasi, serta rawan terjadi pengoplosan dan penimbunan akibat disparitas harga antara elpiji bersubsidi dengan elpiji tidak bersubsidi.

Selain itu, pihaknya juga menemukan fakta bahwa harga jual ke tingkat konsumen cenderung ditentukan oleh pengecer, sehingga pengendalian harga sulit dilakukan. Padahal regulasi yang berlaku, pengecer tidak termasuk dalam alur distribusi elpiji.

“Apabila para pengecer itu ditindak, tentu akan berdampak pada kondisi sosial ekonominya, mengingat elpiji yang dijual di tingkat pengecer tidak sebanyak di pangkalan, hanya sekitar lima sampai sepuluh tabung. Kecuali di tingkat pengecer ditemukan tabung elpiji dalam jumlah besar, maka sudah tentu akan dilakukan penindakan,” tegasnya.

Perwira menengah itu menyebut, penindakan sebagai bentuk penegakan hukum dilakukan pada pengecer yang menjual elpiji subsidi dalam jumlah besar, sesuai dengan ketentuan pidana yang berlaku. Sementara untuk pengecer jumlah kecil hanya akan diberi pembinaan.

Untuk ketentuan pidana tersebut, lanjut Emden, merunut pasal 55 Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang Pasal 40, Yaitu Mengubah Ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi Nomor 22 Tahun 2001, bagi yang melakukan penyelewengan akan dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.

“Kami akan lebih serius dalam melakukan penegakan dengan memperkuat komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah. Untuk pengecer skala kecil, silakan dilakukan pembinaan. Sementara untuk pengecer skala besar, kami siap melakukan tindakan tegas sesuai regulasi yang berlaku,” tandasnya. (dan/ce/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/