Jumat, September 20, 2024
29.1 C
Palangkaraya

Suhu Panas Melanda Kalteng, Waspada Potensi Karhutla

PALANGKA RAYA-Selama kurang lebih satu bulan terakhir, sejumlah wilayah di Kalimantan Tengah (Kalteng) dilanda suhu panas yang menyengat. Ini merupakan fenomena alam akibat adanya gerak semu matahari. Merupakan siklus yang biasa terjadi tiap tahun. Karena itu semua pihak diimbau tetap mewaspadai ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla), meski Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kalteng memprediksi musim kemarau baru akan terjadi pada awal Juni mendatang.

Prakirawan Stasiun BMKG Tjilik Riwut Palangka Raya, Ihsan membeberkan, ada lima stasiun meteorologi yang tersebar di beberapa wilayah Kalteng, seperti di Kota Palangka Raya (Stasiun Meteorologi Tjilik Riwut), Kotawaringin Barat (Stasiun Meteorologi Iskandar), Kotawaringin Timur (Stasiun Meteorologi H. Asan), Barito Selatan (Stasiun Meteorologi Sanggu), dan Barito Utara (Stasiun Meteorologi Beringin). Stasiun meteorologi bertugas melakukan pengamatan fenomena alam. Salah satunya pengamatan suhu udara.

“Berdasarkan data suhu maksimum harian Indonesia, ada empat dari lima wilayah di Kalteng yang masuk dalam 20 daerah dengan suhu maksimum tertinggi, yakni Kota Palangka Raya dengan suhu 35,6 derajat celcius, Barito Selatan 35,5 derajat celcius, Barito Utara dengan suhu 35,4 derajat celcius, dan Kotawaringin Timur dengan suhu 34,7 derajat celcius,” beber Ihsan kepada Kalteng Pos, Selasa (25/4).

Berdasarkan data suhu maksimum harian Indonesia dari tanggal 20 April hingga 24 April 2023, suhu tertinggi di Kalimantan Tengah mencapai puncaknya pada skala 35,6 derajat celcius. Padahal pada hari-hari normal, lanjut Ihsan, suhu udara rata-rata di Kalteng hanya berkisar 31-33 derajat celcius.

Secara karakteristik fenomena suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia dan Kalteng khususnya merupakan fenomena alam yang disebabkan adanya gerak semu matahari, suatu siklus yang biasa dan terjadi tiap tahun. “Potensi suhu udara panas seperti ini dapat berulang pada periode yang sama tiap tahun,” tuturnya.

Diprediksi Kalteng akan memasuki musim kemarau pada awal Juni mendatang. Puncak musim kemarau diperkirakan akan terjadi pada bulan Agustus. Saat ini Bumi Tambun Bungai –julukan Kalteng- telah memasuki masa transisi. Hal ini terlihat dari kondisi cuaca yang berangsur panas dan intensitas curah hujan yang mulai berkurang di beberapa titik.

Kondisi cuaca yang berubah-ubah dalam sehari menjadi fenomena yang kerap dialami dalam sebulan terakhir. Umumnya pagi hingga siang suhu terasa cukup panas. Namun pada sore hingga malam hari cuaca mulai mendung dan tak jarang turun hujan dengan intensitas cukup lebat. Terlihat perubahan cuaca yang kontras dalam waktu satu hari.

Baca Juga :  Menumbuhkan Budaya Malu di Masyarakat

Prakirawan Stasiun Meteorologi Tjilik Riwut Palangka Raya lainnya, R Alfandy menjelaskan, kondisi ini terjadi sebagai ciri dari masa transisi musim penghujan menuju musim kemarau.

“Kenapa dari pagi hingga siang panas, lalu sore hingga malam terjadi hujan dengan intensitas cukup lebat disertai petir, ini merupakan salah satu ciri masa pancaroba, saat ini sedang dalam fase menuju musim kemarau,” jelas Alfandy kepada Kalteng Pos, Senin (25/4).

Lebih lanjut ia menjelaskan, selama masa transisi ini akan terjadi perubahan cuaca dalam waktu singkat pada skala lokal. Menurutnya Kalteng sudah mulai memasuki masa pancaroba sejak pertengahan April.

“Kita harus waspada, karena pada beberapa daerah di Kalteng sering terjadi seperti itu, salah satunya Palangka Raya,” tambahnya.

Berdasarkan rilis BMKG pusat, wilayah Kalteng akan mulai memasuki musim kemarau pada awal Juni nanti.

“Sementara saat ini sudah akhir April ya, jadi sekitar dua bulan masa transisi, sejak pertengahan April hingga akhir Mei, bakal banyak terjadi perubahan cuaca secara signifikan dalam waktu singkat, nanti awal Juni barulah memasuki musim kemarau, yang mana puncaknya pada bulan Agustus,” terangnya.

Musim kemarau akan terjadi secara bertahap. Dimulai dari beberapa daerah di Kalteng. Pada bulan Juni akan memasuki fase kemarau di beberapa daerah. Diperkirakan pada bulan Agustus, seluruh daerah di Kalteng sudah memasuki musim kemarau. Alfandy menyebut sejak awal Juni musim kemarau akan melanda Bumi Tambun Bungai, dimulai dari wilayah tenggara.

“Kemarau akan terjadi dimulai dari wilayah tenggara Kalteng, karena kemarau itu kan membawa massa udara dari wilayah tenggara seperti Australia, atau biasa kita sebut dengan angin timur, nantinya kemarau akan mulai terjadi di Kapuas, naik ke Pulang Pisau, kemudian naik ke wilayah Barito, lalu Palangka Raya dan seterusnya sampai ke wilayah barat laut Kalteng, yang biasanya paling akhir itu di wilayah Lamandau ujung,” bebernya.

Bulan Agustus nanti musim kemarau sudah terjadi merata di Kalteng. Namun masih belum diperkirakan secara pasti sampai kapan musim kemarau terjadi. “Jadi entah nanti di Agustus akhir kemarau sudah selesai, atau mungkin Agustus akhir masih berlangsung, karena data itu selalu kami perbaharui per dasarian (10 harian),” ujarnya.

Baca Juga :  Gelar Maulid Nabi, Airlangga Minta Doa Ulama Hadapi Pemilu 2024

Memasuki musim kemarau, pemerintah dan masyarakat perlu mewaspadai potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Pencegahan dini perlu dioptimalkan. Selain itu, upaya jangka menengah hingga jangka panjang pun harus dilakukan guna meminimalkan potensi terjadinya karhutla.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng Bayu Herinata mengatakan, berdasarkan prediksi cuaca oleh pihak BMKG, maka upaya-upaya terkait pencegahan karhutla maupun mitigasi harus lebih diperkuat.

“Persiapan maupun tindakan-tindakan di lapangan, salah satunya dengan mengoptimalkan infrastruktur pembasahan gambut, karena lahan gambut menjadi wilayah paling rentan kebakaran selama musim kemarau,” jelas Bayu kepada Kalteng Pos, Selasa (25/4).

Dijelaskan Bayu, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia (RI) terkait peta kerawanan karhutla, ada beberapa kabupaten di Kalteng yang rentan terjadi karhutla.

“Beberapa kabupaten di Kalteng rawan terjadi Karhutla, seperti Barito Selatan, Kapuas, Pulang Pisau, Katingan, Kotawaringin Timur, Seruyan, dan Kotawaringin Barat, itu kabupaten-kabupaten yang memiliki ekosistem atau lahan gambut yang cukup besar, dan karena kondisi saat ini fungsinya sudah menurun, maka lokasi-lokasi inilah yang rentan terjadi karhutla,” tuturnya.

Bayu menambahkan, berdasarkan pengalaman pihaknya dalam melakukan monitoring secara reguler sejak 2015 lalu hingga sekarang, faktor penyebab karhutla di Kalteng adalah karena ekosistem gambut yang sudah rusak atau fungsinya yang menurun sebagai penata air atau hidrologis. Menurutnya, faktor dominan penyebab karhutla adalah karena terjadinya alih fungsi lahan gambut skala besar. Lahan gambut makin kering, lalu ditambah terjadinya musim kemarau, maka potensi terjadi kebakaran makin besar.

“Lahan gambut yang fungsinya menurun itu cenderung kering, inilah yang menyebabkan wilayah-wilayah itu tadi rentan terbakar, lalu faktor lainnya adalah karena adanya alih fungsi lahan gambut, lahan gambut yang seharusnya basah, tapi ketika dialihfungsikan menjadi perkebunan atau lahan pertanian skala besar, menyebabkan rusaknya fungsi gambut,” ujarnya.

Karena itu perlu ada evaluasi oleh pemerintah terkait pengelolaan ekosistem gambut. Izin-izin yang diberikan di atas lahan dengan karakteristik gambut perlu dievaluasi kembali, sehingga lahan gambut bisa berfungsi sebagaimana mestinya (penata air atau hidrologis).

“Kalau fungsinya sudah menurun atau bahkan rusak, maka perlu dilakukan upaya pemulihan atau restorasi terhadap ekosistem gambut, harus ada upaya-upaya terukur dalam memulihkan ekosistem gambut yang selama ini sudah dirusakkan,” tandasnya. (dan/ce/ala)

PALANGKA RAYA-Selama kurang lebih satu bulan terakhir, sejumlah wilayah di Kalimantan Tengah (Kalteng) dilanda suhu panas yang menyengat. Ini merupakan fenomena alam akibat adanya gerak semu matahari. Merupakan siklus yang biasa terjadi tiap tahun. Karena itu semua pihak diimbau tetap mewaspadai ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla), meski Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kalteng memprediksi musim kemarau baru akan terjadi pada awal Juni mendatang.

Prakirawan Stasiun BMKG Tjilik Riwut Palangka Raya, Ihsan membeberkan, ada lima stasiun meteorologi yang tersebar di beberapa wilayah Kalteng, seperti di Kota Palangka Raya (Stasiun Meteorologi Tjilik Riwut), Kotawaringin Barat (Stasiun Meteorologi Iskandar), Kotawaringin Timur (Stasiun Meteorologi H. Asan), Barito Selatan (Stasiun Meteorologi Sanggu), dan Barito Utara (Stasiun Meteorologi Beringin). Stasiun meteorologi bertugas melakukan pengamatan fenomena alam. Salah satunya pengamatan suhu udara.

“Berdasarkan data suhu maksimum harian Indonesia, ada empat dari lima wilayah di Kalteng yang masuk dalam 20 daerah dengan suhu maksimum tertinggi, yakni Kota Palangka Raya dengan suhu 35,6 derajat celcius, Barito Selatan 35,5 derajat celcius, Barito Utara dengan suhu 35,4 derajat celcius, dan Kotawaringin Timur dengan suhu 34,7 derajat celcius,” beber Ihsan kepada Kalteng Pos, Selasa (25/4).

Berdasarkan data suhu maksimum harian Indonesia dari tanggal 20 April hingga 24 April 2023, suhu tertinggi di Kalimantan Tengah mencapai puncaknya pada skala 35,6 derajat celcius. Padahal pada hari-hari normal, lanjut Ihsan, suhu udara rata-rata di Kalteng hanya berkisar 31-33 derajat celcius.

Secara karakteristik fenomena suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia dan Kalteng khususnya merupakan fenomena alam yang disebabkan adanya gerak semu matahari, suatu siklus yang biasa dan terjadi tiap tahun. “Potensi suhu udara panas seperti ini dapat berulang pada periode yang sama tiap tahun,” tuturnya.

Diprediksi Kalteng akan memasuki musim kemarau pada awal Juni mendatang. Puncak musim kemarau diperkirakan akan terjadi pada bulan Agustus. Saat ini Bumi Tambun Bungai –julukan Kalteng- telah memasuki masa transisi. Hal ini terlihat dari kondisi cuaca yang berangsur panas dan intensitas curah hujan yang mulai berkurang di beberapa titik.

Kondisi cuaca yang berubah-ubah dalam sehari menjadi fenomena yang kerap dialami dalam sebulan terakhir. Umumnya pagi hingga siang suhu terasa cukup panas. Namun pada sore hingga malam hari cuaca mulai mendung dan tak jarang turun hujan dengan intensitas cukup lebat. Terlihat perubahan cuaca yang kontras dalam waktu satu hari.

Baca Juga :  Menumbuhkan Budaya Malu di Masyarakat

Prakirawan Stasiun Meteorologi Tjilik Riwut Palangka Raya lainnya, R Alfandy menjelaskan, kondisi ini terjadi sebagai ciri dari masa transisi musim penghujan menuju musim kemarau.

“Kenapa dari pagi hingga siang panas, lalu sore hingga malam terjadi hujan dengan intensitas cukup lebat disertai petir, ini merupakan salah satu ciri masa pancaroba, saat ini sedang dalam fase menuju musim kemarau,” jelas Alfandy kepada Kalteng Pos, Senin (25/4).

Lebih lanjut ia menjelaskan, selama masa transisi ini akan terjadi perubahan cuaca dalam waktu singkat pada skala lokal. Menurutnya Kalteng sudah mulai memasuki masa pancaroba sejak pertengahan April.

“Kita harus waspada, karena pada beberapa daerah di Kalteng sering terjadi seperti itu, salah satunya Palangka Raya,” tambahnya.

Berdasarkan rilis BMKG pusat, wilayah Kalteng akan mulai memasuki musim kemarau pada awal Juni nanti.

“Sementara saat ini sudah akhir April ya, jadi sekitar dua bulan masa transisi, sejak pertengahan April hingga akhir Mei, bakal banyak terjadi perubahan cuaca secara signifikan dalam waktu singkat, nanti awal Juni barulah memasuki musim kemarau, yang mana puncaknya pada bulan Agustus,” terangnya.

Musim kemarau akan terjadi secara bertahap. Dimulai dari beberapa daerah di Kalteng. Pada bulan Juni akan memasuki fase kemarau di beberapa daerah. Diperkirakan pada bulan Agustus, seluruh daerah di Kalteng sudah memasuki musim kemarau. Alfandy menyebut sejak awal Juni musim kemarau akan melanda Bumi Tambun Bungai, dimulai dari wilayah tenggara.

“Kemarau akan terjadi dimulai dari wilayah tenggara Kalteng, karena kemarau itu kan membawa massa udara dari wilayah tenggara seperti Australia, atau biasa kita sebut dengan angin timur, nantinya kemarau akan mulai terjadi di Kapuas, naik ke Pulang Pisau, kemudian naik ke wilayah Barito, lalu Palangka Raya dan seterusnya sampai ke wilayah barat laut Kalteng, yang biasanya paling akhir itu di wilayah Lamandau ujung,” bebernya.

Bulan Agustus nanti musim kemarau sudah terjadi merata di Kalteng. Namun masih belum diperkirakan secara pasti sampai kapan musim kemarau terjadi. “Jadi entah nanti di Agustus akhir kemarau sudah selesai, atau mungkin Agustus akhir masih berlangsung, karena data itu selalu kami perbaharui per dasarian (10 harian),” ujarnya.

Baca Juga :  Gelar Maulid Nabi, Airlangga Minta Doa Ulama Hadapi Pemilu 2024

Memasuki musim kemarau, pemerintah dan masyarakat perlu mewaspadai potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Pencegahan dini perlu dioptimalkan. Selain itu, upaya jangka menengah hingga jangka panjang pun harus dilakukan guna meminimalkan potensi terjadinya karhutla.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng Bayu Herinata mengatakan, berdasarkan prediksi cuaca oleh pihak BMKG, maka upaya-upaya terkait pencegahan karhutla maupun mitigasi harus lebih diperkuat.

“Persiapan maupun tindakan-tindakan di lapangan, salah satunya dengan mengoptimalkan infrastruktur pembasahan gambut, karena lahan gambut menjadi wilayah paling rentan kebakaran selama musim kemarau,” jelas Bayu kepada Kalteng Pos, Selasa (25/4).

Dijelaskan Bayu, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia (RI) terkait peta kerawanan karhutla, ada beberapa kabupaten di Kalteng yang rentan terjadi karhutla.

“Beberapa kabupaten di Kalteng rawan terjadi Karhutla, seperti Barito Selatan, Kapuas, Pulang Pisau, Katingan, Kotawaringin Timur, Seruyan, dan Kotawaringin Barat, itu kabupaten-kabupaten yang memiliki ekosistem atau lahan gambut yang cukup besar, dan karena kondisi saat ini fungsinya sudah menurun, maka lokasi-lokasi inilah yang rentan terjadi karhutla,” tuturnya.

Bayu menambahkan, berdasarkan pengalaman pihaknya dalam melakukan monitoring secara reguler sejak 2015 lalu hingga sekarang, faktor penyebab karhutla di Kalteng adalah karena ekosistem gambut yang sudah rusak atau fungsinya yang menurun sebagai penata air atau hidrologis. Menurutnya, faktor dominan penyebab karhutla adalah karena terjadinya alih fungsi lahan gambut skala besar. Lahan gambut makin kering, lalu ditambah terjadinya musim kemarau, maka potensi terjadi kebakaran makin besar.

“Lahan gambut yang fungsinya menurun itu cenderung kering, inilah yang menyebabkan wilayah-wilayah itu tadi rentan terbakar, lalu faktor lainnya adalah karena adanya alih fungsi lahan gambut, lahan gambut yang seharusnya basah, tapi ketika dialihfungsikan menjadi perkebunan atau lahan pertanian skala besar, menyebabkan rusaknya fungsi gambut,” ujarnya.

Karena itu perlu ada evaluasi oleh pemerintah terkait pengelolaan ekosistem gambut. Izin-izin yang diberikan di atas lahan dengan karakteristik gambut perlu dievaluasi kembali, sehingga lahan gambut bisa berfungsi sebagaimana mestinya (penata air atau hidrologis).

“Kalau fungsinya sudah menurun atau bahkan rusak, maka perlu dilakukan upaya pemulihan atau restorasi terhadap ekosistem gambut, harus ada upaya-upaya terukur dalam memulihkan ekosistem gambut yang selama ini sudah dirusakkan,” tandasnya. (dan/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/