PALANGKA RAYA-Esra, Imanuel Nopri, dan Wandra langsung berpelukan setelah ketua majelis hakim Achmad Peten Silli mengetok palu tanda berakhirnya sidang. Sejurus kemudian, Esra langsung memeluk anak laki-lakinya, Riki yang selalu setia mengikuti persidangan. Keduanya tak bisa menahan tangis.
Sidang tindak pidana korupsi (tipikor) yang menjerat tiga pejabat Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Gunung Mas (Gumas) memasuki babak akhir. Ketiga terdakwa yang terjerat kasus dugaan tipikor pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik APBN tahun anggaran 2020 ini, divonis bebas oleh majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Senin (8/5).
Ketiganya dinyatakan tidak terbukti bersalah melakukan perbuatan korupsi pengelolaan DAK Fisik untuk pembangunan gedung SMPN di Gumas.
Amar putusan dibacakan oleh Achmad Peten Silli selaku ketua majelis hakim. Pembacaan vonis ketiga terdakwa dilakukan secara bergantian, dimulai dari pembacaan vonis untuk Esra, dilanjutkan dengan Wandra, dan terakhir Imanuel Nopri. Ketiga terdakwa hadir langsung dalam persidangan tersebut, didampingi tim penasihat hukum yang dipimpin Pua Hadinata.
Dalam putusan, majelis hakim yang beranggotakan Irfanul Hakim dan Darsono menyatakan ketiga terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
“Mengadili terdakwa Esra tidak terbukti secara meyakinkan melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum,” ucap Achmad Peten Sili saat membacakan isi putusan untuk mantan Kadisdikpora Gumas tersebut.
“Membebaskan terdakwa Esra dari dakwaan JPU,” sambungnya.
Putusan serupa juga dibacakan hakim untuk perkara Wandra dan Imanuel Nopri. Selain menyatakan membebaskan para terdakwa dan memerintahkan kepada JPU untuk melepaskan ketiganya dari tahanan, majelis hakim juga memerintahkan jaksa penuntut untuk memulihkan harkat dan martabat serta hak-hak ketiga terdakwa sebagaimana semula.
Majelis hakim juga memutuskan memerintahkan JPU untuk mengembalikan sejumlah barang bukti dalam kasus ini kepada ketiga terdakwa dan Disdikpora Gumas. Termasuk di antaranya uang tunai Rp1.266.775.000 yang sempat disita jaksa dari ketiga terdakwa.
Dalam pertimbangan amar putusan majelis hakim, ketiganya tidak terbukti melakukan perbuatan menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang menyebabkan kerugian negara ataupun modus perbuatan melawan hukum lain terkait pengelolaan anggaran DAK Fisik tahun anggaran 2020.
Dalam amar pertimbangan yang dibacakan oleh Irfanul Hakim, disebutkan tidak ada bukti yang menunjukkan Esra, Imanuel Nopri, maupun Wandra telah memperoleh keuntungan ataupun memberikan kepada orang lain terkait kegiatan pembangunan fisik SMPN yang menggunakan dana APBN itu.
Disebutkan pula bahwa pembangunan fisik SMPN yang menggunakan DAK Fisik dari APBN tersebut dilakukan oleh pihak sekolah, bukan oleh para terdakwa.
“Kegiatan pembangunan fisik sekolah yang dananya berasal DAK tahun 2020 dikelola sendiri oleh sekolah dengan pelaksa tim P2S (pelaksana pembangunan sekolah), yang mana kepala sekolah sebagai penanggung jawabnya, bukan oleh terdakwa,” kata Irfanul saat membacakan amar pertimbangan majelis hakim.
Seandainya pun ada permasalahan dalam pengerjaan proyek pembangunan sekolah tersebut, para terdakwa tidak bisa dimintai pertanggungjawaban, karena bukan pihak yang bertanggung jawab untuk proyek tersebut.
Selain itu, Irfanul juga menyebut tidak ada laporan audit dari instansi berwenang yang menyebut adanya permasalahan ataupun kekurangan dalam pembangunan sekolah di 28 SMPN penerima dana DAK Fisik tersebut.
“Dari fakta yang terungkap di persidangan, proyek pembangunan di 28 sekolah itu selesai tepat waktu dan telah rampung 100 persen sesuai dengan RAB dan gambar,” tambahnya.
Majelis hakim juga menolak dakwaan JPU yang menyebut ketiga terdakwa pernah memaksa para kepala SMPN untuk memberikan jatah 10 persen dari anggaran DAK Fisik untuk diserahkan melalui Imanuel Nopri dan Wandra.
Menurut majelis hakim, seandainya ada pengurangan anggaran 10 persen, maka seharusnya ada pengurangan volume maupun kualitas bangunan.
“Faktanya, dari semua sekolah yang menerima DAK Fisik, semuanya menerangkan bahwa pembangunan sekolah telah selesai tepat waktu dan terlaksana 100 persen, dana telah digunakan dengan baik dan bermanfaat,” ujarnya.
Terkait adanya keterangan sejumlah saksi kepala sekolah dalam persidangan yang menerangkan adanya permintaan jatah 10 persen oleh Imanuel Nopri dan Wandra, majelis hakim menilai keterangan para saksi tersebut tidak kuat, karena tidak didukung alat bukti lain yang menguatkan.
“Masing-masing kepala sekolah memberi keterangan yang berdiri sendiri tanpa didukung alat bukti lain, sehingga keterangan itu tidak memiliki nilai pembuktian,” ujarnya.
Terkait ahli yang dihadirkan JPU yang menyatakan ada kerugian negara dalam kasus ini, majelis hakim dengan tegas mengatakan bahwa keterangan ahli hanyalah berdasarkan keterangan para saksi saat pemeriksaan BAP, bukan berdasarkan penghitungan ukuran volume dan ukuran fisik pembangunan sekolah yang dikerjakan dalam proyek tersebut.
Karena itu majelis hakim berpendapat bahwa nilai kerugian negara yang disebut dalam surat dakwaan jaksa adalah tidak nyata dan harus dikesampingkan. Itu pula yang menjadi salah satu dasar pertimbangan majelis hakim membebaskan ketiga terdakwa.
Menanggapi putusan majelis hakim, pihak JPU yang diwakili Andi Yaprizal dan Okta Ahmad Faisal meminta waktu untuk mempertimbangkan. “Kami minta waktu untuk pikir-pikir, yang mulia,” kata Andi.
Majelis hakim memberi kesempatan selama tujuh hari kepada pihak jaksa untuk mempertimbangkan putusan pengadilan tersebut.
Sebelumnya ketiga terdakwa dituntut oleh JPU dengan tuntutan hukuman selama satu tahun dan enam bulan penjara. Ketiga terdakwa dianggap jaksa telah secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 juncto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Menyikapi vonis bebas ini, Esra mengaku sangat bersyukur. Menurutnya, putusan bebas yang dikeluarkan majelis hakim merupakan berkat dari Yang Maha Kuasa. “Saya mengucap syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang sudah membela saya dalam perkara ini,” ucap Esra.
Di tempat yang sama, penasihat hukum ketiga ASN ini, Pua Hardinata mengatakan, putusan bebas murni yang dikeluarkan majelis hakim kepada kliennya merupakan putusan yang adil. “Kami menerima putusan ini karena sudah memenuhi keadilan,” kata Pua, sapaan akrabnya.
Sementara itu, jaksa Andi Yaprizal mengatakan pihaknya akan mengonsultasikan terlebih dahulu putusan sidang ini dengan pimpinan kejaksaan. Menurut Kasi Pidana Khusus Kejari Gumas itu, langkah hukum selanjutnya yang diambil oleh jaksa penuntut akan disesuaikan dengan instruksi pimpinan.
“Kami akan ikuti petunjuk pimpinan, apakah harus menempuh jalur hukum kasasi atau tidak, itulah yang akan kami tempuh nanti,” tegasnya. (sja/ce/ala)