PALANGKA RAYA-Permasalahan tengkes atau stunting masih menjadi momok di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng). Penyakit pada anak yang dipicu oleh kekurangan gizi ini masih dialami oleh sejumlah anak di berbagai daerah. Anak bisa menderita stunting pada umumnya terjadi dalam keluarga menengah ke bawah dengan pola hidup kurang sehat dan hidup dalam lingkungan yang kumuh. Terdapat beberapa kabupaten yang menjadi lokasi fokus (lokus) penanganan stunting di Kalteng, hal ini mengingat masih banyaknya wilayah atau kawasan yang cukup rentan menciptakan anak dengan risiko stunting.
Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Kalteng, dr.Jeanny Yola Winokan mengungkapkan, saat ini pihaknya masih menelusuri desa-desa di berbagai daerah di Kalteng yang menjadi lokus penanganan stunting. Ia mengatakan, wilayah-wilayah yang menjadi lokus stunting itu tersebar di 14 kabupaten/kota yang ada di Kalteng.
“Lokus stunting paling banyak itu ada di Murung Raya (Mura) dan Barito Selatan (Barsel) karena kemarin itu berdasarkan hasil SSGI Tahun 2022 angkanya masih cukup tinggi, sementara yang paling menurun secara signifikan itu Kabupaten Gunung Mas,” beber Jeanny kepada awak media usai mengadakan pertemuan dengan Pemko Palangka Raya di Kantor Dinas Kesehatan Palangka Raya, Jumat (5/1).
Jeanny menjelaskan, ada beberapa faktor penyebab banyaknya wilayah lokus stunting di Mura dan Barsel, diantaranya masih adanya masyarakat yang tinggal di wilayah yang kurang terjaga kebersihannya seperti bantaran sungai. Perilaku masyarakat juga menjadi penyebabnya, dalam hal ini prinsip pola hidup sehat yang tidak diterapkan, hal ini berpotensi menambah angka stunting. Di samping itu, masalah lain yang menyebabkan angka stunting menjadi tinggi juga karena masih tingginya perkawinan usia anak di Bumi Tambun Bungai.
“Perkawinan usia anak di Provinsi Kalteng masih cukup tinggi, berada di urutan kedua nasional pada tahun 2022 ini.Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan, mudah-mudahan di tahun ini bisa turun secara signifikan,” bebernya.
Menurut pantauan pihaknya dari Satuan Tugas (Satgas) Stunting Perwakilan BKKBN Kalteng sebagai bagian dari Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Provinsi Kalteng, sejauh ini pemerintah daerah (pemda) sudah luar biasa bekerja untuk mendistribusikan dan merinci berbagai program serta sarana prasarana yang ada dalam upaya menurunkan stunting. Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan Pemerintah Kota Palangka Raya memiliki perhatian yang sangat besar pada program percepatan penurunan stunting. Hal ini di implementasikan melalui program dan kegiatan yang dijalankan oleh OPD terkait.
Target penurunan stunting secara nasional adalah 14 persen dan di tingkat Provinsi Kalteng sendiri, ujar Jeanny, target penurunannya adalah 15,38 % persen. Beda satu persen dari target penurunan secara nasional. Pihaknya menekankan agar konvergensi pencegahan dan penanganan stunting di Kalteng perlu terus dilakukan, secara konvergen dengan melibatkan unsur pemerintah daerah dan masyarakat sendiri.
“Masyarakat perlu berpartisipasi aktif dalam pencegahan stunting, dalam hal ini bagaimana agar mereka bisa menerapkan pola perilaku hidup sehat. Baik bagaimana agar makan makanan yang bergizi, menciptakan kebersihan lingkungan, dan sanitasi yang mendukung bagi tumbuh kembang anak,” ujarnya.
Di Kota Palangka Raya sendiri, Jeanny menyebut dalam periode 2021-2022, ada kenaikan stunting di Kota Cantik sebesar 2,6 persen kenaikannya, sehingga angka stuntingnya menjadi 27,8 persen. Ia berharap di tahun 2023 ini dapat menurun, sebab data tahun 2023 masih menunggu publikasi dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) yang nantinya di akhir Januari atau awal Februari 2024 akan dirilis. “Semoga Kalteng, terutama posisi Kota Palangka Raya, dapat menurun di angka 16 persen sesuai target tahun 2023,” ucapnya.
Di tempat yang sama, Penjabat (Pj) Wali Kota Palangka Raya Hera Nugrahayu mengatakan, pihaknya telah dibantu oleh Perwakilan BKKBN Provinsi Kalteng untuk melakukan percepatan penurunan stunting di tahun 2024. Ia menyebut, upaya menurunkan stunting harus dilakukan dengan berkolaborasi lintas pihak. Masyarakat juga harus memiliki pemahaman yang jelas terkait stunting dan bagaimana agar pendidikan masyarakat bisa ditingkatkan. Menurut Hera, pihaknya masih mengalami permasalahan terkait air bersih.
“Kami masih punya permasalahan yang berkaitan dengan air bersih, ini menjadi target kami, banyak pihak yang harus terlibat dalam menurunkan stunting di Kota Palangka Raya, tahun 2024 kami akan dorong lagi percepatannya,” ujarnya kepada wartawan.
Pihaknya punya data stunting yang dihimpun secara manual berdasarkan data dari posyandu atau puskesmas, ia optimistis angka stunting di Palangka Raya bisa turun. Hera membeberkan, wilayah di Kota Palangka Raya yang rentan memiliki anak-anak stunting adalah daerah-daerah kumuh dan wilayah yang lumayan terpencil.
“Wilayah-wilayah kumuh itu banyak ya, ada di bantaran sungai, seperti Kelurahan Pahandut, kalau daerah yang agak terpencil itu seperti di wilayah Kelurahan Kameloh Baru, karena stunting ini berkaitan dengan kemiskinan ekstrem juga,” bebernya.(dan)