SAMPIT-Dalam rangka menstabilisasi harga pangan di Kalimantan Tengah (Kalteng), Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia (BI) Provinsi Kalteng ikut melakukan inovasi di bidang pertanian. Kali ini dengan mengimplementasikan digital farming berupa smart fertigation. Metode ini ternyata sangat memudahkan petani dalam bertani dan meningkatkan hasil panen komoditas cabai.
Melalui digital farming, petani bisa berkebun dari jarak jauh. Pasalnya, di lokasi tanam, ada alat untuk melakukan pemeliharaan tanaman secara otomotis. Alat bernama HabibiGrow dan HabibiBridging ini dipasang untuk menyalurkan air dan nutrisi di pipa berbeda ke demplot cabai. Alat tersebut dapat dikontrol selama 24 jam dari jarak jauh, dengan hanya membuka aplikasi Habibie Garden di HP. Selain itu di lokasi tanam dilengkapi pula cctv sebagai camera pengawas.
“Digital farming sangat mempermudah kami sebagai petani. Sebab dengan digital farming lebih praktis dan petani tidak capek. Walaupun kami pergi jauh dari lokasi tanam, kami tetap bisa melakukan pemupukan dan penyiraman,” kata Agusyanto Ketua Kelompok Tani Margo Mulyo saat panen perdana cabai hasil implementasi digital farming di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Mentawa Baru Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Jumat (17/5).
Agusyanto yang sudah menjadi petani cabai sejak 2013 ini pun menceritakan, program digital farming di lokasi tersebut sudah dimulai sejak dua tahun lalu. Dengan adanya pendampingan dari BI Kalteng melalui pihak Habibie Garden, sebagai petani milenial ia mengakui akhirnya bisa melakukan penanaman cabai secara digital farming.
“Kami lebih enak, karena dengan hanya membuka aplikasi Habibie Garden, sistem pemumpukannya kami tahu, nutrisinya kami tahu, PH tanah kami tahu, dan kekurangan unsur hara juga bisa kami ketahui,” ungkapnya.
Lelaki ini pun menjelaskan, untuk cabai yang ia tanam luasannya setengah hektare. Untuk umur panen adalah 90-100 hari. Setelah itu, tiap 5 hari sekali dilakukan panen. Satu kali panen, petani mengumpulkan sebanyak tiga kuintal cabai.
Mengenai penjualan Agusyanto menyampaikan, pihaknya tidak kesulitan, karena sudah ada pengepul. “Harganya sekarang Rp25 ribu perkilo, namun mungkin sebentar lagi ada perkiraan harga cabai akan naik,” terangnya.
Meski Agusyanto mengakui ada banyak kemudahan yang petani dapatkan dengan melaksanakan metode digital farming, menurut dia, masih ada kendala yang kelompok taninya hadapi.
“Kendalanya cuaca, jika hujan lalu ada petir, maka alat bisa rusak. Pernah sekali alat nutrisinya rusak,” ungkapnya.
“Selain itu, ya jamur. Ya caranya kita cegah dengan memberikan nutrisi,” imbuhnya.
Meskipun ada kendala-kendala tersebut, pihaknya akan tetap melanjutkan metode digital farming.
“Insyaallah akan kami lanjutkan. Sebab metode ini sangat bisa membantu mengurangi tingkat kegagalan panen kami. Untuk modalnya awalnya mungkin memang besar, tapi jika dilanjutkan maka bisa kembali modal itu. Harga alatnya kami gak tahu, karena dari BI, kami cuma menjadi pilot project,” tuturnya. (aza)