Jumat, September 27, 2024
31.2 C
Palangkaraya

Sanggar Singo Mulang Joyo Bangga Tampilkan Tarian Tradisional Reog

Menyaksikan Semarak Pentas Seni di Bundaran Besar

Meski baru didirikan lima tahun lalu, tetapi Sanggar Singo Mulang Joyo sudah menunjukkan eksistensinya di tengah masyarakat Kalteng. Tarian tradisional yang dibawakan mereka sangat memukau pada pentas seni yang digelar dalam rangka memeriahkan hari ulang tahun (HUT) ke-79 kemerdekaan RI di Bundaran Besar, Sabtu malam (3/8/2024).

 DHEA UMILATI, Palangka Raya

MBAH Bulan, sesepuh Sanggar Singo Mulang Joyo menceritakan bagaimana waktu persiapan yang diberikan untuk penampilan malam itu hanya tiga hari sebelum acara.

“Kalau tidak salah, baru diberi tahu hari Kamis, tiga hari sebelum kami tampil, tetapi karena kami sudah sering tampil, jadi sudah terlatih,” ujarnya.

Meski dengan waktu persiapan yang terbilang singkat, Mbah Bulan mengungkapkan bahwa seluruh anggota sanggar adalah warga Tangkiling yang sudah terbiasa tampil di berbagai acara dan kegiatan. Karena itu, undangan dadakan itu bukan masalah serius.

Persiapan yang hanya tiga hari, menurut Mbah Bulan, tidak mengurangi semangat dan kualitas penampilan mereka.

“Ketika latihan kemarin, kami hanya butuh satu hari untuk menyesuaikan waktunya, karena kami hanya diberi waktu tampil 10 sampai 15 menit. Tadi tampil selama 12 menit, jadi tidak keluar jauh dari estimasi waktu,” jelasnya.

Kesempatan untuk tampil pada acara besar seperti malam itu memberikan kebanggaan tersendiri, terutama karena tari reog jarang ditampilkan di Kalteng. Mbah Bulan menekankan, kebanggaan mereka bukan terletak pada materi, melainkan pada jumlah penonton yang hadir.

“Bisa tampil begini, kami bangga sekali, soalnya seniman itu tidak memandang materi, tapi kalau penontonnya banyak, rasanya lain, sangat puas,” tuturnya.

Menurutnya, tari reog yang berasal dari tanah Jawa dapat ditampilkan di tengah masyarakat Kalteng merupakan sebuah kehormatan besar. Terutama ada dukungan dari pemerintah daerah yang memperhatikan keberadaan mereka.

Lelaki berpeci hitam itu berharap pemerintah dapat lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakat, termasuk dukungan untuk sanggar seni tradisional seperti Singo Mulang Joyo.

“Harapan kami, mudah-mudahan pemerintah dapat memperhatikan kesejahteraan masyarakat, memperhatikan bagaimana keadaan masyarakat. Untuk kemajuan sanggar, kalau boleh bisa lebih diperhatikan lagi, karena kami belum pernah menerima bantuan dari pemerintah,” ujar Mbah Bulan.

Selain itu, ia juga menekankan pentingnya menjaga falsafah Huma Betang yang selalu dijunjung tinggi oleh masyarakat Kalteng. Tertunjukan tari reog malam itu tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga bentuk pelestarian budaya yang menguatkan semangat kebersamaan dan keberagaman dalam hidup bermasyarakat.

Acara di Bundaran Besar yang berlangsung meriah itu menjadi bukti bahwa seni tradisional tetap mendapat tempat di hati masyarakat. Dukungan dan perhatian pemerintah serta antusiasme masyarakat menjadi kunci utama untuk menjaga agar tradisi dan kebudayaan tetap hidup dan berkembang di tengah arus modernisasi dewasa ini. Sanggar Singo Mulang Joyo, dengan semangat dan dedikasi para anggotanya, terus berupaya mempertahankan dan mengembangkan seni Reog di tanah Kalimantan.

Penampilan Reog malam itu disaksikan para penonton yang memenuhi area Bundaran Besar. Antusiasme masyarakat terlihat jelas dari kerumunan yang hadir. Abin, salah satu pengunjung, mengungkapkan rasa puasnya setelah menyaksikan pertunjukan tersebut.

“Ini menjadi sesuatu yang baru, karena biasanya di Bundaran Besar ini masyarakat hanya berjalan-jalan saja, kalau ada pertunjukan begini pasti makin banyak orang yang akan berkunjung ke sini,” pungkasnya. (*/ce/ala)

Menyaksikan Semarak Pentas Seni di Bundaran Besar

Meski baru didirikan lima tahun lalu, tetapi Sanggar Singo Mulang Joyo sudah menunjukkan eksistensinya di tengah masyarakat Kalteng. Tarian tradisional yang dibawakan mereka sangat memukau pada pentas seni yang digelar dalam rangka memeriahkan hari ulang tahun (HUT) ke-79 kemerdekaan RI di Bundaran Besar, Sabtu malam (3/8/2024).

 DHEA UMILATI, Palangka Raya

MBAH Bulan, sesepuh Sanggar Singo Mulang Joyo menceritakan bagaimana waktu persiapan yang diberikan untuk penampilan malam itu hanya tiga hari sebelum acara.

“Kalau tidak salah, baru diberi tahu hari Kamis, tiga hari sebelum kami tampil, tetapi karena kami sudah sering tampil, jadi sudah terlatih,” ujarnya.

Meski dengan waktu persiapan yang terbilang singkat, Mbah Bulan mengungkapkan bahwa seluruh anggota sanggar adalah warga Tangkiling yang sudah terbiasa tampil di berbagai acara dan kegiatan. Karena itu, undangan dadakan itu bukan masalah serius.

Persiapan yang hanya tiga hari, menurut Mbah Bulan, tidak mengurangi semangat dan kualitas penampilan mereka.

“Ketika latihan kemarin, kami hanya butuh satu hari untuk menyesuaikan waktunya, karena kami hanya diberi waktu tampil 10 sampai 15 menit. Tadi tampil selama 12 menit, jadi tidak keluar jauh dari estimasi waktu,” jelasnya.

Kesempatan untuk tampil pada acara besar seperti malam itu memberikan kebanggaan tersendiri, terutama karena tari reog jarang ditampilkan di Kalteng. Mbah Bulan menekankan, kebanggaan mereka bukan terletak pada materi, melainkan pada jumlah penonton yang hadir.

“Bisa tampil begini, kami bangga sekali, soalnya seniman itu tidak memandang materi, tapi kalau penontonnya banyak, rasanya lain, sangat puas,” tuturnya.

Menurutnya, tari reog yang berasal dari tanah Jawa dapat ditampilkan di tengah masyarakat Kalteng merupakan sebuah kehormatan besar. Terutama ada dukungan dari pemerintah daerah yang memperhatikan keberadaan mereka.

Lelaki berpeci hitam itu berharap pemerintah dapat lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakat, termasuk dukungan untuk sanggar seni tradisional seperti Singo Mulang Joyo.

“Harapan kami, mudah-mudahan pemerintah dapat memperhatikan kesejahteraan masyarakat, memperhatikan bagaimana keadaan masyarakat. Untuk kemajuan sanggar, kalau boleh bisa lebih diperhatikan lagi, karena kami belum pernah menerima bantuan dari pemerintah,” ujar Mbah Bulan.

Selain itu, ia juga menekankan pentingnya menjaga falsafah Huma Betang yang selalu dijunjung tinggi oleh masyarakat Kalteng. Tertunjukan tari reog malam itu tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga bentuk pelestarian budaya yang menguatkan semangat kebersamaan dan keberagaman dalam hidup bermasyarakat.

Acara di Bundaran Besar yang berlangsung meriah itu menjadi bukti bahwa seni tradisional tetap mendapat tempat di hati masyarakat. Dukungan dan perhatian pemerintah serta antusiasme masyarakat menjadi kunci utama untuk menjaga agar tradisi dan kebudayaan tetap hidup dan berkembang di tengah arus modernisasi dewasa ini. Sanggar Singo Mulang Joyo, dengan semangat dan dedikasi para anggotanya, terus berupaya mempertahankan dan mengembangkan seni Reog di tanah Kalimantan.

Penampilan Reog malam itu disaksikan para penonton yang memenuhi area Bundaran Besar. Antusiasme masyarakat terlihat jelas dari kerumunan yang hadir. Abin, salah satu pengunjung, mengungkapkan rasa puasnya setelah menyaksikan pertunjukan tersebut.

“Ini menjadi sesuatu yang baru, karena biasanya di Bundaran Besar ini masyarakat hanya berjalan-jalan saja, kalau ada pertunjukan begini pasti makin banyak orang yang akan berkunjung ke sini,” pungkasnya. (*/ce/ala)

Artikel Terkait