MUARA TEWEH-Isu praktik politik uang (money politic) mencuat menjelang pemungutan suara ulang (PSU) di Kabupaten Barito Utara (Batara).
Isu yang beredar, tiap orang mendapat Rp5 juta. Kabar ini sontak mendapat respons dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat, dengan langsung bergerak melakukan penelusuran.
Ketua Bawaslu Kabupaten Batara Adam Parawansa menyebut, secara resmi belum ada laporan masuk ke Bawaslu terkait dugaan praktik money politic.
Namun, pihaknya sudah mendapat informasi dari lapangan terkait dugaan praktik kotor tersebut. Saat ini, Bawaslu sedang melakukan penelitian dan penelusuran terhadap informasi awal yang didapatkan dari masyarakat dan media sosial.
“Segera akan kami tetapkan statusnya apabila ditemukan bukti permulaan dan apabila sudah terpenuhi syarat formal dan materielnya,” kata Adam kepada Kalteng Pos, Rabu (5/3/2025).
Karena masih belum memenuhi persyaratan, Bawaslu belum bisa melakukan registrasi. Kalaupun semuanya teregister, maka langkah selanjutnya akan dilakukan pemanggilan dan klarifikasi di Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Atas dugaan praktik politik uang ini, Adam mengimbau masyarakat agar beraktivitas seperti biasa serta menjaga kesucian Ramadan. Selain itu, harus tegas menolak dan segera melapor ke Bawaslu Barito Utara apabila menemukan praktik politik uang.
“Kami mengimbau masyarakat untuk menolak politik uang, kepada tim pasangan calon diharapkan dapat menahan diri, menjaga situasi yang kondusif serta menghormati hasil putusan Mahkamah Konstitusi,” tutur Adam.
Ia mengajak semua pihak untuk bergandengan tangan dan menjaga kesucian bulan suci Ramadan.
“Buktikan kepada masyarakat bahwa perjuangan kita di pilkada ini didasari dari niat yang baik, kita laksanakan juga dengan niat dan cara yang baik, serta yang paling utama adalah untuk kemajuan Kabupaten Barito Utara,” tegasnya.
Pengamat politik dari Universitas Palangka Raya (UPR), Ricky Zulfauzan menilai apa yang dilakukan Bawaslu Batara sudah tepat, karena proaktif memeriksa tiap peristiwa yang terjadi, bahkan tanpa menunggu laporan.
Menurutnya, Bawaslu harus berpandangan agar proses pilkada cepat selesai dan tidak berpolemik kembali di MK. Karena itu, mereka harus menjaga dan mengawal pemilu dengan baik.
Ricky menambahkan, pengawasan terhadap praktik politik uang cukup sulit dilakukan, karena pelaku mengetahui kelemahan para pengawas pemilu. Di sisi lain, rakyat pemegang hak pilih tidak dilibatkan secara aktif untuk melakukan pengawasan.
“Jika ingin mencegah money politic, maka strategi perang semesta di organisasi militer bisa diadaptasi. Strategi perang semesta adalah strategi perencanaan dan pelaksanaan perang yang melibatkan semua aspek, tidak hanya militer,” ungkap Ricky.
Dalam dunia sipil, dapat diartikan sebagai pelibatan semua unsur masyarakat agar tercipta mekanisme saling mengawasi atau check and balances. Ini karena keberadaan Gakkumdu memiliki keterbatasan.
Dengan cepat tanggapnya Bawaslu menindaklanjuti dugaan money politic, akan membuat MK tidak melihat ada upaya pembiaran, sehingga unsur TSM tidak memiliki dalil. Namun, jika terjadi lagi KPU tidak menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu, bisa saja akan berproses di MK.
“Yang terjadi kemudian adalah Kabupaten Barito Utara tidak akan memiliki kepala daerah definitif selama satu tahun bahkan lebih,” ucapnya.
Terpisah, Hakim Syah selaku pengamat politik dari IAIN Palangka Raya mengatakan, secara normatif merupakan ranah Bawaslu untuk menyikapi dan menindaklanjuti kebenaran dugaan adanya praktik politik uang. Sudah jelas bahwa praktik politik uang merupakan tindak pidana pemilu.
Menurutnya, Bawaslu dan stakeholder terkait pastinya berkoordinasi melalui sentra Gakkumdu apabila memang terbukti adanya praktik politik uang.
“Politik uang hanya bisa dilawan dengan kejujuran dan nurani individu pemilih. Sebab, para pelaku politik uang kan juga lihai mencari celah. Jadi, kalau para pemilih tidak tergoda, tentu proses pemilu dapat berjalan secara akuntabel,” tegas Hakim Syah.
Menurutnya, norma hukumnya soal politik uang sudah ada dan jelas. Upaya pencegahan tentu harus terus dilakukan melalui pendidikan politik, baik berupa sosialiasi hukum dan upaya lainnya.
Lantas, apakah ada potensi terjadi kecurangan atau pelanggaran hukum dalam PSU yang akan dilaksanakan nanti?
“Tentu semua pihak bertanggung jawab agar proses PSU berjalan fair, transparan, dan akuntabel.
Praktik kecurangan yang berpotensi menjadi pelanggaran hukum pemilu tentu harus dicegah. Ada tanggung jawab bersama agar PSU berjalan dengan sebaik-baiknya tanpa diwarnai praktik kecurangan dan pelanggaran hukum,” tegas Hakim Syah.
Seperti diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI baru saja menetapkan tanggal pelaksanaan PSU untuk dua tempat pemungutan suara di Kabupaten Barito Utara, Sabtu, 22 Maret 2025.
Ini merupakan keputusan yang diambil setelah mempertimbangkan batas waktu yang ditetapkan MK, yang mengharuskan PSU dilaksanakan dalam waktu 30 hari setelah putusan dibacakan.
Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin menjelaskan, meski awalnya KPU berencana untuk menggelar seluruh PSU setelah Idul Fitri 2025, tetapi khusus beberapa daerah, termasuk Barito Utara, harus melaksanakan PSU lebih cepat, karena tenggang waktunya lebih ketat.
“Kami sebenarnya ingin semua PSU dilakukan setelah Idul Fitri, tetapi beberapa daerah memiliki tenggang waktu 30 hari, yang berarti PSU harus dilaksanakan paling lambat 22 Maret 2025,” ungkap Afifuddin dalam konferensi pers di Kantor KPU, Jakarta, Senin (3/3). (irj/ce/ala)