Senin, April 28, 2025
26.3 C
Palangkaraya

Massa Demo BNI Palangka Raya, Protes Keterlibatan Dalam Pendanaan Sawit

 

 

PALANGKA RAYA-Ruang demokrasi di Kalimantan Tengah (Kalteng) mendapat sorotan tajam lagi.

Aksi damai yang digelar oleh Transformasi untuk Keadilan Indonesia (TuK INDONESIA) bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng pada Kamis (24/4/2025) di depan Kantor Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Palangka Raya, berujung pembubaran paksa dan dugaan intimidasi terhadap peserta aksi.

Sekitar pukul 10.15 WIB, massa aksi membentangkan spanduk dan poster yang memprotes keterlibatan BNI dalam pendanaan perusahaan-perusahaan sawit besar yang berkontribusi terhadap deforestasi di Kalteng.

Dalam data yang dipaparkan, sepanjang periode 2016 hingga Juni 2024, BNI tercatat telah menyalurkan kredit senilai USD 11,07 miliar atau sekitar Rp157,8 triliun kepada taipan-taipan sawit, termasuk dugaan keterkaitan Best Agro Group yang dikendalikan Winarno Tjajadi.

Namun, aksi ini tidak berlangsung lama. Sekitar pukul 10.36 WIB, petugas keamanan dan karyawan BNI mendatangi massa, diikuti dengan pemanggilan aparat kepolisian.

Hanya berselang beberapa menit, tepatnya pukul 10.47 WIB, aparat keamanan menggiring peserta aksi masuk ke dalam area kantor BNI, tindakan yang dinilai sebagai bentuk tekanan terhadap hak berekspresi warga negara.

Ironisnya, insiden ini terjadi dengan sepengetahuan dan kehadiran langsung Ketua dan Wakil Kepala Cabang BNI Palangka Raya, yang bahkan disebut berperan aktif dalam upaya pembubaran tersebut.

Baca Juga :  Buka Peluang Bekerja, 64 Orang Dilatih Keterampilan

Kepala Departemen Advokasi dan Pendidikan Publik TuK INDONESIA Abdul Haris mengatakan, dalam mediasi yang berlangsung sekitar pukul 11.00 WIB, pihak BNI beralasan bahwa aksi harus melalui prosedur izin, suatu dalih yang ditolak keras oleh peserta aksi.

“Menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak konstitusional yang tidak membutuhkan izin korporasi mana pun,” tegasnya, Jumat (25/4/2025).

Dalam sesi mediasi, Haris juga menyinggung temuan dalam laporan Banking on Biodiversity Collapse (BoBC) 2024, yang menempatkan BNI sebagai salah satu bank yang aktif membiayai perusahaan-perusahaan ekstraktif yang merusak hutan dan keanekaragaman hayati di Indonesia.

“BNI tidak bisa terus berlindung di balik prosedur formal. Pendanaan mereka telah merusak hutan, merampas tanah rakyat, dan bahkan menyebabkan hilangnya nyawa. Menekan aktivis hanya menunjukkan ketakutan mereka terhadap transparansi publik,” katanya.

Ia juga mengutip data Surat Keputusan Kementerian Kehutanan Nomot 36 Tahun 2025, yang mencatat bahwa lebih dari 632 ribu hektare kawasan hutan di Kalteng telah berubah menjadi perkebunan sawit ilegal, dikuasai oleh grup-grup besar seperti Sinar Mas, Wilmar, KLK, Musim Mas, CBI, dan Best Agro.

Baca Juga :  Ivo Dorong Perempuan Terjun Berpolitik

Sementara itu, Direktur Walhi Kalteng Bayu Herinata menyoroti fakta bahwa sektor perkebunan sawit menjadi penyumbang terbesar konflik agraria di wilayah ini.

“Dari 349 kasus konflik yang kami catat, lebih dari 80 persen melibatkan perusahaan sawit besar dan masyarakat adat atau lokal, bahkan banyak yang belum terselesaikan hingga saat ini,” ungkapnya.

Bayu juga mengajak masyarakat, terutama nasabah bank, untuk lebih kritis terhadap komitmen keberlanjutan lembaga keuangan yang mereka gunakan.

“Masyarakat berhak mengetahui bahwa dana mereka bisa saja digunakan untuk mendukung aktivitas korporasi yang melanggar hukum dan merusak lingkungan. Nasabah harus berani mempertanyakan dan mendesak bank seperti BNI untuk mengevaluasi kembali dukungan pendanaan terhadap perusahaan sawit bermasalah,” lanjutnya.

Menurutnya, pembubaran aksi damai ini menjadi cerminan krisis demokrasi di Kalteng.

“Ketika ekspresi damai dibalas dengan tekanan, dan lembaga keuangan lebih sibuk menjaga citra ketimbang bertanggung jawab terhadap kerusakan yang mereka danai, maka pertanyaannya bukan lagi tentang prosedur, melainkan tentang moralitas,” pungkasnya. (zia/ce/ala)

 

 

 

PALANGKA RAYA-Ruang demokrasi di Kalimantan Tengah (Kalteng) mendapat sorotan tajam lagi.

Aksi damai yang digelar oleh Transformasi untuk Keadilan Indonesia (TuK INDONESIA) bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng pada Kamis (24/4/2025) di depan Kantor Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Palangka Raya, berujung pembubaran paksa dan dugaan intimidasi terhadap peserta aksi.

Sekitar pukul 10.15 WIB, massa aksi membentangkan spanduk dan poster yang memprotes keterlibatan BNI dalam pendanaan perusahaan-perusahaan sawit besar yang berkontribusi terhadap deforestasi di Kalteng.

Dalam data yang dipaparkan, sepanjang periode 2016 hingga Juni 2024, BNI tercatat telah menyalurkan kredit senilai USD 11,07 miliar atau sekitar Rp157,8 triliun kepada taipan-taipan sawit, termasuk dugaan keterkaitan Best Agro Group yang dikendalikan Winarno Tjajadi.

Namun, aksi ini tidak berlangsung lama. Sekitar pukul 10.36 WIB, petugas keamanan dan karyawan BNI mendatangi massa, diikuti dengan pemanggilan aparat kepolisian.

Hanya berselang beberapa menit, tepatnya pukul 10.47 WIB, aparat keamanan menggiring peserta aksi masuk ke dalam area kantor BNI, tindakan yang dinilai sebagai bentuk tekanan terhadap hak berekspresi warga negara.

Ironisnya, insiden ini terjadi dengan sepengetahuan dan kehadiran langsung Ketua dan Wakil Kepala Cabang BNI Palangka Raya, yang bahkan disebut berperan aktif dalam upaya pembubaran tersebut.

Baca Juga :  Buka Peluang Bekerja, 64 Orang Dilatih Keterampilan

Kepala Departemen Advokasi dan Pendidikan Publik TuK INDONESIA Abdul Haris mengatakan, dalam mediasi yang berlangsung sekitar pukul 11.00 WIB, pihak BNI beralasan bahwa aksi harus melalui prosedur izin, suatu dalih yang ditolak keras oleh peserta aksi.

“Menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak konstitusional yang tidak membutuhkan izin korporasi mana pun,” tegasnya, Jumat (25/4/2025).

Dalam sesi mediasi, Haris juga menyinggung temuan dalam laporan Banking on Biodiversity Collapse (BoBC) 2024, yang menempatkan BNI sebagai salah satu bank yang aktif membiayai perusahaan-perusahaan ekstraktif yang merusak hutan dan keanekaragaman hayati di Indonesia.

“BNI tidak bisa terus berlindung di balik prosedur formal. Pendanaan mereka telah merusak hutan, merampas tanah rakyat, dan bahkan menyebabkan hilangnya nyawa. Menekan aktivis hanya menunjukkan ketakutan mereka terhadap transparansi publik,” katanya.

Ia juga mengutip data Surat Keputusan Kementerian Kehutanan Nomot 36 Tahun 2025, yang mencatat bahwa lebih dari 632 ribu hektare kawasan hutan di Kalteng telah berubah menjadi perkebunan sawit ilegal, dikuasai oleh grup-grup besar seperti Sinar Mas, Wilmar, KLK, Musim Mas, CBI, dan Best Agro.

Baca Juga :  Ivo Dorong Perempuan Terjun Berpolitik

Sementara itu, Direktur Walhi Kalteng Bayu Herinata menyoroti fakta bahwa sektor perkebunan sawit menjadi penyumbang terbesar konflik agraria di wilayah ini.

“Dari 349 kasus konflik yang kami catat, lebih dari 80 persen melibatkan perusahaan sawit besar dan masyarakat adat atau lokal, bahkan banyak yang belum terselesaikan hingga saat ini,” ungkapnya.

Bayu juga mengajak masyarakat, terutama nasabah bank, untuk lebih kritis terhadap komitmen keberlanjutan lembaga keuangan yang mereka gunakan.

“Masyarakat berhak mengetahui bahwa dana mereka bisa saja digunakan untuk mendukung aktivitas korporasi yang melanggar hukum dan merusak lingkungan. Nasabah harus berani mempertanyakan dan mendesak bank seperti BNI untuk mengevaluasi kembali dukungan pendanaan terhadap perusahaan sawit bermasalah,” lanjutnya.

Menurutnya, pembubaran aksi damai ini menjadi cerminan krisis demokrasi di Kalteng.

“Ketika ekspresi damai dibalas dengan tekanan, dan lembaga keuangan lebih sibuk menjaga citra ketimbang bertanggung jawab terhadap kerusakan yang mereka danai, maka pertanyaannya bukan lagi tentang prosedur, melainkan tentang moralitas,” pungkasnya. (zia/ce/ala)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/