SAMPIT-Sungai yang dulunya jadi sumber kehidupan, kini berubah jadi sumber kecemasan bagi sebagian warga di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim).
Dalam kurun waktu lima bulan terakhir, sudah empat kasus serangan buaya terhadap manusia tercatat di wilayah ini.
Situasi ini membuat Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) mengeluarkan peringatan keras kepada masyarakat agar lebih waspada.
Kasus terbaru terjadi pada Sabtu malam (3/5/2025) di Desa Ramban, Kecamatan Mentaya Hilir Utara.
Samsul Anwar, seorang warga setempat, menjadi korban saat hendak berwudhu di Sungai Sampit menjelang salat Isya. Seekor buaya tiba-tiba muncul dan menyerangnya, menyebabkan luka serius di tangan kanan.
Usai mendapat laporan itu, tim BKSDA langsung bergerak ke lokasi untuk melakukan identifikasi dan pemasangan imbauan keselamatan di sekitar area sungai. Namun ia menekankan, upaya perlindungan harus juga datang dari kesadaran masyarakat itu sendiri.
“Kami minta warga tidak beraktivitas di tepi sungai saat pagi dan malam hari. Itu waktu-waktu aktif buaya. Serangan seperti ini tidak lagi bisa dianggap kejadian langka,” ujarnya, Selasa (6/5/2025).
Kasus-kasus sebelumnya juga tak kalah tragis. Pada April 2025, warga Desa Babaung, Kecamatan Pulau Hanaut, menjadi korban serangan di Sungai Hanaut.
Korban ditemukan meninggal dunia setelah pencarian oleh tim gabungan. Sementara dua kasus lainnya tercatat pada Januari 2025 di Sungai Pasir, Desa Lampuyang. Dua orang terluka akibat digigit buaya saat beraktivitas di air.
“Dari empat kasus yang kami catat sejak Januari, satu korban meninggal dunia dan tiga lainnya luka-luka. Sungai Mentaya dan anak sungainya sekarang harus dipandang sebagai zona rawan,” tegas Muriansyah.
Ia menambahkan, BKSDA akan memperkuat patroli dan edukasi di desa-desa yang berada di sekitar habitat buaya. Sosialisasi juga akan difokuskan pada bahaya aktivitas mandi, cuci, dan buang air (MCK) di sungai.
“Langkah pencegahan harus menjadi budaya bersama. Jangan sampai kita lengah, karena buaya adalah predator yang sangat teritorial,” imbuhnya.
BKSDA berharap masyarakat bisa mengubah kebiasaan lama yang berisiko tinggi. Sementara itu, pemerintah desa diminta turut membantu dengan menyiapkan alternatif lokasi MCK yang lebih aman dan jauh dari kawasan rawan konflik satwa. (mif)