Jumat, November 22, 2024
24.6 C
Palangkaraya

Jatah Fee Proyek Mengalir ke Disdikpora Gunung Mas

Alloysius mengatakan bahwa pada saat terdakwa Wandra dan Imanuel Nopri melakukan kunjungan ke sekolahnya untuk melihat pekerjaan rehab ruang kelas tersebut, Wandra mengatakan agar kepala sekolah menyerahkan uang sebesar 10 persen dari nilai Anggaran DAK fisik yang diterima sekolah kepada pihak Disdikpora.

“Pak Wandra bilang begini ke saya, pak Alloy nanti kalau pembayaran tahap 3 sudah cair, kewajiban untuk 10 persen kepala sekolah untuk dinas itu diserahkan langsung oleh kepala sekolah,” kata Allloysius lagi yang kemudian menanyakan kepada Wandra kepada siapa uang tersebut akan diberikan.

Wandra kemudian menyuruh Alloysius untuk menyerahkan uang jatah dinas tersebut kepada Imanuel Nopri.

Alloysius mengatakan bahwa pihak sekolahnya akhirnya menyerahkan uang Rp40 juta kepada Disdikpora Gumas. Penyerahan dana itu sendiri diserahkan oleh Efron Tuah yakni kepala tukang yang mengerjakan pekerjaan rehab di SMPN Satu Atap 2 Tewah.

Alloysius juga mengakui bahwa ada anggaran sebesar 5 persen dari anggaran dana Dak Fisik yang diterima sekolah khusus diberikan untuk pihak sekolah dari penerima dana Dak  tersebut.

Baca Juga :  Bandara Tjilik Riwut Sepi

“Itu disampaikan oleh pak Nopri pada waktu penanda tanganan MoU sekitar tanggal 6 April 2020,” ujar saksi.

Anggaran sebesar 5 persen untuk sekolah itu sendiri diakui Alloysius telah dikembalikan kepada negara. Pengembalian dana tersebut dilakukan setelah pihak Kejari Gumas menyuruh para kepala sekolah penerima dana DAK tersebut untuk mengembalikan dana tersebut.

“Kepala kejaksaan yang dulu (pejabat lama) bilang pokoknya kalian harus kembalikan yang 5 persen,” kata Allloysius ketika ditanyakan oleh ketua majelis hakim Achmad Peten Sili alasan para kepala sekolah mengembalikan dana tersebut.

“Enak sekali kerja kalian kenapa kalian juga tidak jadi tersangka, sudah menerima bisa ngembali tapi tidak jadi tersangka, ada yang bisa menerima juga ngembali tapi malah jadi tersangka, suka suka dong siapa yang mau jadi tersangka, gitu ya,” kata ketua majelis hakim kepada saksi ini.

Baca Juga :  NU-Muhammadiyah Juga Tolak Investasi Miras

“Gak tahu saya,” jawab saksi menanggapi perkataan ketua majelis hakim.

Proyek pekerjaan rehab ruang kelas di SMPN Satu Atap Tewah itu sendiri dikatakan Alloysius telah selesai seratus persen dan ruang kelas itu bisa digunakan sampai saat ini.

Sementara Sumardi yang merupakan kepala sekolah di SMPN 2 Kurun juga membenarkan adanya permintaan uang yang dilakukan oleh Imanuel nopri.

“Saya ada menyerahkan uang Rp81 juta kepada pak Nopri,” kata Sumardi yang terdengar gugup ketika memberikan kesaksiannya. Sumardi mengatakan bahwa penyerahan uang tersebut dilakukan pada akhir bulan Desember 2020. Uang sebanyak itu merupakan uang jatah 10 persen yang diminta oleh pihak dinas Disdikpora kepada pihak sekolah SMPN 2 Kurun untuk proyek pekerjaan pembangunan ruang kelas dan ruang laboratorium IPA di sekolah tersebut.

Alloysius mengatakan bahwa pada saat terdakwa Wandra dan Imanuel Nopri melakukan kunjungan ke sekolahnya untuk melihat pekerjaan rehab ruang kelas tersebut, Wandra mengatakan agar kepala sekolah menyerahkan uang sebesar 10 persen dari nilai Anggaran DAK fisik yang diterima sekolah kepada pihak Disdikpora.

“Pak Wandra bilang begini ke saya, pak Alloy nanti kalau pembayaran tahap 3 sudah cair, kewajiban untuk 10 persen kepala sekolah untuk dinas itu diserahkan langsung oleh kepala sekolah,” kata Allloysius lagi yang kemudian menanyakan kepada Wandra kepada siapa uang tersebut akan diberikan.

Wandra kemudian menyuruh Alloysius untuk menyerahkan uang jatah dinas tersebut kepada Imanuel Nopri.

Alloysius mengatakan bahwa pihak sekolahnya akhirnya menyerahkan uang Rp40 juta kepada Disdikpora Gumas. Penyerahan dana itu sendiri diserahkan oleh Efron Tuah yakni kepala tukang yang mengerjakan pekerjaan rehab di SMPN Satu Atap 2 Tewah.

Alloysius juga mengakui bahwa ada anggaran sebesar 5 persen dari anggaran dana Dak Fisik yang diterima sekolah khusus diberikan untuk pihak sekolah dari penerima dana Dak  tersebut.

Baca Juga :  Bandara Tjilik Riwut Sepi

“Itu disampaikan oleh pak Nopri pada waktu penanda tanganan MoU sekitar tanggal 6 April 2020,” ujar saksi.

Anggaran sebesar 5 persen untuk sekolah itu sendiri diakui Alloysius telah dikembalikan kepada negara. Pengembalian dana tersebut dilakukan setelah pihak Kejari Gumas menyuruh para kepala sekolah penerima dana DAK tersebut untuk mengembalikan dana tersebut.

“Kepala kejaksaan yang dulu (pejabat lama) bilang pokoknya kalian harus kembalikan yang 5 persen,” kata Allloysius ketika ditanyakan oleh ketua majelis hakim Achmad Peten Sili alasan para kepala sekolah mengembalikan dana tersebut.

“Enak sekali kerja kalian kenapa kalian juga tidak jadi tersangka, sudah menerima bisa ngembali tapi tidak jadi tersangka, ada yang bisa menerima juga ngembali tapi malah jadi tersangka, suka suka dong siapa yang mau jadi tersangka, gitu ya,” kata ketua majelis hakim kepada saksi ini.

Baca Juga :  NU-Muhammadiyah Juga Tolak Investasi Miras

“Gak tahu saya,” jawab saksi menanggapi perkataan ketua majelis hakim.

Proyek pekerjaan rehab ruang kelas di SMPN Satu Atap Tewah itu sendiri dikatakan Alloysius telah selesai seratus persen dan ruang kelas itu bisa digunakan sampai saat ini.

Sementara Sumardi yang merupakan kepala sekolah di SMPN 2 Kurun juga membenarkan adanya permintaan uang yang dilakukan oleh Imanuel nopri.

“Saya ada menyerahkan uang Rp81 juta kepada pak Nopri,” kata Sumardi yang terdengar gugup ketika memberikan kesaksiannya. Sumardi mengatakan bahwa penyerahan uang tersebut dilakukan pada akhir bulan Desember 2020. Uang sebanyak itu merupakan uang jatah 10 persen yang diminta oleh pihak dinas Disdikpora kepada pihak sekolah SMPN 2 Kurun untuk proyek pekerjaan pembangunan ruang kelas dan ruang laboratorium IPA di sekolah tersebut.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/