Jumat, November 22, 2024
24.1 C
Palangkaraya

Adu Kuat Bukti Kepemilikan Tanah di Menteng

PALANGKA RAYA-Saling klaim kepemilikan lahan di Jalan Jintan dan Pramuka masih berlanjut. Pihak Kelurahan Menteng terpaksa turun tangan memediasi kedua belah pihak yang sama-sama mengklaim sebagai pemilik tanah yang sah. Dalam forum mediasi tersebut, mereka saling adu kuat bukti kepemilihan tanah. Mediasi dilaksanakan di Aula Kantor Kelurahan Menteng, Kamis (2/2/2023).

Dalam forum mediasi tersebut, kedua belah pihak sama-sama menunjukkan bukti kuat untuk memvalidasi klaimnya. Dari pihak warga diwakili kuasa hukum Akhmad Taufik dan pihak pengklaim tanah Singkang W Kesuma. Selain itu juga hadir perwakilan dari instansi terkait untuk memberikan saran serta masukan agar masalah tersebut bisa segera diselesaikan.

Dalam forum itu kedua belah pihak saling menunjukkan bukti. Bukti surat-menyurat dan tanda hitam di atas putih saling dijelaskan oleh kedua belah pihak. Selaku pihak pelapor, dalam forum itu Akhmad Taufik sebagai pengacara warga dipersilakan untuk lebih dahulu menjabarkan bukti kepemilikan warga atas tanah yang diklaim oleh Singkang.

Ia pun menjelaskan asal usul tanah warga yang berada di Jalan Pramuka, Jalan Jintan, Jalan Antasari, Jalan Merica, Jalan Yos Soedarso IX. Sambil menampilkan tiga buah baliho berisi bukti surat menyurat kepemilikan, Taufik menjelaskan bahwa dasar kepemilikan warga di RT 03 yang meliputi lokasi Jalan Jintan, Jalan Merica, Jalan Antasari, dan G Obos IX adalah surat tanah yang terbit pada tahun 1982 yaitu dasar kepemilikannya oleh orang bernama Ardjan Bajau.

“Dalam surat ini diperlihatkan bahwa perbatasan tanahnya mulai dari Masjid Raya sampai Yos Soedarso,” kata Taufik menjelaskan.

Baca Juga :  Madi Dituntut 8 Tahun Bui

Selanjutnya, kata Taufik, terdapat dalam surat tanah nomor 144 milik H Hapid yang mana sebelah utara dan sebelah timur juga berbatasan dengan tanah Ardjan Bajau. Dalam sebuah pernyataan H Hapid juga mengakui bahwa perbatasan tanah tersebut betul.

“Surat ini saya dapatkan waktu saya digugat secara pribadi oleh Singkang W Kesuma atas nama surat kuasa dari H Hapid tertanggal 31 Mei 2008. Lalu mengajukan surat ke BPN pada tanggal 2 Juni 2008,” katanya.

Taufik menyebut pada saat pasca kerusuhan tahun 2001, pada tahun 2002 tanah Sukarjo Ardjan Bajau dibagi-bagi dengan beberapa depa. “Dari pagar IAIN 70 Meter ke arah Yos Soedarso sepanjang 220 Meter ke arah G Obos IX itu serahkan kepada masyarakat,” katanya.

 

Tanah sepanjang 70 Meter itu kemudian dibagi-bagi lagi untuk dijual. “Dalam tanah itu ada atas nama Zaen Panalu, Sumber Dinata, dan banyak pejabat lainnya, H Ijay juga termasuk ada. Yang SKT-nya ini adalah tahun 2002, jadi warga masyarakat yang ada di sini merujum dari situ, SKT pembaruannya tahun 2002 yang sekarang sudah banyak beralih tangan,” katanya sambil menunjukkan surat-menyurat terkait.

Dari tanah 70 Meter itu juga, tanah seluas 54 meter×220 meter itu dijual kepada Akhmad Taufik atas nama Helni karena Akhmad Taufik telah kebanyakan membeli tanah atas namanya karena dirinya merupakan pengembang (developer). “Yang bersengketa sekarang ya tanah ini, yang lain nggak sengketa,” ucapnya.

Selain itu Taufik juga menyorot surat tanah milik Singkang yang ditandatangani oleh Lurah Menteng sebelumnya, yaitu Zein Panaru dan Sumberdinata. Dikatakannya, dalam Berita Acara Pemeriksaan Tanah Nomor 5 Tahun 1994, yang terbit pada 14 Maret 2007, surat itu, oleh Zein Panaru dan Sumberdinata sendiri, dalam surat pernyataan yang mereka tulis tanggal 24 Januari 2023 tidak pernah membuat surat tanah tersebut.

Baca Juga :  Ciptakan Nataru Aman dan Kondusif

“Jadi mereka berdua, lurah menteng sebelumnya itu, sudah menuliskan pernyataan bahwa mereka tidak pernah menuliskan surat itu,” jelasnya.

Maka dari itu, Taufik menegaskan jika memang Singkang sudah lama memiliki tanah sejak tahun 2000 dan lunas tahun 2007 sesuai pernyataannya itu, maka sudah barang tentu Singkang akan ribut lebih awal dengan warga. Sementara Singkang sendiri baru mulai mempermasalahkan kepemilikan tanah itu atas warga baru sejak tahun 2010. Terhitung sejak tahun itu Singkang sudah empat kali mempermasalahkan tanah warga di lingkungan tanah Jalan Pramuka dan Jalan Jintan.

Taufik menjelaskan pada waktu itu tanah di belakang masjid Raya Darussalam terdapat dua pemilik, yang satu adalah Sukarjo Ardjan Bajau yang surat tanahnya 1982, yang kedua adalah H Hapid dengan surat tanah 1984.

Ia juga menyoroti bahwa dalam tuntutan Singkang ke BPN luas tanah H Hapid sebesar 7,5 hektare sedangkan ke masyarakat menuntut 6,5 hekatre. “Sementara berdasarkan hasil survei tim BPN tanahnya H Hapid sudah tidak ada karena 80 persen diserahkan ke Masjid Raya, kemudian sisanya ke H Romli,” ujarnya.

Selanjutnya Singkang W Kesuma mengajak agar seluruh pihak dapat beradu data legalitas tanah yang sah.  “Kita bukan adu ngomong tapi adu data,” ucapnya.

PALANGKA RAYA-Saling klaim kepemilikan lahan di Jalan Jintan dan Pramuka masih berlanjut. Pihak Kelurahan Menteng terpaksa turun tangan memediasi kedua belah pihak yang sama-sama mengklaim sebagai pemilik tanah yang sah. Dalam forum mediasi tersebut, mereka saling adu kuat bukti kepemilihan tanah. Mediasi dilaksanakan di Aula Kantor Kelurahan Menteng, Kamis (2/2/2023).

Dalam forum mediasi tersebut, kedua belah pihak sama-sama menunjukkan bukti kuat untuk memvalidasi klaimnya. Dari pihak warga diwakili kuasa hukum Akhmad Taufik dan pihak pengklaim tanah Singkang W Kesuma. Selain itu juga hadir perwakilan dari instansi terkait untuk memberikan saran serta masukan agar masalah tersebut bisa segera diselesaikan.

Dalam forum itu kedua belah pihak saling menunjukkan bukti. Bukti surat-menyurat dan tanda hitam di atas putih saling dijelaskan oleh kedua belah pihak. Selaku pihak pelapor, dalam forum itu Akhmad Taufik sebagai pengacara warga dipersilakan untuk lebih dahulu menjabarkan bukti kepemilikan warga atas tanah yang diklaim oleh Singkang.

Ia pun menjelaskan asal usul tanah warga yang berada di Jalan Pramuka, Jalan Jintan, Jalan Antasari, Jalan Merica, Jalan Yos Soedarso IX. Sambil menampilkan tiga buah baliho berisi bukti surat menyurat kepemilikan, Taufik menjelaskan bahwa dasar kepemilikan warga di RT 03 yang meliputi lokasi Jalan Jintan, Jalan Merica, Jalan Antasari, dan G Obos IX adalah surat tanah yang terbit pada tahun 1982 yaitu dasar kepemilikannya oleh orang bernama Ardjan Bajau.

“Dalam surat ini diperlihatkan bahwa perbatasan tanahnya mulai dari Masjid Raya sampai Yos Soedarso,” kata Taufik menjelaskan.

Baca Juga :  Madi Dituntut 8 Tahun Bui

Selanjutnya, kata Taufik, terdapat dalam surat tanah nomor 144 milik H Hapid yang mana sebelah utara dan sebelah timur juga berbatasan dengan tanah Ardjan Bajau. Dalam sebuah pernyataan H Hapid juga mengakui bahwa perbatasan tanah tersebut betul.

“Surat ini saya dapatkan waktu saya digugat secara pribadi oleh Singkang W Kesuma atas nama surat kuasa dari H Hapid tertanggal 31 Mei 2008. Lalu mengajukan surat ke BPN pada tanggal 2 Juni 2008,” katanya.

Taufik menyebut pada saat pasca kerusuhan tahun 2001, pada tahun 2002 tanah Sukarjo Ardjan Bajau dibagi-bagi dengan beberapa depa. “Dari pagar IAIN 70 Meter ke arah Yos Soedarso sepanjang 220 Meter ke arah G Obos IX itu serahkan kepada masyarakat,” katanya.

 

Tanah sepanjang 70 Meter itu kemudian dibagi-bagi lagi untuk dijual. “Dalam tanah itu ada atas nama Zaen Panalu, Sumber Dinata, dan banyak pejabat lainnya, H Ijay juga termasuk ada. Yang SKT-nya ini adalah tahun 2002, jadi warga masyarakat yang ada di sini merujum dari situ, SKT pembaruannya tahun 2002 yang sekarang sudah banyak beralih tangan,” katanya sambil menunjukkan surat-menyurat terkait.

Dari tanah 70 Meter itu juga, tanah seluas 54 meter×220 meter itu dijual kepada Akhmad Taufik atas nama Helni karena Akhmad Taufik telah kebanyakan membeli tanah atas namanya karena dirinya merupakan pengembang (developer). “Yang bersengketa sekarang ya tanah ini, yang lain nggak sengketa,” ucapnya.

Selain itu Taufik juga menyorot surat tanah milik Singkang yang ditandatangani oleh Lurah Menteng sebelumnya, yaitu Zein Panaru dan Sumberdinata. Dikatakannya, dalam Berita Acara Pemeriksaan Tanah Nomor 5 Tahun 1994, yang terbit pada 14 Maret 2007, surat itu, oleh Zein Panaru dan Sumberdinata sendiri, dalam surat pernyataan yang mereka tulis tanggal 24 Januari 2023 tidak pernah membuat surat tanah tersebut.

Baca Juga :  Ciptakan Nataru Aman dan Kondusif

“Jadi mereka berdua, lurah menteng sebelumnya itu, sudah menuliskan pernyataan bahwa mereka tidak pernah menuliskan surat itu,” jelasnya.

Maka dari itu, Taufik menegaskan jika memang Singkang sudah lama memiliki tanah sejak tahun 2000 dan lunas tahun 2007 sesuai pernyataannya itu, maka sudah barang tentu Singkang akan ribut lebih awal dengan warga. Sementara Singkang sendiri baru mulai mempermasalahkan kepemilikan tanah itu atas warga baru sejak tahun 2010. Terhitung sejak tahun itu Singkang sudah empat kali mempermasalahkan tanah warga di lingkungan tanah Jalan Pramuka dan Jalan Jintan.

Taufik menjelaskan pada waktu itu tanah di belakang masjid Raya Darussalam terdapat dua pemilik, yang satu adalah Sukarjo Ardjan Bajau yang surat tanahnya 1982, yang kedua adalah H Hapid dengan surat tanah 1984.

Ia juga menyoroti bahwa dalam tuntutan Singkang ke BPN luas tanah H Hapid sebesar 7,5 hektare sedangkan ke masyarakat menuntut 6,5 hekatre. “Sementara berdasarkan hasil survei tim BPN tanahnya H Hapid sudah tidak ada karena 80 persen diserahkan ke Masjid Raya, kemudian sisanya ke H Romli,” ujarnya.

Selanjutnya Singkang W Kesuma mengajak agar seluruh pihak dapat beradu data legalitas tanah yang sah.  “Kita bukan adu ngomong tapi adu data,” ucapnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/