PALANGKA RAYA-Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat (Pemkesra) Setda Kalteng Kaspinor memimpin rapat pembahasan anggaran pemilihan kepala daerah (pilkada). Ia menyebut, sejak 2020 lalu pemprov sudah mengingatkan tiap kabupaten/kota soal penganggaran pilkada.
Sayangnya, selama ini ada kesalahan data di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pulpis. Bukan karena ketidakmampuan anggaran. Kesalahan data itu berdampak pada pengambilan keputusan. Menurutnya, kekeliruan tidak semestinya terjadi. Apalagi menyangkut anggaran.
“Saya sudah menyampaikan surat edaran dari Kemendagri, telah dinyatakan hal-hal yang berkenaan dengan anggaran itu urusannya wajib. Maka dari itu, harapannya pihak kabupaten/kota bisa memenuhi anggaran yang wajib itu,” ungkap mantan Kepala Bapedda Litbang Kalteng itu.
Berkaitan dengan usulan sharing pendanaan, dikatakannya bahwa pihak provinsi harus melihat terlebih dahulu kemampuan anggaran. Jika anggaran terbatas, maka perlu mengoptimalkan anggaran yang ada.
Terpisah, Komisioner KPU Kalteng Bidang Perencanaan, Data dan Informasi Wawan Wiraatmaja menjelaskan, penyediaan anggaran pilkada gubernur, bupati, maupun wali kota merupakan kewajiban dari pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. KPU merupakan pihak yang akan menggunakan anggaran tersebut setelah mendapat hibah yang ditetapkan sesuai dengan naskah perjanjian hibah daerah (NPHD). Namun sebelum NPHD disepakati, akan ada pembahasan terlebih dahulu perihal kebutuhan riil untuk penyelenggaraan pilkada di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Wawan menyebut bahwa anggaran yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Kapuas tidak bisa memenuhi usulan KPU Kapuas. Sehingga pihaknya bersurat ke pemprov untuk mendapatkan sharing anggaran yang lebih besar.
Sementara menyangkut Kabupaten Pulang Pisau, pihaknya tidak mendapatkan informasi yang benar dan lengkap terkait pemenuhan kebutuhan anggaran pilkada.
”Hal pertama yang kami catat, yakni DPRD Pulang Pisau mendapat informasi yang tidak tepat terkait realisasi anggaran pilkada tahun 2018. Kedua, Pemkab Pulpis dan DPRD tidak mendapatkan informasi yang tepat perihal pemenuhan kebutuhan anggaran 40 persen dan 60 persen. Kemudian, besaran anggaran yang disepakati atau yang akan diberikan oleh Pemkab Pulpis ternyata di bawah atau tidak sesuai kebutuhan KPU Pulang Pisau,” beber Wawan.
Padahal, lanjutnya, ada ketentuan bahwa ada kesepakatan bersama setelah pembasan anggaran antara KPU Pulpis dan Pemkab Pulpis.
“Mengenai permasalahan di Kapuas terkait sharing dana, tinggal menunggu tanggapan dari pemprov. Sebab kebutuhan itu harus dari KPU Kapuas atau KPU provinsi, harus dinyatakan secara jelas dan sesuai dengan apa yang harus disiapkan dalam pilkada. Selain itu, ada ketentuan penggunaannya,” tegas Wawan.
Sementara untuk Pulang Pisau sendiri, tutur Wawan, sebenarnya KPU provinsi sudah meminta KPU Pulpis untuk mencermati anggaran yang dibutuhkan. “Apakah memungkinkan terjadinya pengurangan atau tidak. Memang catatannya, ada yang berubah, awalnya Rp26 miliar kebutuhan, berubah menjadi Rp23,3 miliar. Namun angka itu masih di atas nominal yang bisa diberikan oleh Pemkab Pulang Pisau, yakni sebesar Rp22 miliar,” jelasnya.
“Nah, sekda sudah mengatakan, ketika disampaikan angka perubahan, catatannya bisa saja perubahan itu ternyata berakibat pada pengurangan dan akan menjadi perhatian peserta pilkada nantinya. Itu akan berpengaruh terhadap bahan kampanye atau alat peraga kampanye,” tambahnya.
Wawan menambahkan, dalam rapat Pemkab Pulpis sudah menyetujui untuk menambah anggaran pilkada dari Rp22 miliar menjadi Rp23,3 miliar, setelah mendengar penjelasan yang disampaikan KPU provinsi.
Wawan juga menyebut bahwa pembagian 40 persen di tahun 2023 dan 60 persen tahun 2024 telah diatur berdasarkan Peraturan Kemenangan Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2020.
“Jadi yang tertuang dalam permendagri itu wajib disiapkan oleh pemerintah kabupaten/kota. Intinya, pemenuhan anggaran pilkada merupakan kewajiban dari pemerintah daerah,” tegasnya. (irj/ce/ala)