Jumat, Mei 17, 2024
30.3 C
Palangkaraya

Pj Kades Bangkal dan Ketua Koperasi Kompak Menolak SHU

Realisasi Plasma Grup Best Agro Tak Sesuai Janji

PALANGKA RAYA-Konflik di Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan memang mereda setelah PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) berjanji merealisasikan ratusan hektare plasma sesuai tuntutan masyarakat. Sayangnya, perusahaan dari Grup Best Agro itu hanya memberikan janji manis. Realisasinya tidak sesuai kesepakatan awal.

Masyarakat yang tergabung dalam Koperasi Maju Bersama Bangkal, yang notabene merupakan koperasi yang dibentuk untuk menjalankan program kemitraan plasma, belum sepakat dengan keputusan tersebut. Termasuk luasan lahan yang dijanjikan tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat. Hal itu dibenarkan ketua koperasi dan Penjabat (Pj) Kepala Desa Bangkal.

Ketua Koperasi Maju Bersama Bangkal, Kuwi mengatakan, sementara waktu pihaknya masih belum bisa menjelaskan sisa hasil usaha (SHU) secara rinci, karena masih dalam proses hitung-hitungan. Maka pihaknya masih belum bisa menjelaskan SHU yang diserahkan secara simbolis pada hari itu. “Kalau SHU bukan begitu hitungannya,” ucapnya.

Ditanya terkait masih adanya warga yang menolak luasan lahan sebesar 443 hektare (ha) yang dijanjikan, Kuwi membenarkan itu. Bahkan ia menyebut pihaknya juga tidak setuju dengan keputusan pemerintah.

“Kami enggak setuju sebenarnya, tetapi karena diatur oleh pemerintah, kami ikuti. Jadi untuk sementara dana yang ada di rekening koperasi kami endapkan dulu, tidak kami bagikan karena permasalahannya belum jelas,” bebernya.

Menurut Kuwi, seharusnya pertemuan yang dilakukan di Aula Disbun Kalteng itu bisa menemukan kesepakatan, bukan langsung menerima. Ternyata tidak ada kesepakatan yang dijanjikan. Padahal, ketika sebelumnya dipanggil ke Palangka Raya untuk pertemuan di Disbun Kalteng, pihaknya pernah dijanjikan untuk membahas perihal kesepakatan tersebut.

“Masih tidak jelas penyelesaian masalahnya. Seharusnya hari ini (kemarin, red) kami menemukan kesepakatan, tetapi ternyata tidak ada,” ungkapnya.

Senada juga diungkapkan Pj Kepala Desa Bangkal, Susila Sri Wahyuni. Ia mengatakan, ketika dipanggil pertama kali untuk mengikuti pertemuan di Disbun Kalteng, pihaknya dijanjikan untuk membahas MoU, tidak langsung menerima SHU seperti yang terjadi kemarin.

“Melalui MoU itu kami baca, apakah uangnya sesuai. Pak Kuwi selaku ketua koperasi dan saya selaku pj kades tidak akan menerima, karena memang tidak sesuai dengan janji awal,” ujar Susila.

Menurut Susila, janji awal adalah realisasi luasan plasma sebesar 1.175 ha. Adapun 443 ha yang diserahkan hari itu merupakan pemberian awal yang murni plasma di atas lahan berstatus APL. Sisanya sekitar 732 ha menunggu selesai izin pelepasan status kawasan.

Baca Juga :  Efikasi Vaksin Bisa Menurun, Saatnya Vaksinasi Booster

Ditanya apakah anggota koperasi merepresentasikan masyarakat yang menolak termasuk keluarga korban, Susila dan Kuwi serentak menyebut masih belum. Namun pihaknya akan mendekatkan ke masyarakat apabila lahan seluas 1.175 ha sudah direalisasikan menjadi plasma sesuai tuntutan awal dari masyarakat.

“Tetapi kalau seperti ini, kami masyarakat Bangkal akan menolak semua, terus terang saja. Kami akan usahakan agar masyarakat mau lagi menjadi anggota koperasi, asalkan sesuai dengan yang dijanjikan kemarin, bukan seperti ini,” tegasnya.

Susila menambahkan, pada intinya jika masih dijanjikan demikian, masyarakat tetap akan menolak, karena tidak sesuai dengan tuntutan. “Pertemuan hari ini pun seharusnya membicarakan MoU, bukan langsung menerima,” tandasnya.

Di tempat yang sama, Direktur PT HMBP Robi Zulkarnain memilih irit bicara saat wartawan mencoba membujuknya untuk buka suara terkait realisasi plasma tersebut. Namun Robi tampak enggan meladeni awak media. “Saya koordinasi dahulu dengan pemda, kami menghormati mediasi yang sudah dilakukan, jadi kami ikut arahan dari pemda,” ucapnya.

Disinggung terkait banyaknya anggapan bahwa lahan seluas 1.175 ha itu berada di luar HGU milik PT HMBP, Robi tidak menjawab secara jelas. Ia hanya menyebut akan dikoordinasikan dengan pemda.

“Kami sudah melakukan semua kebijakan dengan mengikuti Undang-Undang Cipta Kerja, terima kasih ya,” tandasnya.

Sementara itu, Plt Kepala Dinas Perkebunan Kalteng H Rizky R Badjuri mengatakan, 443 ha lahan APL itu diserahkan kepada masyarakat dalam bentuk SHU. Menurut Rizky, solusi yang pihaknya tawarkan itu sudah menuju role model dari penyelesaian masalah yang ideal.

“Kemarin kami berjuang, ada tahapan dari satgas sawit yang melakukan penyelesaian untuk lahan di luar HGU. Kami dari daerah menunggu keputusan rekan-rekan dari pusat, pasti tidak akan lama lagi,” katanya.

Menurut Rizky, hasil penyelesaian masalah terkait lahan seluas 732 ha yang dituntut masyarakat untuk menjadi plasma itu ada di tangan satgas sawit. “Di sana ada Kementan, KLHK, kami tunggu dari bekerjanya semua ini, mudah-mudahan masyarakat bisa mendapat apa yang diharapkan,” tandasnya.

Seperti diketahui, Pemprov Kalteng melaksanakan kegiatan seremonial realisasi pembayaran sisa hasil usaha (SHU) oleh PT HMBP kepada Koperasi Maju Bersama Bangkal di Aula Dinas Perkebunan Kalteng, Selasa (5/12). Penyerahan itu dihadiri pemerintah provinsi, Pemkab Seruyan, manajemen PT HMBP, pengurus Koperasi Maju Bersama Bangkal, dan sebagian warga Desa Bangkal.

Baca Juga :  Anggaran Food Estate Harus Diawasi

Wakil Gubernur Kalteng H Edy Pratowo mengatakan, sudah ada 443 hektare (ha) lahan yang akan dikelola oleh masyarakat sebagai bagian dari kemitraan plasma. Ia mengklaim sudah ada titik temu dari semua pihak berdasarkan keinginan yang disampaikan.

“Yang selalu kami tekankan adalah bagaimana agar investasi bisa muncul dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat,” ucap Edy kepada wartawan usai kegiatan.

Menurutnya, memang ada gejolak-gejolak yang berpotensi menimbulkan konflik. Namun dengan prinsip musyawarah mufakat, diupayakan agar masalah yang ada bisa ada bisa ada solusi dan titik temu kesepakatan sejumlah pihak.

“Ke depannya jika ada masalah-masalah seperti ini, diharapkan bisa dimusyawarahkan dengan baik dan cepat direspons,” tuturnya.

Masyarakat menuntut agar perusahaan bisa merealisasikan kebun plasma seluas 1.175 ha di sekitar wilayah perusahaan. Sementara pemerintah menyebut baru bisa merealisasikan seluas 443 ha. Menurut Edy, pada akhirnya akan direalisasikan luas lahan yang sesuai tuntutan masyarakat, tetapi saat ini masih berproses.

“Masih berproses, masyarakat meminta SHU. Dari sini kami bagikan SHU sebanyak 627. Masih ada satgas sawit yang mempertimbangkan sisa luasan, karena statusnya masih dalam kawasan,” bebernya.

Selain pada lahan seluas 443 ha yang berstatus lokasi APL, lanut Edy, tidak tertutup kemungkinan 732 ha yang masih dalam kawasan HPK saat ini bisa dijadikan plasma setelah clean and clear, sehingga sesuai dengan tuntutan masyarakat seluas 1.175 ha. Namun, saat ini masih pada tahap pengusulan izin kepada Satgas Peningkatan Tata Kelola Kelapa Sawit.

“Itu sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 Tahun 2013 tentang Perizinan Usaha Perkebunan, bahwa tiap perusahaan yang memiliki wilayah kerja 250 ha lebih wajib membangun plasma sebesar 20 persen dari kebun inti,” jelasnya.

Edy menjelaskan, kegiatan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat dengan pola bagi hasil pendapatan atau dana alokasi plasma (DAP) atau sisa hasil usaha (SHU) oleh PT HMBP itu diharapkan menjadi solusi untuk menjembatani kepentingan masyarakat sekitar perusahaan itu, sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat dan investasi tetap berjalan lancar.

Hasil pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang dikelola PT HMBP seluas kurang lebih 443 ha yang merupakan lokasi APL, ujar Edy, disisihkan sebesar Rp650.000 per ha, sehingga jika ditotalkan berjumlah Rp287.950.000. Jumlah itu yang dapat diserahkan kepada masyarakat melalui Koperasi Maju Bersama Bangkal tiap bulannya, sebagaimana yang ditetapkan melalui surat keputusan (SK) Bupati Seruyan. (dan/ce/ala)

PALANGKA RAYA-Konflik di Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan memang mereda setelah PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) berjanji merealisasikan ratusan hektare plasma sesuai tuntutan masyarakat. Sayangnya, perusahaan dari Grup Best Agro itu hanya memberikan janji manis. Realisasinya tidak sesuai kesepakatan awal.

Masyarakat yang tergabung dalam Koperasi Maju Bersama Bangkal, yang notabene merupakan koperasi yang dibentuk untuk menjalankan program kemitraan plasma, belum sepakat dengan keputusan tersebut. Termasuk luasan lahan yang dijanjikan tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat. Hal itu dibenarkan ketua koperasi dan Penjabat (Pj) Kepala Desa Bangkal.

Ketua Koperasi Maju Bersama Bangkal, Kuwi mengatakan, sementara waktu pihaknya masih belum bisa menjelaskan sisa hasil usaha (SHU) secara rinci, karena masih dalam proses hitung-hitungan. Maka pihaknya masih belum bisa menjelaskan SHU yang diserahkan secara simbolis pada hari itu. “Kalau SHU bukan begitu hitungannya,” ucapnya.

Ditanya terkait masih adanya warga yang menolak luasan lahan sebesar 443 hektare (ha) yang dijanjikan, Kuwi membenarkan itu. Bahkan ia menyebut pihaknya juga tidak setuju dengan keputusan pemerintah.

“Kami enggak setuju sebenarnya, tetapi karena diatur oleh pemerintah, kami ikuti. Jadi untuk sementara dana yang ada di rekening koperasi kami endapkan dulu, tidak kami bagikan karena permasalahannya belum jelas,” bebernya.

Menurut Kuwi, seharusnya pertemuan yang dilakukan di Aula Disbun Kalteng itu bisa menemukan kesepakatan, bukan langsung menerima. Ternyata tidak ada kesepakatan yang dijanjikan. Padahal, ketika sebelumnya dipanggil ke Palangka Raya untuk pertemuan di Disbun Kalteng, pihaknya pernah dijanjikan untuk membahas perihal kesepakatan tersebut.

“Masih tidak jelas penyelesaian masalahnya. Seharusnya hari ini (kemarin, red) kami menemukan kesepakatan, tetapi ternyata tidak ada,” ungkapnya.

Senada juga diungkapkan Pj Kepala Desa Bangkal, Susila Sri Wahyuni. Ia mengatakan, ketika dipanggil pertama kali untuk mengikuti pertemuan di Disbun Kalteng, pihaknya dijanjikan untuk membahas MoU, tidak langsung menerima SHU seperti yang terjadi kemarin.

“Melalui MoU itu kami baca, apakah uangnya sesuai. Pak Kuwi selaku ketua koperasi dan saya selaku pj kades tidak akan menerima, karena memang tidak sesuai dengan janji awal,” ujar Susila.

Menurut Susila, janji awal adalah realisasi luasan plasma sebesar 1.175 ha. Adapun 443 ha yang diserahkan hari itu merupakan pemberian awal yang murni plasma di atas lahan berstatus APL. Sisanya sekitar 732 ha menunggu selesai izin pelepasan status kawasan.

Baca Juga :  Efikasi Vaksin Bisa Menurun, Saatnya Vaksinasi Booster

Ditanya apakah anggota koperasi merepresentasikan masyarakat yang menolak termasuk keluarga korban, Susila dan Kuwi serentak menyebut masih belum. Namun pihaknya akan mendekatkan ke masyarakat apabila lahan seluas 1.175 ha sudah direalisasikan menjadi plasma sesuai tuntutan awal dari masyarakat.

“Tetapi kalau seperti ini, kami masyarakat Bangkal akan menolak semua, terus terang saja. Kami akan usahakan agar masyarakat mau lagi menjadi anggota koperasi, asalkan sesuai dengan yang dijanjikan kemarin, bukan seperti ini,” tegasnya.

Susila menambahkan, pada intinya jika masih dijanjikan demikian, masyarakat tetap akan menolak, karena tidak sesuai dengan tuntutan. “Pertemuan hari ini pun seharusnya membicarakan MoU, bukan langsung menerima,” tandasnya.

Di tempat yang sama, Direktur PT HMBP Robi Zulkarnain memilih irit bicara saat wartawan mencoba membujuknya untuk buka suara terkait realisasi plasma tersebut. Namun Robi tampak enggan meladeni awak media. “Saya koordinasi dahulu dengan pemda, kami menghormati mediasi yang sudah dilakukan, jadi kami ikut arahan dari pemda,” ucapnya.

Disinggung terkait banyaknya anggapan bahwa lahan seluas 1.175 ha itu berada di luar HGU milik PT HMBP, Robi tidak menjawab secara jelas. Ia hanya menyebut akan dikoordinasikan dengan pemda.

“Kami sudah melakukan semua kebijakan dengan mengikuti Undang-Undang Cipta Kerja, terima kasih ya,” tandasnya.

Sementara itu, Plt Kepala Dinas Perkebunan Kalteng H Rizky R Badjuri mengatakan, 443 ha lahan APL itu diserahkan kepada masyarakat dalam bentuk SHU. Menurut Rizky, solusi yang pihaknya tawarkan itu sudah menuju role model dari penyelesaian masalah yang ideal.

“Kemarin kami berjuang, ada tahapan dari satgas sawit yang melakukan penyelesaian untuk lahan di luar HGU. Kami dari daerah menunggu keputusan rekan-rekan dari pusat, pasti tidak akan lama lagi,” katanya.

Menurut Rizky, hasil penyelesaian masalah terkait lahan seluas 732 ha yang dituntut masyarakat untuk menjadi plasma itu ada di tangan satgas sawit. “Di sana ada Kementan, KLHK, kami tunggu dari bekerjanya semua ini, mudah-mudahan masyarakat bisa mendapat apa yang diharapkan,” tandasnya.

Seperti diketahui, Pemprov Kalteng melaksanakan kegiatan seremonial realisasi pembayaran sisa hasil usaha (SHU) oleh PT HMBP kepada Koperasi Maju Bersama Bangkal di Aula Dinas Perkebunan Kalteng, Selasa (5/12). Penyerahan itu dihadiri pemerintah provinsi, Pemkab Seruyan, manajemen PT HMBP, pengurus Koperasi Maju Bersama Bangkal, dan sebagian warga Desa Bangkal.

Baca Juga :  Anggaran Food Estate Harus Diawasi

Wakil Gubernur Kalteng H Edy Pratowo mengatakan, sudah ada 443 hektare (ha) lahan yang akan dikelola oleh masyarakat sebagai bagian dari kemitraan plasma. Ia mengklaim sudah ada titik temu dari semua pihak berdasarkan keinginan yang disampaikan.

“Yang selalu kami tekankan adalah bagaimana agar investasi bisa muncul dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat,” ucap Edy kepada wartawan usai kegiatan.

Menurutnya, memang ada gejolak-gejolak yang berpotensi menimbulkan konflik. Namun dengan prinsip musyawarah mufakat, diupayakan agar masalah yang ada bisa ada bisa ada solusi dan titik temu kesepakatan sejumlah pihak.

“Ke depannya jika ada masalah-masalah seperti ini, diharapkan bisa dimusyawarahkan dengan baik dan cepat direspons,” tuturnya.

Masyarakat menuntut agar perusahaan bisa merealisasikan kebun plasma seluas 1.175 ha di sekitar wilayah perusahaan. Sementara pemerintah menyebut baru bisa merealisasikan seluas 443 ha. Menurut Edy, pada akhirnya akan direalisasikan luas lahan yang sesuai tuntutan masyarakat, tetapi saat ini masih berproses.

“Masih berproses, masyarakat meminta SHU. Dari sini kami bagikan SHU sebanyak 627. Masih ada satgas sawit yang mempertimbangkan sisa luasan, karena statusnya masih dalam kawasan,” bebernya.

Selain pada lahan seluas 443 ha yang berstatus lokasi APL, lanut Edy, tidak tertutup kemungkinan 732 ha yang masih dalam kawasan HPK saat ini bisa dijadikan plasma setelah clean and clear, sehingga sesuai dengan tuntutan masyarakat seluas 1.175 ha. Namun, saat ini masih pada tahap pengusulan izin kepada Satgas Peningkatan Tata Kelola Kelapa Sawit.

“Itu sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 Tahun 2013 tentang Perizinan Usaha Perkebunan, bahwa tiap perusahaan yang memiliki wilayah kerja 250 ha lebih wajib membangun plasma sebesar 20 persen dari kebun inti,” jelasnya.

Edy menjelaskan, kegiatan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat dengan pola bagi hasil pendapatan atau dana alokasi plasma (DAP) atau sisa hasil usaha (SHU) oleh PT HMBP itu diharapkan menjadi solusi untuk menjembatani kepentingan masyarakat sekitar perusahaan itu, sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat dan investasi tetap berjalan lancar.

Hasil pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang dikelola PT HMBP seluas kurang lebih 443 ha yang merupakan lokasi APL, ujar Edy, disisihkan sebesar Rp650.000 per ha, sehingga jika ditotalkan berjumlah Rp287.950.000. Jumlah itu yang dapat diserahkan kepada masyarakat melalui Koperasi Maju Bersama Bangkal tiap bulannya, sebagaimana yang ditetapkan melalui surat keputusan (SK) Bupati Seruyan. (dan/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/