PALANGKA RAYA-Organisasi dokter dan tenaga kesehatan (nakes) beraudiensi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalteng, Senin (8/5). Mereka mendesak penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang dinilai bisa menimbulkan kriminalisasi terhadap para tenaga kesehatan saat bertugas.
Aspirasi tersebut disampaikan organisasi yang terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Audiensi dipimpin langsung Ketua DPRD Kalteng Wiyatno, didampingi anggota DPRD dari Komisi III Siti Nafsiah, Duwel Rawing, dan Siswandi. Turut hadiri wakil rakyat dari Komite III DPD RI utusan Kalteng Habib Abdurrahman Said Ismail dan Kepala Dinas Kesehatan Kalteng Suyuti.
Dalam kesempatan itu, Ketua IDI Kalteng dr Mikko menyampaikan bahwa RUU Kesehatan Omnibus Law berpotensi menimbulkan kriminalisasi terhadap tenaga kesehatan dalam menjalankan tugas.
“Kami menuntut terkait kriminalisasi pelayanan, kami berharap tetap dilindungi selama memberikan pelayanan, tidak bisa dikriminalisasi oleh pasien,” ucap dr Mikko, kemarin.
Ancaman kriminalisasi tersebut tercantum dalam pasal 462, yang menyebutkan bahwa tenaga kesehatan dapat dipidana jika melakukan kelalaian.
“Kalau tidak salah dalam pasal 462 tertulis; tenaga kesehatan bisa dipidana jika melakukan kelalaian. Mengenai poin kelalaian itu, yang namanya kematian dan cedera pasien, masih dalam tanda petik. Jadi pasal itu perlu dikaji ulang,” katanya.
Atas dasar itulah para tenaga kesehatan mendesak penghentian pembahasan RUU Kesehatan.
Wiyatno mengaku turut prihatin dengan yang disampaikan para tenaga kesehatan. Ia juga mendengar keluhan para dokter perihal adanya rasa kewaspadaan tenaga kesehatan apabila UU tersebut disahkan, karena ada potensi kriminalisasi terhadap para tenaga kesehatan.
“Tentu kami juga prihatin dan memahami apa yang mereka sampaikan, bagaimana mereka merasa takut jik sampau undang-undang itu disahkan, ada ancaman kriminalisasi bagi mereka, dan apabila itu terjadi, tentu masyarakat juga akan dirugikan, misalnya ada dokter yang enggan membantu atau memberi pelayanan karena adanya kekhawatiran akan dipidana,” tegas Wiyatno.
Wiyatno menyebut pihaknya akan mengupayakan untuk menyampaikan dan meneruskan aspirasi tersebut ke pusat (DPR RI). Selain tuntutan penundaan atau dibatalkan rancangan, para nakes juga meminta perlindungan hukum selama melaksanakan tugas.
“Semoga Senin depan aspirasi itu sudah bisa kami sampaikan langsung ke pusat, banyak aspirasi maupun usul dan saran yang kami serap dari mereka, salah satunya meminta perlindungan hukum selama mereka melaksanakan tugas sebagai tenaga kesehatan,” ungkapnya.
Wiyatno menjelaskan, pemerintah provinsi juga punya perhatian lebih untuk sektor kesehatan di Bumi Tambun Bungai. Salah satunya melalui pembangunan rumah sakit baru di Kecamatan Hanau, yang mana proyek pembangunannya membutuhkan biaya sekitar Rp200 miliar. (irj/ce/ala)