PALANGKA RAYA-Sidang pembuktian gugatan perkara pilkada Kabupaten Barito Utara (Batara) digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (8/5/2025).
Dalam persidangan ini, pihak pemohon, termohon, maupun pihak terkait menghadirkan saksi dan ahli masing-masing. Selama proses sidang, saksi dari peserta pilkada mengakui telah menerima sejumlah uang menjelang coblosan atau pemungutan suara ulang (PSU).
Pihak pemohon, H Gogo Purman Jaya-Hendro Nakalelo (Gogo-Helo), menghadirkan Prof Aswanto sebagai saksi ahli dan menyampaikan beberapa hal.
“Berdasarkan asas, tentu menolak segala bentuk penyimpangan-penyimpangan, termasuk politik uang,” kata Prof Aswanto.
Aswanto menyebut telah terjadi politik uang saat PSU di Batara. Hal itu tidak bisa disangkal, karena telah keluar putusan pengadilan. Aswanto mengatakan, dengan adanya penyimpangan itu, maka akan berpengaruh pada legitimasi terpilihnya seorang pemimpin.
Menurutnya, ukuran keberhasilan pilkada bukan pada terpilihnya seorang pemimpin, tetapi pada prinsip dan asas serta tahapan yang berjalan semestinya, karena berkaitan dengan demokrasi dan integritas penyelanggarakan pemilu.
“Untuk menjaga demokrasi dan melindungi hak konstitusional warga negara, maka MK tidak melegitimasi hasil kecurangan,” tegasnya.
Sedangkan ahli yang dihadirkan pihak terkait, Ahmad Gunadi-Sastra Jaya (Agi-Saja), yakni Prof Topo.
Dalam sidang, Topo mengatakan penyelesaian politik uang melalui proses perkara pidana dan penyelesaian pelanggara administrasi pemilihan.
Ia menyinggung soal penyelesaian politik uang di Batara yang diproses bukan melalui perkara pidana tetapi melalui badan administrasi pemilihan, Bawaslu.
Ia berpendapat, penyelesaian politik uang melalui proses perkara pidana berbeda dan terpisah dengan proses penyelesaian secara administrasi pemilihan oleh Bawaslu provinsi dan Bawaslu kabupaten/kota, serta proses penyelesaian melalui perselisihan hasil pemilihan.
Dengan demikian, jika dalam suatu perkara pidana pilkada terdapat keputusan mengenai terbuktinya seseorang atau beberapa orang yang diduga adalah tim dari salah satu pasangan calon, maka dalam konteks hukum pidana merupakan pertanggungjawaban pidana individual terdakwa atau para terdakwa.
Selanjutnya, keterangan disampaikan saksi pemohon, Santi Parida Dewi, yang terdaftar sebagai pemilih di TPS 01 Melayu.
Ia mengaku telah diperintah oleh salah satu korlap pasangan Agi-Saja, Rusma Liana, untuk mengumpulkan KTP anggota keluarganya pada 20 Desember 2024.
“Dari tanggal 20 Desember hingga 24 Desember 2024 saya terus dihubungi yang bersangkutan melalui telepon, bahkan sampai mendatangi lapak dagang saya,” tutur Santi.
Ia mengatakan, Rusma meminta KTP untuk keperluan PSU. Karena merasa takut, akhirnya ia mengumpulkan KTP anggota keluarganya dengan jumlah 4 orang.
Setelah mengumpulkan KTP, Santi diajak ke rumah Hj Merry di Jalan Bangau, yang merupakan bibi dari calon bupati, Ahmad Gunadi. Di rumah itu, ia juga bertemu Jimmy Carter.
Kemudian, Santi membantu Antayana (orang kepercayaan Hj Merry) menemukan namanya dalam DPT untuk dicontreng.
“Ada 64 nama yang telah dicontreng dalam DPT itu, sedangkan yang belum dicontreng sekitar 500 orang,” bebernya.
Santi sempat menanyakan maksud dari tanda contreng itu. Kemudian, Antayana menjelaskan bahwa tanda itu adalan orang-orang yang telah menerima uang.
“Setelah itu, saya menerima amplop yang di atasnya ditaruh KTP saya, lalu difoto,” tutur Santi.
Ia mengaku mendapatkan tiga amplop sesuai jumlah KTP yang diserahkan. Tiap amplop berisikan uang senilai satu juta rupiah.
“Kalau ada PSU, ada tambahan (uang). Kalau tidak, ini menjadi sedekah,” kata Santi menirukan ucapan Antayana saat itu.
Santi pun melanjutkan keterangan. Ia mengatakan, pada 28 Februari 2025, ia bersama suami dan anaknya mendatangi rumah Nadalsyah di Jalan Semoga Indah.
Di sana ia melihat lebih 30 orang yang hadir dan bertemu dengan Nadalsyah dan Ahmad Gunadi.
“Ada Pak Ahmad Gunadi di rumah Nadalsyah, ayah kandungnya,” ucapnya.
Pada kesempatan itu, ia menerima amplop berisi uang sebesar 5 juta rupiah, dengan jumlah tiga amplop.
Kemudian, ia diarahkan Nadalsyah untuk datang ke TPS 01 Melayu pada 22 Maret 2025 untuk mencoblos. Lalu, pada 14 Maret 2025, Santi mendapat lagi uang sebanyak 10 juta rupiah. Saat itu ia datang bersama suami dan anaknya.
“Pertama 3 juta, kedua 15 juta, dan terakhir 30 juta, itu untuk kami tiga orang,” bebernya.
Meski begitu, Santi mengaku tidak terpengaruh dengan pemberian uang itu. Ia menentukan pilihan sesuai kata hati.
Sementara itu, saksi kedua yang dihadirkan pemohon bernama Lala Mariska. Ia merupakan salah satu dari sembilan orang yang diamankan Gakkumdu saat penggerebekan pada 14 Maret 2025, karena terlibat membagikan uang.
Beberapa hari sebelum penggerebekan itu, Widiana Tri Wibowo mengajaknya untuk mengikuti briefing di rumah Hj Merry, Jalan Bangau. Di rumah tersebut ada lebih dari 20 orang.
Lalu, datanglah rombongan Ahmad Gunadi dan Sastrajaya. Ia diarahkan oleh seorang laki-laki, termasuk calon wakil bupati Sastra Jaya, untuk mengikuti breafing.
“Dalam breafing itu, kami diarahkan untuk membagikan uang dan takjil, dengan tugas dan tempat yang berbeda-beda,” tuturnya.
Ia mendapat peran sebagai tim penggeladah orang dan berhasil menggeladah sekitar 50-an orang.
“Tanggal 14 Maret 2025, saya datang pagi-pagi untuk bertemu Meki Milen, Radi Irawan, Ghazali Rahman, Tajali Rahman, dan Gilang Ramadhan yang berada dalam ruang khusus tempat pembagian uang itu,” katanya.
Menurutnya, yang membagikan uang adalah M Al-Ghazali Rahman, Tajali Rahman, dan Gilang Ramadhan. Nama M Al-Ghazali Rahman dan Gilang Ramadhan tercantum pada SK tim pemenangan paslon Agi-Saja.
“Tidak lama kemudian, terjadi penggerebekan oleh masyarakat dan aparat kepolisian,” ungkapnya.
Ia mengaku bahwa pihak kepolisian menemukan uang sebanyak 250 juta rupiah dan spesimen surat suara bergambar Ahmad Gunadi-Satra Jaya, daftar nama sebanyak dua lembar, dan satu lembar kertas bertulis tangan.
Kesaksian pihak pemohon juga disampaikan Indra Tamara. Ia menerangkan, ada pembagian uang senilai 5 juta rupiah di kebun sawit Km 14, Desa Malawaken, pada 2 Maret 2025.
“Kalau di Malawaken itu banyak yang menerima 15 juta rupiah,” kata Indra.
Dari pihak termohon, KPU Barito Utara menghadirkan dua saksi, yakni Roya Izmi dan Paisal Rahman. Keduanya merupakan komisioner KPU Batara.
Majelis hakim meminta Roya Izmi untuk menjelaskan soal kesaksian KPU Batara pada persidangan di Pengadilan Negeri Barito Utara.
Sedangkan, Paisal Rahman menjelaskan soal proses pemilihan di TPS 04 Desa Malawaken yang berjalan aman dan lancar. Ia juga menyebut bukan ranah KPU untuk menangani masalah politik uang.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua KPU Batara Siska Dewi Lestari juga membenarkan bahwa pada 18 Maret 2025, pihaknya pernah ditanya oleh kepolisian soal nama-nama pemilih dalam DPT TPS 01 Melayu.
“Setelah kami croscek, betul semua nama itu terdaftar dalam DPT TPS 01 Melayu,” ucapnya.
Siska juga menyanggah pernyataan bahwa pihaknya pernah mengeluarkan spesimen surat suara untuk pasangan calon.(irj/ala)