PALANGKA RAYA-Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kalteng Ristia Herani Dewi mengatakan, penanganan bangunan yang ditetapkan sebagai cagar budaya dan objek diduga cagar budaya (ODCB) memiliki aturan perlakuan dan penanganan khusus apabila ingin dilakukan proses revitalisasi serta rekonstruksi atau rehabilitasi terhadap bangunan yang dianggap bersejarah.
Proses terpenting dalam penanganan bangunan yang dianggap memiliki nilai sejarah adalah pendataan yang benar dan detail terhadap objek bangunan tersebut. Misalnya, melakukan pengukuran ulang terhadap panjang dan lebar bangunan, ketinggian bangunan, konstruksi atau struktur bangunan, material yang digunakan, serta data lain yang dianggap penting.
“Contoh saja material untuk atap, dinding, plafon, atau lantai, dan lain-lain, itu semua harus didata dengan betul,” terangnya lagi
“Jadi tidak boleh sembarangan dalam memperlakukan bangunan atau ODCB,” kata wanita bergelar sarjana arsitektur lulusan Unika Soegijapranata, Semarang tahun 1999.
Disebutkan Ristia, istilah arsitektur yang digunakan untuk perubahan bangunan ODCB adalah revitalisasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi. “Kalau istilah itu diubah, kayaknya kurang pas,” ujarnya lagi .
Aturan terkait bangunan yang termasuk dalam kategori ODCB sudah diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Tertera dalam pasal itu bahwa benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang atas dasar penelitian memiliki arti khusus bagi masyarakat atau bangsa Indonesia, tapi tidak memenuhi kriteria cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam pasal sebelumnya, masih dapat diusulkan sebagai cagar budaya.