PALANGKA RAYA-Pemadangan tidak biasa terlihat di SDN 6 Palangka, Senin pagi (8/7). Ada murid bersama orang tua datang terlalu pagi pada hari pertama sekolah. Meski jam masuk sekolah pukul 07.00 WIB, orang tua bersama sang anak sudah datang ke sekolah sejak pukul 05.30 WIB atau satu jam lebih awal.
“Kasihan anak-anak kalo datangnya terlalu pagi, mereka belum sadar secara penuh, udah disuruh siap-siap berangkat sekolah, kita sudah sampaikan bahwa jam masuk itu pukul 07.00 WIB, usahakan pukul 6.30 WIB anak sudah berada di lingkungan sekolah, jadi enggak perlu datang terlalu pagi, kursi yang tersedia sudah lebih dari cukup, tidak akan kurang,” kata Kepala SDN 6 Palangka Bayer, kemarin.
Dikatakan Bayer, tiap murid baru memiliki karakter masing-masing. Perlu beradaptasi dengan lingkungan baru di sekolah. Bayer mengatakan, jika di Taman Kanak-Kanak (TK) lebih cenderung belajar sambil bermain, maka peralihan dari TK ke SD harus dilakukan dengan taktik atau strategi tertentu, agar murid tidak kaget dengan situasi di lingkungan baru.
Selama tiga hari orang tua diizinkan untuk masuk ke lingkungan sekolah untuk mendampingi anak masing-masing. Namun hari keempat dan seterusnya orang tua hanya boleh mengantar sampai gerbang sekolah.
“Tiga hari orang tua boleh masuk, karena biasanya ada anak yang enggak mau lepas dari orang tua, boleh juga ikut duduk di kelas, nanti di rumah orang tua bisa ngasih tahu anaknya bahwa bapak atau ibu tidak bisa ikut masuk ke dalam kelas, ketika si murid sudah bisa lepas dari orang tua, di situlah guru harus bisa mengondisikan anak-anak untuk bisa tenang, perlahan membiasakan mereka untuk mulai berfikir bahwa sekarang bukan TK lagi, tentunya dengan trik atau cara-cara khusus,” jelasnya.
Masa pengenalan SDN 6 Palangka dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) selama tiga hari yakni dari Senin hingga Rabu. Selama tiga hari itu, kegiatan akan dimulai pukul 07.00 WIB hingga 9.00 WIB.
Pada hari pertama akan ada sesi pengenalan oleh guru atau wali kelas masing-masing. Murid baru akan diajak untuk mengenal lingkungan sekolah, terutama mengenal wali kelasnya. Hari kedua adalah kegiatan tur keliling sekolah, dilanjutkan memperkenalkan diri masing-masing dengan dipandu wali kelas. Pada hari kedua itu, ada beberapa atribut yang harus dibawa oleh murid baru. Murid perempuan harus menggunakan pita merah di sisi kanan dan putih di sisi kiri. Sedang murid laki-laki menggunakan pita merah putih yang diikat di kepala. Itu dilakukan agar murid tidak kaget dengan lingkungan sekolah. Kemudian di hari ketiga, dengan memakai aksesori atau atribut yang sama seperti hari kedua, para murid baru akan diajak untuk bermain edukasi di ruang terbuka.
Sedangkan tahap kedua disebut sebagai masa transisi kelas 1A dan 1B, yang akan berlangsung selama tiga hari, yakni dari Kamis hingga Senin pekan berikutnya, karena hari Sabtu Minggu libur. Bayer menjelaskan, masa transisi adalah waktu untuk mengajarkan murid baru tentang pola belajar baru. Seperti hari pertama, pagi hari dari pukul 07.00 WIB hingga 08.45 WIB akan dilakukan kegiatan lapangan seperti bermain (melompat, berlari, dan lainnya). Setelah itu dilakukan dengan bermain sembari belajar menggunakan simbol dan gambar lambang Pancasila, hingga pukul 10.45 WIB.
Hari selanjutnya, murid baru akan mendapatkan pembelajaran berupa senam sehat bersama, pembelajaran agama, dan projek penguatan profil pelajar Pancasila (P5). Kemudian, pada hari Seninnya, murid baru akan mulai proses belajar mengajar yang normal. Dimulai dengan upacara bendera dan dilakukan dengan pembelajaran di kelas.
Di sisi lain, pada hari pertama sekolah, tak sedikit orang tua yang setia menunggui dan menemani anak mereka. Salah satunya Rusdiah, yang mengaku hanya akan menunggui anaknya pada hari pertama sekolah saja. Sebab, putra sulungnya juga berada di sekolah yang sama dengan sang adik. Jadi, ia bisa sedikit tenang memercayai sang kakak untuk menjaga adiknya selama berada di lingkungan sekolah. Ia tak merasa khawatir, karena sejak awal ibu tiga anak itu sudah mengajar putra keduanya itu untuk hidup mandiri ketika dirinya sedang tidak ada.
“Khawatir itu enggak, karena kebetulan ada kakaknya di kelas 5, jadi kalau ada apa-apa dia bisa langsung datangin kakaknya atau lapor ke guru, yang pasti saya ingatkan adalah untuk jangan membalas kalau ada teman yang memukul, tapi laporkan saja ke guru, kita tidak bisa menutup kemungkinan adanya pem-bully-an, tapi saya arahkan anak saya untuk langsung lapor ke bapak atau ibu gurunya,” jelas Rusdiah.
Situasi yang sama juga diungkapkan oleh Heru yang mengaku hanya akan mendampingi putrinya hingga tiga hari saja sesuai arahan kepala sekolah, ia bersama istrinya sepakat bahwa anak harus diajarkan berani dan mandiri. Sejak jauh-jauh hari ia telah memberikan pengertian kepala putrinya yang bernama Susi, bahwa saat di sekolah orang tuanya adalah bapak dan ibu guru, sebagai orang tua ia tidak akan mendampinginya saat di sekolah, namun nantinya akan kembali bertemu saat pulang sekolah. Perasaan khawatir tentu dirasakan, namun ia percaya bahwa bukan hanya anak yang harus terbiasa, namun orang tua juga harus terbiasa untuk percaya dengan anak, bahwa mereka bisa tumbuh menjadi mandiri.
“Jauh-jauh hari kami sudah kasih pengertian, kalau misalnya nanti sekolah adek gak sama mama papah, tapi sama bapak ibu guru, harus patuh nurut sama bapak ibu guru, dan alhamdulillah dia paham, meski memang di awal ada pemberontakan, kaya dia nanya kenapa seperti itu kok gak ada mama atau papah, tapi seiring waktu pasti akan terbiasa,” katanya.
Di tempat berbeda, Taman Kanak-Kanak Bhayangkari 20 Palangka Raya yang terletak di Jalan Tjilik Riwut atau di sebelah Polresta Palangka Raya juga memulai hari pertama sekolah, kemarin. Dimulai dengan penyambutan anak-anak oleh guru di depan gerbang pukul 7.00 WIB. Para guru mengajak murid-murid baru berkeliling sembari menyanyi dan mengenalkan lingkungan sekolah.
Kepala Taman Kanak-kanak Bhayangkari 20 Palangka Raya Mila Hayati mengatakan, mengajar atau mengenalkan anak-anak terhadap hal baru harus dilakukan beberapa kali, agar mereka bisa mengingat. Sama seperti yang dilakukan SDN 6 Palangka, di TK ini juga mengizinkan orang tua untuk mendampingi anak masing-masing selama 3 hari. Hari keempat, orang tua hanya boleh antar sampai depan pagar sekolah. Itu untuk melatih kedisiplinan anak-anak.
“Untuk tiga hari ke depan orang tua boleh masuk sampai dalam kelas atau sampai pendopo untuk mendampingi anaknya, tapi nanti hari keempat dan seterusnya tidak boleh lagi, pukul 7.00 WIB gerbang sudah kami kunci untuk keamanan anak-anak, karena lokasi kami di bahu jalan, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, jadi harus dipatuhi anak-anak maupun orang tua,” katanya.
Mila menjelaskan, selama tiga hari anak-anak akan diajarkan dengan cara yang mengasyikkan, seperti diselingi dengan permainan atau nyanyian. Anak juga akan diajarkan untuk mengenal ruangan, seperti ruang kelas, toilet, hingga ruang guru dan kepala sekolah. Mereka akan diajarkan bagaimana cara ke toilet secara mandiri, dan akan mendapat pembelajaran agama sesuai keyakinan masing-masing. Mila berpendapat, fondasi utama generasi muda adalah berpegang teguh pada agama.
Terpisah, Wakil Ketua I Komisi C DPRD Kota Palangka Raya Ruselita mengatakan, peran orang tua sangat vital dalam perkembangan anak. Tidak hanya di rumah, peran orang tua juga dibutuhkan saat di lingkungan sekolah. Contohnya, meluangkan waktu untuk mengantar buah hati ke sekolah.
“Saat hari pertama masuk sekolah, sebaiknya orang tua mendampingi anak, antar mereka ke sekolah dan jemput. Kalaupun tidak bisa, sebaiknya anak diantar oleh keluarga terdekat,” katanya kepada Kalteng Pos, Minggu (7/7).
Saat berada di rumah, orang tua juga perlu memberikan pemahaman sebagai bekal bagi anak ketika di sekolah nanti. Supaya sang anak bisa menerima pembelajaran dan mudah beradaptasi dengan lingkungan sekolah. Baik dalam hal pertemanan maupun hubungan dengan guru. Hal yang juga cukup penting adalah memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada guru.
“Karena tentunya guru-guru akan melakukan yang terbaik untuk anak didik,” ungkapnya.
Srikandi Partai Perindo itu menekankan betapa pentingnya memperhatikan hal-hal kecil terkait kepentingan anak di sekolah. Seperti mempersiapkan keperluan sekolah, kelengkapan alat tulis, dan sebagainya.
“Jangan sampai ketika anak tiba di sekolah, ada barang atau alat tulis yang tertinggal. Itu akan mengganggu proses belajar mengajar anak,” tuturnya.
Wanita berkaca mata itu berpesan kepada tiap orang tua untuk selalu memberikan dukungan, perhatian, dan motivasi kepada anak, karena anak sangat membutuhkan itu.
“Jangan sampai ada hal seperti kurangnya perhatian orang tua terhadap anak, sehingga akan berakibat konsentrasi belajar anak berkurang dan terganggu,” pungkasnya. (mut/ham/ce/ala)