Jumat, November 22, 2024
23.5 C
Palangkaraya

Jadi Saksi Sidang Mafia Tanah, Men Gumpul Perlihatkan Dokumen Verklaring

 PALANGKA RAYA-Sidang kasus pidana dugaan pemalsuan surat keterangan tanah verklaring yang menjerat terdakwa Madi Goening Sius terus bergulir di pengadilan. Sidang kemarin beragenda mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalteng, bertempat di Ruang Cakra, Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya, Rabu (10/5).

Total ada sembilan orang saksi yang dijadwalkan memberi keterangan dalam persidangan itu. Mereka adalah Suratno alias Ratno, Ketua Ormas Kalteng Watch Ir Men Gumpul, Arif Rahman Hakim, Irwan, Iry Fauzi, Subhan Noor (Lurah Bukit Tunggal), Suswo, Heri Suwardi S Deham, dan Donny. Dari sembilan saksi, hingga pukul 18.00 WIB, baru dua saksi yang memberi keterangan, yakni Suratno dan Ir Men Gumpul. Sedangkan keterangan saksi lainnya dilanjutkan pukul 18.30 WIB. Sidang dipimpin hakim Agung Sulistiyono.

Ketua Ormas Kalteng Watch Ir Men Gumpul memberikan kesaksian terkait awal keterlibatan dirinya dalam perkara ini. Ia mengaku pernah didatangi Suratno alias Ratno, salah seorang pemilik lahan pemegang SHM di Jalan Hiu Putih.

Kepada hakim, Men Gumpul yang juga merupakan ketua RT di lokasi di dekat Suratno berjualan  menjelaskan, Suratno bercerita bahwa lahan miliknya yang berada di Jalan Hiu Putih diserobot oleh pihak Madi Goening Sius. Suratno juga bercerita bahwa saat itu pada lahan miliknya akan ditimbun oleh pihak Madi.

Suratno juga menunjukkan fotokopi dokumen surat veklaring yang digunakan Madi untuk mengklaim kepemilikan tanah tersebut. “Jadi saudara membaca dokumen itu,” tanya ketua majelis hakim.

Baca Juga :  Hakim Tegur Saksi Tipikor DAK Disdikpora

“Betul,” jawab Men Gumpul.

“Setelah melihat dokumen itu, bagaimana tanggapan atau penilaian saudara,” tanya hakim.

“Tanggapan saya, saya menduga bahwa dokumen itu palsu,” ucap Men Gumpul.

Men Gumpul menerangkan bahwa dirinya memiliki dua contoh dari dokumen verklaring versi yang dikeluarkan pemerintah kolonial Belanda sebelum tahun 1942. Men Gumpul kemudian menunjukkan kepada majelis dua dokumen veklaring di tangannya. Adapun dokumen tersebut adalah dokumen verklaring yang berada di Pulang Pisau dan dari Banjarmasin. Disebutnya, tahun dikeluarkannya verklaring tersebut yakni tahun 1941 dan 1938. Dalam dua surat verklaring yang dipegangnya itu, memiliki ciri khas yang sama.

Pada bagian kanan surat verklaring berisi keterangan surat yang ditulis dalam bahasa Belanda. Sedangkan bagian kiri surat ditulis dalam abjad huruf Arab atau bahasa daerah setempat.

“Arab Pegon,” tanya hakim kepada saksi.

“Betul,” jawab saksi.

Alasan lain yang menjadi dasar bagi Men Gumpul menduga surat verklaring milik Madi yang diperlihatkan oleh Suratno merupakan palsu, karena verklaring tersebut tertulis di atas kertas segel.

“Veklaring itu saja kan bahasa Belanda dan dikeluarkan oleh pemerintahan Belanda sebelum 1942, sedangkan pemerintahan Belanda pergi  (dari Indonesia) pada tahun 1942, jadi menurut kami setelah tahun 1942 tidak ada lagi yang namanya verklaring,” terang Men Gumpul.

Selain itu, lanjutnya, di setiap veklaring yang asli ada tanda khusus yakni logo dua singa saling berhadapan.

Baca Juga :  Cerita Warga Berburu Vaksinasi, Rela Antre dari Pagi

Ada banyak lagi dasar bagi Men Gumpul menduga surat verklaring milik Madi palsu. Seperti terkait ukuran luas tanah 800 hektare yang tertera dalam surat verklaring. Selain itu disebutnya bahwa ukuran yang dipakai dalam surat verklaring asli versi Belanda mengunakan ukuran depa.

“Ukuran dalam surat verklaring asli memakai ukuran depa, bukan meter,” terangnya.

Saksi juga sempat menjelaskan terkait adanya perbedaan bentuk tanda tangan sejumlah pejabat yang ada dalam sejumlah dokumen surat yang ditunjukkan pihak jaksa.

Sementara itu, penasihat hukum terdakwa Madi, Mahdianoor SH, sempat bertanya kepada saksi terkait surat veklaring asli milik terdakwa, surat pengakuan dari kedamangan adat, dan surat wasiat dari orang tua terdakwa.

“Apakah saudara sudah pernah melihat langsung surat veklaring asli yang punya terdakwa, surat persil yang asli milik terdakwa, dan surat pengakuan damang atas surat verklaring itu,” tanya Mahdianoor kepada saksi.

“Tidak pernah,” jawab saksi.

Sementara Suratno yang memberikan kesaksian sebelum Men Gumpul, menceritakan terkait konflik permasalahan antara dirinya dengan terdakwa Madi menyangkut kepemilikan tanah di Jalan Hiu Putih.

Suratno mengatakan tanah bersertifikat SHM yang dimilikinya sejak tahun 1996 diklaim terdakwa Madi sebagai tanah miliknya. Madi mengklaim tanah tersebut berdasarkan surat verklaring nomor 23/1960.  “Tanah itu dihibahkan Madi kepada Untung,” terang Sutrisno. (sja/ce/ala)

 PALANGKA RAYA-Sidang kasus pidana dugaan pemalsuan surat keterangan tanah verklaring yang menjerat terdakwa Madi Goening Sius terus bergulir di pengadilan. Sidang kemarin beragenda mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalteng, bertempat di Ruang Cakra, Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya, Rabu (10/5).

Total ada sembilan orang saksi yang dijadwalkan memberi keterangan dalam persidangan itu. Mereka adalah Suratno alias Ratno, Ketua Ormas Kalteng Watch Ir Men Gumpul, Arif Rahman Hakim, Irwan, Iry Fauzi, Subhan Noor (Lurah Bukit Tunggal), Suswo, Heri Suwardi S Deham, dan Donny. Dari sembilan saksi, hingga pukul 18.00 WIB, baru dua saksi yang memberi keterangan, yakni Suratno dan Ir Men Gumpul. Sedangkan keterangan saksi lainnya dilanjutkan pukul 18.30 WIB. Sidang dipimpin hakim Agung Sulistiyono.

Ketua Ormas Kalteng Watch Ir Men Gumpul memberikan kesaksian terkait awal keterlibatan dirinya dalam perkara ini. Ia mengaku pernah didatangi Suratno alias Ratno, salah seorang pemilik lahan pemegang SHM di Jalan Hiu Putih.

Kepada hakim, Men Gumpul yang juga merupakan ketua RT di lokasi di dekat Suratno berjualan  menjelaskan, Suratno bercerita bahwa lahan miliknya yang berada di Jalan Hiu Putih diserobot oleh pihak Madi Goening Sius. Suratno juga bercerita bahwa saat itu pada lahan miliknya akan ditimbun oleh pihak Madi.

Suratno juga menunjukkan fotokopi dokumen surat veklaring yang digunakan Madi untuk mengklaim kepemilikan tanah tersebut. “Jadi saudara membaca dokumen itu,” tanya ketua majelis hakim.

Baca Juga :  Hakim Tegur Saksi Tipikor DAK Disdikpora

“Betul,” jawab Men Gumpul.

“Setelah melihat dokumen itu, bagaimana tanggapan atau penilaian saudara,” tanya hakim.

“Tanggapan saya, saya menduga bahwa dokumen itu palsu,” ucap Men Gumpul.

Men Gumpul menerangkan bahwa dirinya memiliki dua contoh dari dokumen verklaring versi yang dikeluarkan pemerintah kolonial Belanda sebelum tahun 1942. Men Gumpul kemudian menunjukkan kepada majelis dua dokumen veklaring di tangannya. Adapun dokumen tersebut adalah dokumen verklaring yang berada di Pulang Pisau dan dari Banjarmasin. Disebutnya, tahun dikeluarkannya verklaring tersebut yakni tahun 1941 dan 1938. Dalam dua surat verklaring yang dipegangnya itu, memiliki ciri khas yang sama.

Pada bagian kanan surat verklaring berisi keterangan surat yang ditulis dalam bahasa Belanda. Sedangkan bagian kiri surat ditulis dalam abjad huruf Arab atau bahasa daerah setempat.

“Arab Pegon,” tanya hakim kepada saksi.

“Betul,” jawab saksi.

Alasan lain yang menjadi dasar bagi Men Gumpul menduga surat verklaring milik Madi yang diperlihatkan oleh Suratno merupakan palsu, karena verklaring tersebut tertulis di atas kertas segel.

“Veklaring itu saja kan bahasa Belanda dan dikeluarkan oleh pemerintahan Belanda sebelum 1942, sedangkan pemerintahan Belanda pergi  (dari Indonesia) pada tahun 1942, jadi menurut kami setelah tahun 1942 tidak ada lagi yang namanya verklaring,” terang Men Gumpul.

Selain itu, lanjutnya, di setiap veklaring yang asli ada tanda khusus yakni logo dua singa saling berhadapan.

Baca Juga :  Cerita Warga Berburu Vaksinasi, Rela Antre dari Pagi

Ada banyak lagi dasar bagi Men Gumpul menduga surat verklaring milik Madi palsu. Seperti terkait ukuran luas tanah 800 hektare yang tertera dalam surat verklaring. Selain itu disebutnya bahwa ukuran yang dipakai dalam surat verklaring asli versi Belanda mengunakan ukuran depa.

“Ukuran dalam surat verklaring asli memakai ukuran depa, bukan meter,” terangnya.

Saksi juga sempat menjelaskan terkait adanya perbedaan bentuk tanda tangan sejumlah pejabat yang ada dalam sejumlah dokumen surat yang ditunjukkan pihak jaksa.

Sementara itu, penasihat hukum terdakwa Madi, Mahdianoor SH, sempat bertanya kepada saksi terkait surat veklaring asli milik terdakwa, surat pengakuan dari kedamangan adat, dan surat wasiat dari orang tua terdakwa.

“Apakah saudara sudah pernah melihat langsung surat veklaring asli yang punya terdakwa, surat persil yang asli milik terdakwa, dan surat pengakuan damang atas surat verklaring itu,” tanya Mahdianoor kepada saksi.

“Tidak pernah,” jawab saksi.

Sementara Suratno yang memberikan kesaksian sebelum Men Gumpul, menceritakan terkait konflik permasalahan antara dirinya dengan terdakwa Madi menyangkut kepemilikan tanah di Jalan Hiu Putih.

Suratno mengatakan tanah bersertifikat SHM yang dimilikinya sejak tahun 1996 diklaim terdakwa Madi sebagai tanah miliknya. Madi mengklaim tanah tersebut berdasarkan surat verklaring nomor 23/1960.  “Tanah itu dihibahkan Madi kepada Untung,” terang Sutrisno. (sja/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/