PALANGKA RAYA– Ketua Ikatan Motor Indonesia (IMI) Kabupaten Kotim, Angga Aditya Nugraha, hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara pidana korupsi terkait penggunaan dana hibah KONI Kotim yang digelar di Gedung Pengadilan Tipikor Palangkaraya, Kamis (10/10/2024).
Angga, yang juga merupakan anak dari Bupati Kotim Halikinoor, adalah satu-satunya saksi yang dihadirkan oleh JPU dari Kejaksaan Tinggi Kalteng dalam sidang yang menempatkan Ketua KONI Kotim, Ahyar Umar, dan Bendahara KONI, Bani Purwoko, sebagai terdakwa.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Agung Sulistiyono, Angga menerangkan sejumlah anggaran dana yang pernah diberikan KONI Kotim kepada pihak IMI Kotim di masa kepemimpinannya di IMI Kotim.
Di awal sidang, Angga menjelaskan bahwa dirinya ditunjuk sebagai Ketua Korwil IMI Kabupaten Kotim mulai Desember 2022. Terkait pendanaan yang diterima IMI Kotim di tahun 2022, saksi mengaku mengetahui bahwa pihak KONI Kotim memang ada menyerahkan dana kepada pihak IMI Kotim.
“Dana itu diserahkan kepada (pengurus IMI Kotim) sebelum saya,” kata Angga kepada Ketua Majelis Hakim yang menanyakan.
“Di tahun 2022, IMI mendapatkan anggaran dana Rp 39 juta, yang mulia,” sambung Angga, yang menerangkan bahwa hal tersebut diketahui setelah dirinya diberitahu oleh bendahara IMI Kotim. Dia juga menyebut bahwa bendahara IMI Kotim tersebut juga yang menerima langsung dana. Terkait siapa pihak KONI yang menyerahkan dana yang diterima bendahara IMI tersebut, saksi mengaku tidak mengetahuinya.
Sementara itu, untuk tahun 2023, Angga membenarkan bahwa IMI Kotim mengajukan proposal anggaran kepada KONI Kotim sebesar Rp 620 juta.
Dari anggaran yang diajukan dalam proposal tersebut, dana yang disetujui KONI Kotim adalah sebesar Rp 300 juta.
Angga membenarkan saat hakim membacakan keterangannya yang dimuat dalam BAP bahwa anggaran Rp 300 juta tersebut telah digunakan IMI Kotim untuk kegiatan perlombaan Motor Prix, TC atlet IMI Kotim untuk persiapan Porprov 2023, dan event Grass Track.
Dia mengatakan bahwa untuk teknis pencairan dana dari KONI di tahun 2023, hal tersebut juga dilakukan oleh bendahara IMI Kotim.
Angga juga mengakui bahwa dirinya selaku Ketua IMI Kotim tidak pernah menanyakan kepada pihak KONI Kotim terkait dana Rp 300 juta yang mereka terima tersebut.
Untuk pertanggungjawaban terhadap penggunaan dana Rp 300 juta dari KONI Kotim tersebut, saksi mengatakan bahwa pihaknya membuat SPJ sesuai anggaran dana yang diserahkan.
Ketika ditanya oleh JPU terkait bantuan barang dari KONI Kotim selama tahun 2023, Angga mengaku pihaknya tidak ada mendapatkan bantuan barang dari KONI Kotim.
“Kalau untuk pembelanjaan dilakukan oleh IMI sendiri,” tanya Jaksa Sustine kepada saksi.
“Iya, yang mulia, karena untuk pembelanjaan itu kita memerlukan lisensi. Oleh karena itu, pembelanjaan dilakukan IMI sendiri,” jawab saksi kepada jaksa.
“Tidak pernah ditawarkan oleh KONI kalau ada pembelian barang dilakukan oleh KONI sendiri?” tanya jaksa lagi.
“Tidak pernah,” kata Angga singkat.
Jaksa sempat mempertanyakan kepada saksi terkait adanya barang bukti berupa permintaan uang sebesar Rp 210 juta yang ditandatanganinya di bulan Desember tahun 2022.
Jaksa menanyakan alasan kenapa untuk permintaan uang Rp 210 juta di tahun 2022 tersebut baru dibuatkan SPJ-nya oleh pihak IMI Kotim di bulan Maret tahun 2023.
Angga mengakui bahwa untuk permintaan uang sebesar Rp 210 juta di tahun 2022 tersebut baru dibuatkan SPJ-nya di tahun 2023.
Saat ditanya oleh penasihat hukum terdakwa, Pua Hardinata, mengenai penyebab terlambatnya pembuatan SPJ Rp 210 juta di tahun 2022 tersebut, Angga mengakui bahwa keterlambatan itu memang berasal dari pihak IMI Kotim sendiri.
“Itu terlambatnya dari kami,” kata Angga menjawab pertanyaan dari pengacara kedua terdakwa itu.
Sementara saat ditanyakan lagi, apakah pernah ada kedua terdakwa, Ahyar Umar dan Bani Purwoko, melakukan pemotongan terhadap semua dana anggaran yang diberikan oleh KONI Kotim kepada IMI Kotim di tahun 2022, Angga menjawab tidak pernah dilakukan pemotongan apapun oleh kedua terdakwa.
“Apakah ada pemotongan?” tanya Pua ketika menanyakan hal itu kepada saksi.
“Tidak ada, yang mulia,” kata Angga yang menyebut hakim, jaksa, dan pengacara dengan sebutan yang mulia.
“Yakin?” tanya Pua Hardinata meminta penegasan.
“Yakin,” jawab saksi tegas.
“Saksi bersumpah?” tanya Pua mengulang lagi maksud pertanyaan tersebut.
“Saya bersumpah tidak pernah ada pemotongan,” kata Angga dengan suara cukup tegas. Pua sendiri terlihat cukup puas dengan jawaban yang diberikan saksi tersebut.
Hampir lebih 45 menit, Ketua IMI Kotim Angga Aditya Nugraha memberikan keterangannya di persidangan. Rencananya, sidang kasus korupsi ini akan kembali digelar pada Selasa pekan depan.
Sementara itu, dalam keterangannya di luar sidang, Kepala Seksi Penuntutan Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Kalteng, I Wayan Suryawan, SH, mengatakan bahwa untuk sidang kali ini, pihaknya memanggil enam orang saksi.
Namun diakuinya, dari enam saksi tersebut hanya Ketua IMI Kotim saja yang memenuhi panggilan tersebut.
Sementara lima saksi lainnya, dikatakan Suryawan, menyampaikan tidak bisa hadir dengan berbagai alasan.
Ada saksi yang beralasan sedang sakit atau memiliki kesibukan lain sehingga berhalangan datang ke persidangan, termasuk yang tidak bisa hadir karena alasan kesibukan tersebut adalah mantan Sekda Kotim.
“Kemarin sudah kita panggil, tetapi dia lagi ada kegiatan di Jakarta,” kata Suryawan menyebutkan alasan ketidakhadiran dari mantan Sekda Kotim tersebut.
Suryawan mengakui bahwa beberapa orang saksi yang mereka panggil, termasuk mantan Sekda, telah dilayangkan panggilan yang ketiga untuk menghadiri sidang.
Terkait sudah tiga kali dilakukan pemanggilan secara patut oleh JPU, namun para saksi tetap tidak bisa hadir, Suryawan mengatakan, besar kemungkinan pihaknya akan membacakan keterangan yang sudah diberikan para saksi saat pemeriksaan BAP.
“Kalau tiga kali atau empat kali pemanggilan tetapi mereka (saksi) memberikan jawaban tidak bisa datang dan jawaban itu juga diberikan secara patut dengan menampilkan bukti penyebab ketidakhadiran seperti surat tugas atau surat sakit, maka keterangan mereka di BAP bisa dibacakan di sidang,” kata Suryawan, yang menambahkan bahwa keterangan saksi di BAP memiliki nilai pembuktian karena para saksi tersebut sudah disumpah terlebih dahulu sebelum memberikan keterangannya di BAP.
Namun terkait apakah keterangan saksi yang tidak hadir tersebut bisa dibacakan JPU di dalam persidangan, disebutnya bahwa hal tersebut merupakan kewenangan atau keputusan dari majelis hakim sendiri.
Sementara dari pihak pengacara kedua terdakwa, Pua Hardinata, SH, tetap bersikukuh meminta kepada jaksa agar para saksi yang beberapa kali mangkir dan tidak hadir memenuhi panggilan JPU untuk bisa kembali dipanggil dan dihadirkan di persidangan.
“Kalau tidak bisa hadir lagi seharusnya jaksa menggunakan pasal 21 dan 22 UU Tipikor untuk melakukan pemanggilan itu,” kata Pua yang diamini oleh rekannya, Lukas Possy, SH.
Menurut Pua, beberapa saksi yang tidak hadir itu sebenarnya sangat penting untuk didengar keterangannya di persidangan ini.
“Ada beberapa saksi yang sangat penting untuk didengar keterangannya karena keterangan mereka itu berpengaruh terhadap adanya perkara korupsi ini,” kata Pua.
Pua juga mengatakan bahwa meskipun UU memang mengijinkan terhadap saksi yang berhalangan hadir, JPU bisa membacakan keterangan yang diberikan saksi dalam BAP karena saksi itu sudah disumpah, namun menurutnya bobot keterangan tersebut kurang kuat bila dibandingkan kesaksian saksi di dalam persidangan.
Selain itu, menurutnya, pembacaan keterangan saksi yang tidak hadir dalam persidangan oleh JPU sangat merugikan kliennya yang tidak bisa melakukan konfrontir dan penggalian terhadap keterangan saksi tersebut.
“Biarpun sama-sama sudah sumpah, tapi saksi yang disumpah di persidangan itu beda dengan waktu di BAP, karena di persidangan mereka disumpah di depan wakil Tuhan dan tidak bisa kita gali benar tidaknya keterangan itu,” kata Pua.
Pua mengatakan bahwa sampai sekarang dakwaan perbuatan menimbulkan kerugian negara yang dituduhkan jaksa kepada kedua klien nya yaitu ketua KONI kotim Ahyar Umar dan sekretaris Bani Purwoko sama sekali belum terbukti.
Dikatakan nya bagwa hampir seluruh saksi yang sudah dihadirkan jaksa selama persidangan ini bergulir mengatakan tidak ada pemotongan anggaran.
“ Sampai sekarang atas dakwaan kerugian negara dengan semua saksi yang ( sudah) bersumpah itu tidak cocok,dan untuk sementara ini JPU tidak bisa membuktikan dimana kerugian negara yang Rp 10 miliar itu” tanya pua hardinata .
“Semua saksi bilang tidak ada pemotongan ,kalau kerugian negara diambil dari data proposal itu barang mentah , yang nyata itu kalau dana itu sudah dibelanjakan dan kalau ada selisih dari dana belanjakan, mana bukti pertanggung jawaban nya, kalau itu tidak ada pertanggungjawaban baru bisa dibilang ada kerugian negara “ ujar Pua.
Seperti juga keterangan dari saksi ketua IMI kotim dipersidangan hari ini, seluruh keterangan saksi yang sudah dihadirkan jaksa mengaku menyerah bukti SPJ sesuai dengan dana yang sudah mereka terima dari KONI Kotim.
“ Mereka juga bilang tidak yang namanya pemotongan dan dalam kesaksiannya mereka juga bilang berani sumpah seperti tadi,“ kata pua mengakhiri keterangan nya.(sja/ram)