Selanjutnya giliran anggota majelis hakim, Muji Kartika Rahayu SH MFil, yang bertanya kepada saksi. Muji mempertanyakan pembuatan jalan Pahiyan sepanjang 1.300 meter dengan lebar 8 meter, mungkinkan bisa dibangun hanya dengan biaya sekitar Rp46 juta, sebagaimana hasil penghitungan dinas PUPR Lamandau. Saksi pun tidak bisa memberi jawaban yang memuaskan. “Saya tidak bisa menjawab yang mulia,” kata Rheynhard.
Rheynhard juga tidak bisa menjawab ketika ditanya perihal kenapa sejumlah item biaya yang tercantum dalam RAB pembangunan jalan Pahiyan itu, seperti biaya sewa ekskavator, biaya pekerja dan mandor, serta sejumlah biaya lain tidak masuk dalam penghitungan yang dibuat dinas PUPR. “Maaf yang mulia, soal itu bukan kewenangan kami untuk menjelaskan,” ucap saksi.
Parlin Bayu Hutabarat SH selaku penasihat hukum Willem Hengki mengatakan, dari keterangan saksi ahli diketahui bahwa kerugian negara hanya dihitung berdasarkan penghitungan yang dilakukan Dinas PUPR Lamandau.
“Dia tidak ada bahan yang lain, dia juga tidak ada cek ke lapangan, maka yang dihitung ahli sebagai kerugian negara itu, kami anggap dasarnya hanya penghitungan dinas PU,” kata Parlin sembari menyebut, seharusnya dalam melakukan audit, tidak hanya berdasarkan pada hasil perhitungan yang dibuat dinas PUPR semata, tapi juga dinas terkait lainnya, terutama oleh ahli konstruksi.
Sementara itu, terdakwa Willem Hengki secara tegas membantah pernyataan saksi Rheynhard yang mengatakan bahwa pihak aparat Desa Kinipan tidak bisa menunjukkan sejumlah dokumen yang diminta tim auditor. (kaltengpos)