Sementara itu, Yuliati Eka Asi selaku dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Palangka Raya menyambut baik gelaran FBIM ini. Menurutnya, FBIM merupakan wadah melestarikan dan mengenalkan kesenian dan budaya Bumi Tambun Bungai. Lingkupnya tak hanya di Kalteng, tapi juga nasional hingga mancanegara.
“Kami menyambut baik dilaksanakannya kembali FBIM, karena hal ini cukup efektif dalam rangka melestarikan budaya dan kesenian Kalteng,” katanya kepada Kalteng Pos. Perempuan yang juga dosen Pendidikan Sendratasik ini menambahkan, momen pelaksanaa FBIM ini bisa dijadikan ajang kampanye kearifan local, terutama permainan tradisional yang sudah jarang sekali ditemui di era serbadigital saat ini.
Karena anak-anak masa kini lebih tertarik menggunakan gadget untuk mengisi waktu luang daripada memainkan permainan tradisional. “Mungkin di daerah-daerah perdesaan masih cukup lestari dan masih sering dimainkan oleh anakanak,” ucapnya.
Ia berharap ke depannya pemerintah bisa menaikkan pamor permainan tradisional dengan mengemasnya secara menarik, agar menggugah minat generasi penerus. “Harapannya melalui FBIM ini ke depan permainan-permainan tradisional ini dapat menarik minat anak-anak dan remaja. Ini adalah kekayaan budaya yang mesti digali kembali,” harapnya.
Yuliati mencotohkan salah satu permainan tradisional yang jarang dijumpai yakni balogo. Permainan balogo menggunakan tipeng/ campa (stik terbuat dari kayu) dan logo (terbuat dari tempurung kelapa berbentuk segitiga maupun bentuk lainnya). Pemain dibagi ke dalam dua tim (satu tim beranggota 3 orang), yakni tim pasang dan tembak. Jika salah satu logo ada yang pecah, pertanda tim pemilik logo itu kalah.