Dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan di Kalteng, diperlukan rencana matang jangka panjang. Tak hanya slogan yang dibesar-besarkan. Dari sektor pertanian, masalah regenerasi petani menjadi pekerjaan rumah. Padahal, keberadaan petani-petani muda begitu menentukan.
AKHMAD DHANI-DHEA UMILATI-AGUS PRAMONO, Palangka Raya
HAMPARAN hijau memanjakan mata. Buah semangka muncul di sela-selanya. Pemandangan itu berbanding terbalik ketika melihat kondisi jalan menuju lokasi. Miris. Jalan sepanjang tiga kilometer itu dipenuhi pasir. Bergelombang. Berdebu ketika kendaraan berlalu.
Sore itu, Kalteng Pos tiba di lokasi kebun buah milik Muhammad Fakhrully Akbar dan istrinya Nadia Prasasti Pratiwi. Kebun itu diberi nama kebun Oibama. Akronim dari Olah Alam Insyaallah Berkah Manfaat.
Hamparan tanah produktif itu berada di Kelurahan Pager, Kecamatan Rakumpit, Palangka Raya. Lahan seluas tujuh hektare itu ditanami semangka dan lima hektare ditanami jeruk Pontianak. 14 Agustus lalu, semangka merah tanpa biji dan semangka kuning berbiji itu dipanen.
Akbar, sapaan akrabnya, tampak semringah. Hasil panen begitu memuaskan. Buahnya besar-besar. Saat ditimbang, satu biji semangka beratnya 13 kilogram. Sampel rasanya, tak diragukan. Manis.
Akbar merupakan satu dari sedikit petani milenial. Usianya baru 27 tahun. Lahir di Riau. Tumbuh di Sukabumi, Jawa Barat. Pemuda berdarah Banjar-Sunda itu mulai terjun ke dunia pertanian sejak dua tahun terakhir. Tepatnya setelah mertuanya bernama Abdul Aziz Suseno meninggal dunia. Akbar, di mata mertuanya, memiliki potensi. Mertuanya percaya, keuletan dan kejujuran menantunya itu menjadi modal untuk meneruskan peraduan di dunia pertanian. Padahal, Akbar tak pernah bergelut dengan cangkul. Tak pernah menghirup aroma pupuk yang menusuk hidung. Benar-benar ‘buta’ dengan pertanian.
“Saya sempat ragu, apakah bisa meneruskan kesuksesan mertua, tapi saya beranikan diri untuk menjalani,” ucapnya kepada Kalteng Pos.
Akbar pun melangkah maju. Ketegarannya sudah teruji tatkala tahun 2011 dan 2012, kedua orang tuanya, Muhammad Balia Al-Banjari dan Euis Nuraeni berpulang. Mentalnya sudah terasah saat menghadapi tantangan selama menjadi yatim piatu. Anak kedua dari tiga bersaudara itu menamatkan pendidikan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Pada 2019 lalu ia mendapat gelar sarjana dari jurusan Sastra Daerah untuk Sastra Jawa yang diambilnya.
“Saya menyelesaikan kuliah karena dapat bantuan dari pemerintah. Semester dua sampai delapan dapat beasiswa Bidikmisi,” ungkapnya.
Ketika mulai terjun ke dunia pertanian, pemuda yang semasa kuliah aktif terlibat dalam kegiatan pengabdian masyarakat itu mengesampingkan rasa malu. Membuang rasa takut akan kegagalan.
Akbar bercita-cita menjadi orang bermanfaat. Selayaknya sosok Gus Dur, yang tetap bermanfaat bagi masyarakat meski telah tiada.
Dalam praktiknya, Akbar belajar secara autodidak. Mulai dari cara merawat tanah, belajar menakar pupuk, hingga memahami polinasi yang baik pada bunga semangka. Dia juga dibantu petani-petani hebat. Sahabat mertuanya.
“Saya sangat berterima kasih dengan teman-teman mitra petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Oibama. Mereka berandil besar membantu saya saat terjun ke dunia baru ini,” ungkapnya seraya berjalan memanen semangka.
Tahun ini sudah tiga kali panen. Januari lalu, 88 ton semangka dihasilkan. April, turun menjadi 53 ton, karena saat itu musim hujan. Banyak hama yang menyerang buah semangka.
Semangka yang tumbuh di lahan berpasir itu sudah beredar di Palangka Raya. Sesekali dikirim ke Banjarmasin, Pontianak, bahkan Malaysia. Akbar meraup keuntungan bersih Rp10-Rp30 juta tiap kali panen.
“Alhamdulillah, ketekunan kami terbayarkan. Dengan menjadi petani, saya bisa membiayai sekolah adik-adik dan menabung buat masa depan,” ungkapnya diamini sang istri yang duduk di sampingnya.
“Pertanian, bagaimanapun merupakan sumber penghidupan manusia. Selagi masih hidup peradaban, maka pertanian menjadi jantung kehidupan. Mari berkunjung ke kebun kami dan berkolaborasi untuk kemandirian pangan di Bumi Tambun Bungai, khususnya Palangka Raya,” tutupnya.
Petani Tua Jauh Mendominasi
Berdasarkan sumber Badan Pusat Statistik Kalteng, persentase pemuda menurut jenis kelamin, daerah tempat tinggal, dan status pekerjaan utama tahun 2022, 65,53 persen laki-laki dan 57,57 persen perempuan bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai. Sementara, pekerja bebas pertanian untuk laki-laki hanya 2,50 persen dan perempuan 1,54 persen.
Pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi penting di Kalteng. Tak bisa dimungkiri, sektor ini menjadi sokoguru bagi pemenuhan pangan daerah. Maju atau mundurnya sektor pertanian dipengaruhi oleh sedikit atau banyaknya orang yang ingin berkecimpung langsung di bidang tersebut.
Sayangnya, petani di Kalteng masih didominasi oleh kaum tua dengan rentang usia di atas 40 tahun. Meski merupakan sektor penting, regenerasi petani di Kalteng cukup memprihatinkan. Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan (DTPHP) Kalteng, Hj Sunarti.
“Keprihatinan kami adalah banyak petani di Kalteng yang usianya sudah sepuh. Jadi, kita perlu regenerasi petani. Jangan ada gap yang tinggi antara jumlah petani tua dan yang muda,” ungkap Sunarti kepada Kalteng Pos saat ditemui di kantornya, Selasa (15/8).
Sunarti tidak menampik bahwa persoalan regenerasi petani hampir terjadi di daerah-daerah se-Indonesia. Dilihat dari jumlah petani di Kalteng secara keseluruhan, persentase petani yang sudah sepuh masih mendominasi dibanding persentase petani muda. Persentasenya cukup jomplang.
“Dilihat dari persen petani kita, memang masih banyak yang sepuh. Petani yang sepuh 60 persen, yang milenial 40 persen. Makanya kami berjibaku untuk bisa menarik anak-anak muda, khususnya milenial, agar tidak ada gap. Setelah petani-petani sepuh kita pensiun, kalau anak-anak muda tidak bertani, siapa yang akan melanjutkan,” tuturnya.
Ia juga mengakui bahwa masih banyak generasi muda di Kalteng yang memiliki pandangan kurang tepat terkait profesi petani. Selama ini, menurut Sunarti, kebanyakan anak muda berpikiran bahwa profesi petani akrab dengan aktivitas bersama lumpur dan sawah. Padahal, kemajuan teknologi pertanian dewasa ini tidak lagi menuntut petani untuk turun langsung ke sawah.
Oleh karena itu, alumnus Magister Agribisnis IPB University itu mengungkapkan, pihaknya memiliki program agar makin banyak pemuda milenial yang terjun menjadi petani. Salah satunya dengan memberikan bantuan alat mesin pertanian (alsintan) modern. Adanya alsintan modern memungkinkan para petani bekerja lebih efektif dan efisien.
“Para pemuda bisa bertani menggunakan alsintan yang canggih. Di samping itu, ada teknologi IoT untuk mengontrol lahan berdasarkan teknologi. Itu bisa menarik anak-anak muda terjun ke dunia pertanian. Mereka bisa bertani tanpa harus berkubang di sawah,” tambahnya.
Bagi petani muda atau siapa pun yang berminat untuk mendapatkan teknologi tersebut, lanjut Sunarti, bisa berkonsultasi ke DTPHP Kalteng untuk mengetahui jenis pertanian yang ingin dikembangkan. Entah tanaman pangan, hortikultura, atau peternakan.
Terpisah, Kalteng Pos berbincang dengan Maryoto, duta petani milenial Kabupaten Pulang Pisau. Lahir dari keluarga petani padi. Pada tahun 2022, ia dinobatkan sebagai young ambasador-nya Kementerian Pertanian mewakili Kalteng.
Maryoto juga dipercaya untuk menjadi ketua kelompok tani di Desa Tahai Jaya, Pulang Pisau pada 2019 lalu.
“Menjadi petani merupakan pekerjaan yang mulia, menjanjikan, dan merupakan salah satu pekerjaan yang mampu menjaga pangan dan keberlangsungan hidup manusia,” ujar pria berusia 32 tahun itu.
Maryoto menyinggung pemerintah yang selalu menyebut bahwa regenerasi saat itu sudah banyak. “Menurut saya, petani milenial sangat minim,” ujarnya.
Sementara itu, Erni Dwi Puji Setyowati, dosen teknologi industri pertanian Universitas Palangka Raya mengatakan, banyak yang beranggapan profesi petani tidak menjamin masa depan. Padahal, itu salah besar. Sektor pertanian memiliki prospek yang menjanjikan bagi generasi muda untuk membuka lapangan pekerjaan baru.
Wilayah Kalteng yang memiliki luas lahan pertanian 396.085 hektare dengan jumlah petani 521.890 orang, menurutnya masih sangat kurang. Jumlah petani di Kalteng mengalami penurunan tiap tahun. “Pemerintah perlu menggiatkan program-program baru bidang pertanian untuk menarik minat generasi muda. Baik itu dari teknologi pertanian, manajemen pertanian, maupun aspek-aspek lain sehingga dapat menciptakan sustainable agriculture,” ucapnya. (ce/ram)