Jumat, November 22, 2024
31.2 C
Palangkaraya

Setelah Tiga Warga Ditetapkan sebagai Tersangka Pencuri Sawit PT BGA

Galang Koin Peduli Petani Kinjil

PALANGKA RAYA-Sekelompok organisasi masyarakat (ormas) sipil gabungan yang mengatasnamakan diri sebagai Koalisi Keadilan untuk Warga Kinjil menggelar aksi penggalangan koin untuk tiga orang petani Desa Kinjil yang diduga dikriminalisasi. Aksi penggalangan dana tersebut digelar di lokasi Car Free Day (CFD) di Kota Palangka Raya dan Kota Pangkalan Bun, Minggu pagi (18/6).

 

Gabungan ormas sipil tersebut terdiri dari Walhi Kalteng, Walhi Nasional, Progress, Save Our Borneo (SOB), LBH Palangka Raya, Sawit Watch, koalisi pemuda dan mahasiswa di Pangkalan Bun dan Palangka Raya, serta sejumlah aktivis lingkungan dan masyarakat adat di Bumi Tambun Bungai.

 

Janang Firman selaku juru bicara (jubir) aksi mengungkapkan, aksi penggalangan dana tersebut pihaknya lakukan untuk mengganti tuduhan kerugian yang dilakukan oleh tiga orang petani Desa Kinjil, Kecamatan Kotawaringin Lama, Kabupaten Kotawaringin Barat, terhadap PT Bumitama Gunajaya Agro (BGA).

 

Tiga orang petani yang dimaksud adalah Aleng Sugianto (63), Maju (63), dan Suwadi (40). Ketiga orang tersebut sudah hampir dua bulan mendekam di sel polisi. Ketiganya dijadikan tersangka pencurian sawit atas laporan dari PT Bumitama Gunajaya Abadi (BGA) setelah melakukan pemanenan sawit pada 27 April 2023 lalu.

 

“Padahal, kalau dilihat secara administrasi, PT BGA tidak punya hak usaha di area tempat ketiganya memanen sawit tersebut. Pertama, lokasi yang dilakukan panen oleh ketiga petani itu sudah di luar Hak Guna Usaha (HGU), terbukti berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh pihak RSPO,” jelas Firman kepada awak media, Minggu (18/6).

 

Menurut Janang, ketiga petani yang ditangkap atas dugaan pencurian sawit itu adalah bentuk kriminalisasi. Sebab, mereka hanya memanen di lahan milik mereka sendiri. Ia mengatakan, Polres Kobar merilis kerugian atas dugaan pencurian tersebut telah dilakukan sebesar Rp2,9 jutaan, sementara ancaman hukuman yang dikenakan terhadap ketiganya sampai tujuh tahun penjara.

 

“Ini bagian yang kami anggap sebagai bentuk kriminalisasi. Kerugian PT BGA yang dituduhkan kepada warga itu hanya berjumlah Rp2,9 juta, kami menganggap kerugian ini sangat sedikit, sementara ancaman hukuman terhadap ketiganya lebih dari lima tahun penjara,” tuturnya.

Baca Juga :  Lima Orang Selamat, Tiga Meninggal, Lima Belum Ditemukan

 

Janang menambahkan, lokasi lahan sawit yang dipanen oleh tiga orang petani Desa Kinjil tersebut memang berada di tanah milik mereka sendiri. Sebab, masing-masing sudah memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) serta terdapat surat keterangan dari pihak desa atas kepemilikan tanah itu.

 

“Pihak perusahaan menganggap bahwa lokasi yang digarap ketiganya itu wilayah mereka. Tidak hanya itu, RSPO juga sudah menyatakan dalam suratnya bahwa lokasi yang dimaksud berada di luar HGU perusahaan bersangkutan,” tuturnya.

 

Janang menuturkan, aksi solidaritas penggalangan dana berupa koin tersebut mengandung makna bahwa permasalahan yang dituduhkan kepada tiga orang petani Desa Kinjil tersebut hanya sepele sehingga tidak harus dipenjara.

 

Pihaknya juga telah melakukan upaya advokasi terhadap tiga orang warga yang tadi dituduhkan. Dikatakan Janang, pihaknya tengah melakukan upaya pendampingan di pihak kepolisian setempat. Saat ini, lanjut Janang, pendampingan atas kasus tersebut masih berjalan dan belum sampai pada P-21.

 

“Kami berharap dengan adanya pengumpulan koin ini bisa ganti rugi dan mengambil langkah restorative justice, langkah di luar pengadilan,” ucapnya.

 

Janang berpendapat Rp2,9 juta yang dituduhkan oleh PT BGA terhadap ketiga orang warga Desa Kinjil tidaklah sepadan dengan ancaman hukuman yang dituduhkan terhadap ketiganya.

 

“Perusahaan sekelas PT BGA yang cukup besar, anak perusahaan Harita Group ini, dan pemiliknya ini kan orang terkaya nomor lima di Indonesia, masa hanya untuk Rp2,5 juta mereka harus memenjarakan orang lain,” tuturnya.

 

Pihaknya berharap langkah restorative justice bisa dijalankan dan ketiga warga yang tadi dipenjarakan dapat dilepas. Dirinya mengaku heran mengapa tanah di luar GHU perusahaan, ketika digarap masyarakat setempat, justru dapat menjerat hukum. Padahal masyarakat memang punya bukti bahwa lahan yang digarap memang milik mereka.

 

“Dengan adanya pengumpulan uang ini kami harapkan bahwa PT BGA bisa berbesar hati, pertama mengakui bahwa itu memang lahan warga, kedua bahwa itu bukan kerugian yang signifikan bagi mereka,” ujarnya.

Baca Juga :  Direktur PDAM Kapuas Dijebloskan ke Rutan

 

Janang menyebut, aksi penggalangan dana itu pihaknya lakukan di dua daerah, yakni Palangka Raya dan Pangkalan Bun. Pihaknya juga tengah merencanakan aksi di Jakarta pada kantor besar Harita Group.

 

“Rencananya dalam waktu dekat kami akan menggelar aksi di Jakarta, pada kantor besar Harita Group yang membawahi PT BGA,” tandasnya.

 

Sementara itu, aksi yang sama juga digelar di Pangkalan Bun, solidaritas mahasiswa dan pemuda Kobar menggelar aksi di CFD, Minggu pagi (18/6). Spanduk bertuliskan aksi penggalangan koin untuk petani Desa Kinjil.

 

Salah satu perwakilan mahasiswa bernama Andi mengatakan, bahwa aksi ini sebagai  bentuk dukungan bahwa apa yang dilakukan Aleng dan kawan-kawan ini hanya korban. Sehingga mereka  harus diproses tidak  sesuai dengan tuduhan yang dilakukan perusahaan. Sehingga dengan menggelar aksi ini berharap masyarakat peduli menyalurkan koin untuk para petani yang saat ini masih ditahan. Nantinya berapapun koin yang didapat akan diserahkan untuk kepada perusahaan sebagai ganti rugi yang dilakukan oleh Aleng dan empat rekannya.

 

“Kami menyayangkan bahwa tuntutan yang diberikan kepada Aleng dan kawan-kawan tidak tepat. Ini bentuk dan upaya kami memberikan  dukungan kepada mereka,”kata Andi.

 

Sementara itu Kapolres Kobar AKBP Bayu Wicaksono menegaskan, bahwa siapa saja berhak memberikan kritik dan masukan. Bahkan menggelar aksi untuk menyalurkan aspirasinya. Tetapi berkaitan dengan adanya kasus Aleng dan kawan-kawan ini polisi bekerja secara profesional dan transparan. Bahkan tidak ada upaya polisi melakukan kriminalisasi. Semuanya sesuai dengan aturan dan proses secara profesional. Dan kegiatan para pemuda serta mahasiswa ini sebagai bentuk solidaritas diperbolehkan saja. Semuanya sudah masuk dalam tahapan-tahapan yang sudah dilakukan.

 

“Kami tegaksan bahwa berkas sudah dinyatakan lengkap setelah seeblumnya diteliti. Para pelakunya sudah menjalani proses hukum dan  dalam waktu dekat akan kami limpahkan (tahap II) ke Kejari,”tegasnya. (dan/son/ala)

PALANGKA RAYA-Sekelompok organisasi masyarakat (ormas) sipil gabungan yang mengatasnamakan diri sebagai Koalisi Keadilan untuk Warga Kinjil menggelar aksi penggalangan koin untuk tiga orang petani Desa Kinjil yang diduga dikriminalisasi. Aksi penggalangan dana tersebut digelar di lokasi Car Free Day (CFD) di Kota Palangka Raya dan Kota Pangkalan Bun, Minggu pagi (18/6).

 

Gabungan ormas sipil tersebut terdiri dari Walhi Kalteng, Walhi Nasional, Progress, Save Our Borneo (SOB), LBH Palangka Raya, Sawit Watch, koalisi pemuda dan mahasiswa di Pangkalan Bun dan Palangka Raya, serta sejumlah aktivis lingkungan dan masyarakat adat di Bumi Tambun Bungai.

 

Janang Firman selaku juru bicara (jubir) aksi mengungkapkan, aksi penggalangan dana tersebut pihaknya lakukan untuk mengganti tuduhan kerugian yang dilakukan oleh tiga orang petani Desa Kinjil, Kecamatan Kotawaringin Lama, Kabupaten Kotawaringin Barat, terhadap PT Bumitama Gunajaya Agro (BGA).

 

Tiga orang petani yang dimaksud adalah Aleng Sugianto (63), Maju (63), dan Suwadi (40). Ketiga orang tersebut sudah hampir dua bulan mendekam di sel polisi. Ketiganya dijadikan tersangka pencurian sawit atas laporan dari PT Bumitama Gunajaya Abadi (BGA) setelah melakukan pemanenan sawit pada 27 April 2023 lalu.

 

“Padahal, kalau dilihat secara administrasi, PT BGA tidak punya hak usaha di area tempat ketiganya memanen sawit tersebut. Pertama, lokasi yang dilakukan panen oleh ketiga petani itu sudah di luar Hak Guna Usaha (HGU), terbukti berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh pihak RSPO,” jelas Firman kepada awak media, Minggu (18/6).

 

Menurut Janang, ketiga petani yang ditangkap atas dugaan pencurian sawit itu adalah bentuk kriminalisasi. Sebab, mereka hanya memanen di lahan milik mereka sendiri. Ia mengatakan, Polres Kobar merilis kerugian atas dugaan pencurian tersebut telah dilakukan sebesar Rp2,9 jutaan, sementara ancaman hukuman yang dikenakan terhadap ketiganya sampai tujuh tahun penjara.

 

“Ini bagian yang kami anggap sebagai bentuk kriminalisasi. Kerugian PT BGA yang dituduhkan kepada warga itu hanya berjumlah Rp2,9 juta, kami menganggap kerugian ini sangat sedikit, sementara ancaman hukuman terhadap ketiganya lebih dari lima tahun penjara,” tuturnya.

Baca Juga :  Lima Orang Selamat, Tiga Meninggal, Lima Belum Ditemukan

 

Janang menambahkan, lokasi lahan sawit yang dipanen oleh tiga orang petani Desa Kinjil tersebut memang berada di tanah milik mereka sendiri. Sebab, masing-masing sudah memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) serta terdapat surat keterangan dari pihak desa atas kepemilikan tanah itu.

 

“Pihak perusahaan menganggap bahwa lokasi yang digarap ketiganya itu wilayah mereka. Tidak hanya itu, RSPO juga sudah menyatakan dalam suratnya bahwa lokasi yang dimaksud berada di luar HGU perusahaan bersangkutan,” tuturnya.

 

Janang menuturkan, aksi solidaritas penggalangan dana berupa koin tersebut mengandung makna bahwa permasalahan yang dituduhkan kepada tiga orang petani Desa Kinjil tersebut hanya sepele sehingga tidak harus dipenjara.

 

Pihaknya juga telah melakukan upaya advokasi terhadap tiga orang warga yang tadi dituduhkan. Dikatakan Janang, pihaknya tengah melakukan upaya pendampingan di pihak kepolisian setempat. Saat ini, lanjut Janang, pendampingan atas kasus tersebut masih berjalan dan belum sampai pada P-21.

 

“Kami berharap dengan adanya pengumpulan koin ini bisa ganti rugi dan mengambil langkah restorative justice, langkah di luar pengadilan,” ucapnya.

 

Janang berpendapat Rp2,9 juta yang dituduhkan oleh PT BGA terhadap ketiga orang warga Desa Kinjil tidaklah sepadan dengan ancaman hukuman yang dituduhkan terhadap ketiganya.

 

“Perusahaan sekelas PT BGA yang cukup besar, anak perusahaan Harita Group ini, dan pemiliknya ini kan orang terkaya nomor lima di Indonesia, masa hanya untuk Rp2,5 juta mereka harus memenjarakan orang lain,” tuturnya.

 

Pihaknya berharap langkah restorative justice bisa dijalankan dan ketiga warga yang tadi dipenjarakan dapat dilepas. Dirinya mengaku heran mengapa tanah di luar GHU perusahaan, ketika digarap masyarakat setempat, justru dapat menjerat hukum. Padahal masyarakat memang punya bukti bahwa lahan yang digarap memang milik mereka.

 

“Dengan adanya pengumpulan uang ini kami harapkan bahwa PT BGA bisa berbesar hati, pertama mengakui bahwa itu memang lahan warga, kedua bahwa itu bukan kerugian yang signifikan bagi mereka,” ujarnya.

Baca Juga :  Direktur PDAM Kapuas Dijebloskan ke Rutan

 

Janang menyebut, aksi penggalangan dana itu pihaknya lakukan di dua daerah, yakni Palangka Raya dan Pangkalan Bun. Pihaknya juga tengah merencanakan aksi di Jakarta pada kantor besar Harita Group.

 

“Rencananya dalam waktu dekat kami akan menggelar aksi di Jakarta, pada kantor besar Harita Group yang membawahi PT BGA,” tandasnya.

 

Sementara itu, aksi yang sama juga digelar di Pangkalan Bun, solidaritas mahasiswa dan pemuda Kobar menggelar aksi di CFD, Minggu pagi (18/6). Spanduk bertuliskan aksi penggalangan koin untuk petani Desa Kinjil.

 

Salah satu perwakilan mahasiswa bernama Andi mengatakan, bahwa aksi ini sebagai  bentuk dukungan bahwa apa yang dilakukan Aleng dan kawan-kawan ini hanya korban. Sehingga mereka  harus diproses tidak  sesuai dengan tuduhan yang dilakukan perusahaan. Sehingga dengan menggelar aksi ini berharap masyarakat peduli menyalurkan koin untuk para petani yang saat ini masih ditahan. Nantinya berapapun koin yang didapat akan diserahkan untuk kepada perusahaan sebagai ganti rugi yang dilakukan oleh Aleng dan empat rekannya.

 

“Kami menyayangkan bahwa tuntutan yang diberikan kepada Aleng dan kawan-kawan tidak tepat. Ini bentuk dan upaya kami memberikan  dukungan kepada mereka,”kata Andi.

 

Sementara itu Kapolres Kobar AKBP Bayu Wicaksono menegaskan, bahwa siapa saja berhak memberikan kritik dan masukan. Bahkan menggelar aksi untuk menyalurkan aspirasinya. Tetapi berkaitan dengan adanya kasus Aleng dan kawan-kawan ini polisi bekerja secara profesional dan transparan. Bahkan tidak ada upaya polisi melakukan kriminalisasi. Semuanya sesuai dengan aturan dan proses secara profesional. Dan kegiatan para pemuda serta mahasiswa ini sebagai bentuk solidaritas diperbolehkan saja. Semuanya sudah masuk dalam tahapan-tahapan yang sudah dilakukan.

 

“Kami tegaksan bahwa berkas sudah dinyatakan lengkap setelah seeblumnya diteliti. Para pelakunya sudah menjalani proses hukum dan  dalam waktu dekat akan kami limpahkan (tahap II) ke Kejari,”tegasnya. (dan/son/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/