PALANGKA RAYA-Aktivitas pertambangan batu bara PT Energitama Bumi Arum (PT EBA) di Desa Trinsing, Kecamatan Teweh Selatan, Kabupaten Barito Utara (Batara) menuai sorotan masyarakat.
Perusahaan diduga menyebabkan pencemaran dan pendangkalan Waduk Trinsing yang terletak di bagian hilir lokasi tambang. Hal itu dinilai menyebabkan kerusakan lingkungan yang berdampak pada Waduk Trinsing.
Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) Joni Harta mengatakan, hingga saat ini belum ada laporan resmi yang diterima pihaknya terkait dugaan pencemaran lingkungan oleh PT EBA.
“Kami bisa melakukan penegakan hukum terkait lingkungan apabila ada laporan yang masuk. Kami memiliki divisi penegakan hukum yang di-SK-kan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Namun, ranah pembinaan ada pada pemerintah pusat. Kami hanya bertindak dalam hal pengawasan jika ada laporan resmi,” ungkapnya, Senin (19/5/2025).
Lebih lanjut ia menjelaskan, masalah pencemaran lingkungan, terutama pencemaran air, bersifat on the spot. Artinya, pengambilan sampel dan pembuktian harus dilakukan saat kejadian berlangsung. Bila tidak segera ditindak, kondisi lingkungan dapat berubah akibat faktor cuaca.
“Sering kali keterlambatan penanganan disebabkan karena kewenangan pengawasan lingkungan untuk tambang berada di pemerintah pusat. Ketika terjadi masalah, justru pemerintah provinsi dan kabupaten yang sering disalahkan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Joni menyinggung soal perubahan kewenangan akibat penerapan Undang-Undang Cipta Kerja yang mengalihkan sebagian besar wewenang pengawasan pertambangan ke pusat.
“Seandainya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dijalankan sebagaimana mestinya dan tidak diubah oleh UU Cipta Kerja, maka masalah seperti ini bisa kami tangani secara langsung di provinsi,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalteng Vent Christway, menyebut pembinaan dan pengawasan teknis maupun lingkungan untuk sektor pertambangan batu bara merupakan kewenangan Kementerian ESDM melalui Inspektur Tambang.
“Izin operasional tambang dikeluarkan langsung oleh Menteri ESDM, kecuali untuk izin lama yang mungkin masih ditangani daerah. Kami di ESDM provinsi tidak punya kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan secara langsung,” kata Vent, kemarin.
Meski demikian, ia mengimbau seluruh perusahaan tambang di Kalteng, termasuk PT EBA, tetap mematuhi ketentuan pengelolaan lingkungan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
“Kami mendorong perusahaan tambang untuk tetap menjaga kaidah lingkungan. Kegiatan mereka tidak boleh merugikan masyarakat dan harus memberi manfaat, khususnya bagi masyarakat di sekitar wilayah operasional,” tegasnya.
Terpisah, Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah Provinsi Kalteng Leonard S. Ampung, menyampaikan bahwa pemerintah daerah siap menindaklanjuti laporan masyarakat jika terdapat indikasi pencemaran atau pelanggaran lingkungan oleh perusahaan tambang.
“Kami akan cek kebenarannya di lapangan. Kalau ada keluhan atau laporan dari masyarakat, baik melalui jalur resmi maupun media sosial, kami akan tindak lanjuti melalui DLH,” ucapnya.
Leonard menegaskan, pemerintah provinsi memiliki alat dan sumber daya untuk melakukan pengecekan kualitas lingkungan. Ia juga menyoroti pentingnya pelaksanaan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang telah menjadi syarat perizinan.
“Ketika mereka mengurus izin, pengelolaan lingkungan sudah harus disepakati dan dituangkan dalam Amdal. Jika perusahaan tidak mematuhi, itu berarti pelanggaran terhadap izin yang diberikan. Karena itu, masyarakat juga wajib ikut mengawasi,” tambahnya.
Pihaknya mengimbau masyarakat untuk melapor secara resmi atau melalui kanal resmi pemerintah, jika menemukan indikasi pencemaran lingkungan. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng di bawah kepemimpinan Gubernur Agustiar Sabran dan Edy Pratowo, berkomitmen menjaga kualitas lingkungan hidup dan memastikan bahwa aktivitas industri tidak merugikan masyarakat. (ovi/ce/ala)