Menurutnya, keberhasilan dan pencapaian dalam memimpin daerah masing-masing bisa dikemas kembali dan ditampilkan, sehingga masyarakat bisa bersimpati dengan program-program yang diusung nanti. Untuk itu perlu adanya tim pemenangan yang dibentuk di beberapa kabupaten/kota, sehingga komunikasi politik bisa diperluas. Sebab, berbicara tentang kekuatan massa dalam pemilihan gubernur, pastinya tidak bisa hanya mengharapkan suara dari basis wilayah masing-masing.
“Siapa pun orangnya, sejak sekarang ini harus sudah ada tim-tim kecil yang dibentuk di beberapa wilayah, karena kita bicara tentang pencalonan gubernur, contohnya saja yang terjadi oleh cagub Ben Brahim dan Ujang saat itu, Kapuas kan punya jumlah masyarakat terbanyak nomor dua di Kalteng, tapi saat itu beliau (Ben Brahim) kalah di wilayah yang harusnya jadi basis,” ucap Jhon Retei.
Berkaca dari pengalaman tersebut, tentu perlu ada evaluasi oleh tim-tim yang dibentuk, sehingga hal serupa tidak terulang pada pilkada 2024 nanti. Begitu juga yang harus di lakukan oleh kepala daerah lain, seperti Nadalsyah dan Perdie. Harus bisa mengoptimalkan suara di daerah DAS Barito.
Menurut Jhon, nilai psikologis juga punya pengaruh kuat dalam kontestasi ini. Seperti apa pandangan dan penilaian masyakat terhadap sosok yang akan maju sebagai kontestan. Contohnya, Agustiar Sabran dikenal sebagai kakak kandung Gubernur Sugianto Sabran. Tentu ini menjadi nilai plus. Jika strategi seperti ini bisa digunakan, tentu akan bisa menekan pembiayaan yang dikeluarkan.
“Kembali lagi kepada mereka yang merupakan kader partai, harus bisa menggunakan mesin-mesin tersebut,” ucapnya.
Jhon Retei yang juga merupakan wakil dekan bidang akademik FISIP UPR mengatakan, semua calon memiliki tambatan partai masing-masing. “Karena sebagai kader partai, para calon pastinya berharap diusung oleh partainya, itu menjadi catatan pertama,” tuturnya.
Jhon juga menerangkan, secara umum jumlah kursi partai tidak berbeda jauh. Merujuk kursi di DPRD provinsi, hanya PDIP yang bisa menyokong calon sendiri tanpa berkoalisi. “Lantas muncul pertanyaan; siapa yang bakal diusung siapa, pastinya tergantung dari perolehan kursi legislatif pada tahun 2024 nanti, karena itu sangat menentukan,” tambahnya.
Ia menambahkan, partai politik yang bisa menyosong calon sendiri seharusnya menjadi pimpinan poros apabila memutuskan berkoalisi. Sedangkan untuk partai yang belum bisa, harus bisa membentuk koalisi yang kuat.
Disinggung soal nama-nama lain yang juga berpotensi muncul, menutur Jhon, politik itu dinamis. Sangat tergantung pada sosok. Selain itu, perihal keterwakilan juga akan turut memengaruhi. Bahkan bisa berpengaruh terhadap nama-nama lama.