Sabtu, September 28, 2024
24.4 C
Palangkaraya

Apresiasi Pengabdian Tulus Bidan di Pelosok Daerah

PALANGKA RAYA-Bidan merupakan profesi yang tidaklah mudah diemban. Apalagi bidan yang bertugas di daerah-daerah pelosok. Ketika terjadi gawat darurat, mereka harus sigap mengantar pasien ke fasilitas kesehatan induk guna mendapat pelayanan kesehatan yang lebih memadai.

Kepala Bidang Sumber Daya Manusia Kesehatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalimantan Tengah (Kalteng) Damar Pramusinta menyebut, total bidan se-Kalteng berjumlah 4.765 orang. Data itu bersumber dari Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Kesehatan (SISDMK) Kemenkes RI. Para bidan itu tersebar di seluruh kabupaten, berikut rumah sakit dan puskesmas yang ada di masing-masing daerah.

“Bidan kita jumlahnya sekitar 4.000-an lebih dan sudah tersebar di seluruh rumah sakit dan puskesmas yang ada di masing-masing daerah,” ungkapnya kepada Kalteng Pos, Minggu (23/6).

Damar menjelaskan jumlah bidan berdasarkan indikator kinerja utama. Menurutnya, suatu keharusan di satu puskesmas tersedia tenaga bidan.

“Tetapi dari Kemenkes RI menetapkan rasio atau perbandingan jumlah penduduk dengan bidan, rasionya itu kita membutuhkan 1,3 bidan untuk melayani 1.000 penduduk, itu angka pembanding, kalau misalkan penduduk kita 2,7 juta jiwa, tinggal bagi saja 1,3,” sebutnya.

Adapun mengenai status kepegawaian bidan di Kalteng, lanjut Damar, pihaknya masih belum memiliki data terkait berapa jumlah bidan berstatus honorer maupun ASN (PNS dan PPPK).

“Saya rasa dengan penerimaan PPPK tenaga kesehatan dan guru waktu itu, sekitar akhir 2022 lalu, banyak bidan honorer yang kemudian diterima menjadi PPPK,” ujarnya.

Selain data bidan yang bekerja di rumah sakit atau puskesmas pemerintah, ada juga bidan yang bekerja di rumah sakit swasta atau klinik pribadi. Adapun data 4.765 tenaga bidan merupakan bidan aktif yang berpraktik di Kalteng.

Tidak ada profesi yang tak luput dari kendala. Terutama bagi bidan yang bertugas di pelosok Kalteng. Damar mengatakan, bidan yang bertugas di Kalteng sering mengalami kendala ketika menghadapi kasus gawat darurat yang membutuhkan penanganan segera.

“Rekan-rekan bidan yang berada di hulu sungai, pustu, pelosok, ketika mereka mau merujuk pasien, alat transportasinya terbatas, karena harus melewati jalur air. Kalau terhubung dengan darat kan tiap puskesmas sudah ada ambulans, kalau yang tidak terhubung jalan darat, menurut beberapa laporan, cukup lama waktu tempuhnya untuk bisa sampai ke kota kecamatan,” jelasnya.

Damar memastikan bahwa seluruh pustu di pelosok yang terakses jalan darat menuju ke puskesmas sudah memiliki ambulans. “Jadi kalau ada jalan darat yang tembus ke pustu di wilayah pelosok, kita tidak perlu khawatir karena sudah ada ambulans, tetapi kalau terputus maka harus pakai kelotok,” tambahnya.

Adapun masalah kesehatan yang memerlukan penanganan segera adalah pasien melahirkan dan ada pendarahan yang tidak bisa berhenti sehingga perlu penanganan cepat. Untuk mengatasi itu, Damar mengatakan, pemerintah pusat sudah bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mulai mengadakan USG ke puskesmas-puskesmas.

“Jadi sudah diadakan di puskesmas-puskesmas, sehingga selama kehamilannya ada tanda-tanda gawat atau faktor risiko tinggi, maka waktu hamil tua diminta untuk tinggal dulu di rumah singgah yang ada di kota kecamatan, tidak lagi tinggal di pelosok yang sulit akses transportasinya,” jelas Damar.

Dinkes Kalteng sangat mengapresiasi para bidan yang bersedia bekerja di wilayah pelosok Kalteng dan berharap para bidan tersebut tetap bersemangat dalam bekerja sesuai prosedur dan aturan.

“Bekerjalah dengan hati yang tulus, karena kemungkinan kalau di daerah itu kan upahnya tidak terlalu besar, itu sungguh luar biasa, kami sangat mengapresiasi,” katanya.

Dihubungi terpisah, Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Provinsi Kalteng Noorhani mengatakan, bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan profesional yang strategis sebagai garda terdepan pelayanan kesehatan, memiliki peran penting dalam pemenuhan kebutuhan esensial pelayanan KIA, KB, dan Kespro.

“Ruang lingkup asuhan kebidanan meliputi asuhan prakonsepsi, kehamilan, persalinan, nifas, kesehatan reproduksi perempuan, keluarga berencana (KB), bayi, dan balita, terutama untuk pemantauan tumbuh kembang pada 1.000 hari pertama kehidupan sebagai golden period untuk mencegah stunting dan membangun kualitas generasi masa depan,” ungkap Noorhani dalam keterangan tertulisnya kepada Kalteng Pos, Minggu (23/6).

Noorhani mengatakan, pihaknya mencatat ada 5.968 bidan yang tersebar di seluruh wilayah Kalteng. Tenaga bidan terbanyak ada di Kota Palangka Raya dengan jumlah 741 bidan, disusul Kotawaringin Timur 662 bidan, dan Kotawaringin Barat 596 bidan.

Berdasarkan data Risfaskes tahun 2019, jumlah tempat praktik mandiri bidan (TPMB) yang merupakan praktik swasta murni yang dijalankan bidan sebanyak 36.996 dan tersebar se-Indonesia (PPIBI).

“Selain itu, terdapat 45.875 bidan di desa dari sekitar 83.931 desa. Hal ini menunjukan bahwa hanya 55 persen desa yang masih memiliki bidan desa,” sebutnya.

Noorhani menjelaskan, keberadaan TPMB dan bidan desa di Indonesia berkontribusi dalam memperluas dan mendekatkan akses layanan ibu dan anak hingga ke daerah perifer.

“Hal ini menegaskan peran penting bidan dalam sistem kesehatan, khususnya dalam rangka pemenuhan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan ibu dan anak yang berkualitas,” pungkasnya. (dan/ce/ala)

PALANGKA RAYA-Bidan merupakan profesi yang tidaklah mudah diemban. Apalagi bidan yang bertugas di daerah-daerah pelosok. Ketika terjadi gawat darurat, mereka harus sigap mengantar pasien ke fasilitas kesehatan induk guna mendapat pelayanan kesehatan yang lebih memadai.

Kepala Bidang Sumber Daya Manusia Kesehatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalimantan Tengah (Kalteng) Damar Pramusinta menyebut, total bidan se-Kalteng berjumlah 4.765 orang. Data itu bersumber dari Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Kesehatan (SISDMK) Kemenkes RI. Para bidan itu tersebar di seluruh kabupaten, berikut rumah sakit dan puskesmas yang ada di masing-masing daerah.

“Bidan kita jumlahnya sekitar 4.000-an lebih dan sudah tersebar di seluruh rumah sakit dan puskesmas yang ada di masing-masing daerah,” ungkapnya kepada Kalteng Pos, Minggu (23/6).

Damar menjelaskan jumlah bidan berdasarkan indikator kinerja utama. Menurutnya, suatu keharusan di satu puskesmas tersedia tenaga bidan.

“Tetapi dari Kemenkes RI menetapkan rasio atau perbandingan jumlah penduduk dengan bidan, rasionya itu kita membutuhkan 1,3 bidan untuk melayani 1.000 penduduk, itu angka pembanding, kalau misalkan penduduk kita 2,7 juta jiwa, tinggal bagi saja 1,3,” sebutnya.

Adapun mengenai status kepegawaian bidan di Kalteng, lanjut Damar, pihaknya masih belum memiliki data terkait berapa jumlah bidan berstatus honorer maupun ASN (PNS dan PPPK).

“Saya rasa dengan penerimaan PPPK tenaga kesehatan dan guru waktu itu, sekitar akhir 2022 lalu, banyak bidan honorer yang kemudian diterima menjadi PPPK,” ujarnya.

Selain data bidan yang bekerja di rumah sakit atau puskesmas pemerintah, ada juga bidan yang bekerja di rumah sakit swasta atau klinik pribadi. Adapun data 4.765 tenaga bidan merupakan bidan aktif yang berpraktik di Kalteng.

Tidak ada profesi yang tak luput dari kendala. Terutama bagi bidan yang bertugas di pelosok Kalteng. Damar mengatakan, bidan yang bertugas di Kalteng sering mengalami kendala ketika menghadapi kasus gawat darurat yang membutuhkan penanganan segera.

“Rekan-rekan bidan yang berada di hulu sungai, pustu, pelosok, ketika mereka mau merujuk pasien, alat transportasinya terbatas, karena harus melewati jalur air. Kalau terhubung dengan darat kan tiap puskesmas sudah ada ambulans, kalau yang tidak terhubung jalan darat, menurut beberapa laporan, cukup lama waktu tempuhnya untuk bisa sampai ke kota kecamatan,” jelasnya.

Damar memastikan bahwa seluruh pustu di pelosok yang terakses jalan darat menuju ke puskesmas sudah memiliki ambulans. “Jadi kalau ada jalan darat yang tembus ke pustu di wilayah pelosok, kita tidak perlu khawatir karena sudah ada ambulans, tetapi kalau terputus maka harus pakai kelotok,” tambahnya.

Adapun masalah kesehatan yang memerlukan penanganan segera adalah pasien melahirkan dan ada pendarahan yang tidak bisa berhenti sehingga perlu penanganan cepat. Untuk mengatasi itu, Damar mengatakan, pemerintah pusat sudah bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mulai mengadakan USG ke puskesmas-puskesmas.

“Jadi sudah diadakan di puskesmas-puskesmas, sehingga selama kehamilannya ada tanda-tanda gawat atau faktor risiko tinggi, maka waktu hamil tua diminta untuk tinggal dulu di rumah singgah yang ada di kota kecamatan, tidak lagi tinggal di pelosok yang sulit akses transportasinya,” jelas Damar.

Dinkes Kalteng sangat mengapresiasi para bidan yang bersedia bekerja di wilayah pelosok Kalteng dan berharap para bidan tersebut tetap bersemangat dalam bekerja sesuai prosedur dan aturan.

“Bekerjalah dengan hati yang tulus, karena kemungkinan kalau di daerah itu kan upahnya tidak terlalu besar, itu sungguh luar biasa, kami sangat mengapresiasi,” katanya.

Dihubungi terpisah, Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Provinsi Kalteng Noorhani mengatakan, bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan profesional yang strategis sebagai garda terdepan pelayanan kesehatan, memiliki peran penting dalam pemenuhan kebutuhan esensial pelayanan KIA, KB, dan Kespro.

“Ruang lingkup asuhan kebidanan meliputi asuhan prakonsepsi, kehamilan, persalinan, nifas, kesehatan reproduksi perempuan, keluarga berencana (KB), bayi, dan balita, terutama untuk pemantauan tumbuh kembang pada 1.000 hari pertama kehidupan sebagai golden period untuk mencegah stunting dan membangun kualitas generasi masa depan,” ungkap Noorhani dalam keterangan tertulisnya kepada Kalteng Pos, Minggu (23/6).

Noorhani mengatakan, pihaknya mencatat ada 5.968 bidan yang tersebar di seluruh wilayah Kalteng. Tenaga bidan terbanyak ada di Kota Palangka Raya dengan jumlah 741 bidan, disusul Kotawaringin Timur 662 bidan, dan Kotawaringin Barat 596 bidan.

Berdasarkan data Risfaskes tahun 2019, jumlah tempat praktik mandiri bidan (TPMB) yang merupakan praktik swasta murni yang dijalankan bidan sebanyak 36.996 dan tersebar se-Indonesia (PPIBI).

“Selain itu, terdapat 45.875 bidan di desa dari sekitar 83.931 desa. Hal ini menunjukan bahwa hanya 55 persen desa yang masih memiliki bidan desa,” sebutnya.

Noorhani menjelaskan, keberadaan TPMB dan bidan desa di Indonesia berkontribusi dalam memperluas dan mendekatkan akses layanan ibu dan anak hingga ke daerah perifer.

“Hal ini menegaskan peran penting bidan dalam sistem kesehatan, khususnya dalam rangka pemenuhan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan ibu dan anak yang berkualitas,” pungkasnya. (dan/ce/ala)

Artikel Terkait