PALANGKA RAYA–Tiap langkah yang mereka ambil menuju panggung adalah jejak pengorbanan bertahun-tahun.
Tiap sumpah yang terucap adalah ikrar seumur hidup. Di Aula Jayang Tingang, Senin (28/4/2025), Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya melantik 24 dokter baru, dalam suatu prosesi khidmat yang mengikat mereka pada panggilan tertinggi seorang manusia, menjadi pelayan bagi sesama.
Bukan hanya ijazah yang mereka genggam hari itu, tetapi janji setia untuk menjaga nyawa dan martabat kemanusiaan.
Pagi itu, wajah-wajah muda tampak berseri, bercampur gugup dan haru. Sebanyak 24 dokter baru lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya (FK UPR) bersiap menapaki babak baru dalam hidup mereka, mengucapkan sumpah suci seorang tabib di hadapan keluarga, dosen, dan negara.
Suasana di ruangan itu terasa berat oleh emosi. Seperti aliran sungai yang tenang tetapi dalam, semua yang hadir seolah tenggelam dalam perasaan bangga, syukur, dan harapan. Riuh suara terdengar di sudut-sudut ruangan, saat satu per satu nama dipanggil untuk menerima selempang cum laude, simbol ketekunan dan pengorbanan bertahun-tahun.
Tujuh dari dua puluh empat dokter itu meraih predikat cum laude, berdiri di atas panggung dengan gemetar bahagia.
Sementara, orang tua maupun keluarga mereka, dengan mata berkaca-kaca, mendampingi di sisi kiri dan kanan, saat selembar kain disematkan ke bahu, yang bagi banyak orang tua lebih berharga daripada mahkota.
Kemudian, dalam keheningan yang hampir sakral, sumpah dokter dikumandangkan. Para lulusan, dibagi sesuai agama yang dianut, mengangkat tangan dan mengucapkan janji mereka. Sontak kata-kata janji itu melayang di udara, menembus dinding aula, menuju masa depan yang kini menjadi milik mereka.
Acara penting ini dihadiri oleh sejumlah tamu undangan, termasuk Gubernur Kalimantan Tengah H. Agustiar Sabran, Rektor UPR Prof. Dr. Ir. Salampak Dohong, M.S., para pejabat daerah, serta civitas akademika UPR.
Dalam sambutan, Dekan FK UPR, Dr. dr. Natalia Sri Martani, M.Si, tak hanya mengucapkan selamat, tetapi juga membangunkan kesadaran akan tugas berat para dokter baru itu di depan mata mereka.
“Angka kematian ibu dan bayi di Kalimantan Tengah masih tinggi. Dokter spesialis kandungan dan dokter gigi pun masih sangat kurang,” ucapnya dengan nada serius.
Natalia mengumumkan inisiatif besar FK UPR, pendirian Fakultas Kedokteran Gigi dan program spesialis Obstetri dan Ginekologi (Obgyn), untuk menjawab kebutuhan nyata di tanah Borneo ini. Ia berjanji akan mengelola dana hibah dari pemerintah provinsi secara maksimal dan penuh tanggung jawab.
Di antara dokter muda itu, dr. Shafa Shavira berdiri dengan wajah berseri-seri, menyimpan tekad yang kukuh dalam dirinya. Lahir di Muara Teweh dan besar di Tamiang Layang, Barito Timur, ia kini kembali ke akar, ke tanah yang telah membentuknya.
“Saya merasa sudah seharusnya kembali. Tamiang Layang membesarkan saya, membentuk mimpi-mimpi saya, dan kini saatnya saya mengabdi di sana,” katanya.
Sebagai peraih IPK tertinggi dan nilai CBT terbaik se-angkatan, Shafa tahu, jalan yang ia pilih bukanlah jalan yang mudah. Daerah asalnya masuk dalam kategori daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK), dengan keterbatasan fasilitas medis dan tantangan geografis yang berat.
“Justru di situlah saya merasa dibutuhkan. Bagi saya, menjadi dokter bukan hanya tentang bekerja di rumah sakit besar atau meraih gelar spesialis. Ini tentang hadir di tempat yang paling membutuhkan kita, tentang menyalakan harapan di tempat yang jauh dari sorotan,” terangnya.
Shafa tidak hanya bertekad menjadi dokter umum. Ia sudah membidik jalur panjang berikutnya, spesialisasi neurologi, bidang yang masih langka di daerahnya.
“Kelak, saya ingin menjadi neurolog di tanah sendiri. Membawa layanan spesialis yang selama ini mungkin hanya bisa ditemukan di kota-kota besar, ke daerah-daerah pelosok Barito Timur,” ungkapnya penuh keyakinan.
Ia pun menyelipkan harapan kepada pemerintah agar pemerataan dokter di seluruh Kalteng, khususnya di daerah-daerah pelosok, benar-benar diwujudkan dengan dukungan fasilitas dan kesejahteraan yang layak.
“Tiap pasien yang kita bantu, tiap nyawa yang kita selamatkan, adalah amal. Menjadi dokter bukan hanya soal karier, ini jalan panjang untuk berbagi hidup,” katanya.
Dalam momen yang sama, FK UPR menandatangani kerja sama strategis dengan RSUD dr. Doris Sylvanus, Universitas Padjadjaran, dan RSUP Hasan Sadikin Bandung.
Tak hanya itu, Pemerintah Provinsi Kalteng juga menyerahkan hibah besar untuk mendukung pengembangan kedokteran di UPR, menegaskan bahwa dukungan pemerintah daerah terhadap dunia kesehatan bukan sekadar wacana.
Saat acara berakhir, dan aula perlahan kosong, janji-janji yang terucap siang itu seolah menetap di dinding-dinding ruangan.
Di pundak para dokter muda itu, kini terletak beban sekaligus kehormatan, menjadi cahaya bagi negeri, menjadi harapan di tiap denyut nadi yang mereka jaga.(ovi/ram)