Jumat, November 22, 2024
31.2 C
Palangkaraya

5 Tahun, Laporan Penggelapan Sertifikat Tanah Mengendap di Polda Kalteng

PALANGKA RAYA- Frustasi,bingung, heran, kesal dan Marah. Perasaan campur aduk  itu dirasakan oleh Haris Arif, warga Jalan Piranha Palangka Raya. Pasalnya, sudah lima tahun laporan kasus penggelapan 25 sertifikat tanah yang dia laporkan ke  Ditreskrimum Polda Kalteng tidak menemui kejelasan.

“Saya sudah berkali-kali diminta datang untuk memberikan  keterangan  dalam  BAP baik di Polda Kalteng maupun di Kejaksaan Tinggi, tapi perkara laporan kasus yang saya laporkan  ini sampai sekarang masih belum jelas juga, ” kata Haris dalam press release kepada awak media, beberapa hari lalu.

Haris menceritakan asal mula permasalahan ini berawal ketika pada 23 Febuari tahun 2017 dirinya didampingi pengacaranya, Gideon Silaen, SH datang membuat laporan dugaan tindak pidana ke pihak  Polda Kalteng terkait dugaan penggelapan 25 sertifikat tanah miliknya dengan pihak terlapor utama bernama S, warga Pangkalan Bun, Kobar.

“Saya membuat laporan polisi terkait penggelapan yang dilakukan saudara  S, adapun laporan yang digelapkannya adalah  25 buah sertifikat hak  milik (SHM) saya beserta 25 IMB dan 25 setoran pajaknya “kata Haris.

Alasan Haris melaporkan S sendiri karena yang bersangkutan tanpa seizinnya pada sekitar tahun 2014  telah memindahkan tangankan dan juga ada menjual SHM yang dititipkan Haris kepadanya itu. Ditambahkan nya bahwa untuk  tanah yang terdapat dalam 25 SHM tersebut seluruhnya memang berada di wilayah Pangkalan Bun, Kotawaringin barat.

Baca Juga :  Terjebak Jala Asmara Bersama “Papuyu Bergincu”, Kadis di Katingan Diberhentikan

Yang menjadi sumber kekesalan dari Haris adalah lamanya penanganan pihak kepolisian terkait laporan kasus tersebut.”Dari saya melaporkan kasus ini 23 Febuari 2017 itu  sampai sekarang ini belum ada kepastian hukum,” kata Haris dengan Suara yang keras.

Haris menerangkan bahwa selama lima tahun ini dia terus bolak balik ke Mapolda Kalteng  untuk mempertanyakan laporan nya tersebut.”Saya mungkin ada lebih dari  seratus kali datang ke penyidik , bertemu dari satu penyidik di oper lagi  ke penyidik lainnya lagi ” ujar nya dengan penuh rasa kesal.

Selain terkait mengendapnya kasus tersebut, Haris  juga melihat berbagai kejanggalan cara  penanganan polisi terkait  laporannya tersebut.Bahkan dikatakannya laporan nya tersebut sempat dinyatakan dihentikan penyidikan oleh pihak kepolisian.

“Polisi bahkan sempat mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan Nomor:Sp.Sidik/37.b/III/RES.1.11./2021/Ditreskrimum,” beber Haris sambil menunjukkan surat yang dimaksud.

Alasan pihak kepolisian mengeluarkan surat Penghentian Penyidikan  tersebut karena pihak kepolisian pada saat gelar perkara kasus tersebut tidak menemukan cukup bukti pihak  terlapor yakni  S  telah melakukan penggelapan 25 SHM tersebut.

” Bagaimana bisa kurang cukup bukti padahal 25 Sertifikat dan 25  IMB atas nama saya ada di pegang S,juga  ada juga bukti penitipan sertifikat itu dulu kepada S,” ujarnya mempertanyakan pernyataan polisi tersebut tersebut

Baca Juga :  Kajati Resmikan Balai Rehabilitasi Nazpa Adhyaksa

Akhirnya untuk memperjuangkan laporan nya tetap di tindak lanjuti kepolisian, Haris pun melakukan langkah hukum dengan mengajukan gugatan praperadilan terhadap pihak kepolisian terkait  penghentian penyidikan tersebut  ke Pengadilan Negeri Palangka Raya.

Dalam putusannya, Pengadilan Negeri Palangka Raya pun memutuskan memenangkan gugatannya  tersebut dan  memerintahkan kepada pihak kepolisian untuk melanjutkan proses penyidikan atas laporan Nomor: L/149/VIII/2017/SPKT yang dibuatnya tahun 2017 tersebut.

“Saat dapat laporan terkait berubahnya laporan saya dari  laporan penggelapan sertifikat ke laporan penggelapan hasil itu dari  jaksa yang memegang perkara  ini,” terangnya ini.

Haris mengakui dirinya sangat frustasi bingung dan heran dengan cara penanganan polisi terkait penanganan perkara laporannya tersebut.

Sementara itu pengamat hukum Parlin Bayu Hutabarat, SH yang juga mendengar keterangan Haris Arif mengatakan bahwa dirinya sangat prihatin dengan kasus yang dihadapi oleh Haris Arif tersebut.

Parlin mengatakan bahwa masalah yang dihadapi Haris Arif merupakan bentuk dari lemahnya penegakan hukum di Kalimantan Tengah.

“Saya sangat prihatin dengan kondisi penegakan hukum seperti ini  terutama terkait proses penyidikan yang sangat lama yang menggambarkan tidak adanya kepastian hukum untuk masyarakat,” katanya saat dimintai pendapatnya.(sja/ram)

PALANGKA RAYA- Frustasi,bingung, heran, kesal dan Marah. Perasaan campur aduk  itu dirasakan oleh Haris Arif, warga Jalan Piranha Palangka Raya. Pasalnya, sudah lima tahun laporan kasus penggelapan 25 sertifikat tanah yang dia laporkan ke  Ditreskrimum Polda Kalteng tidak menemui kejelasan.

“Saya sudah berkali-kali diminta datang untuk memberikan  keterangan  dalam  BAP baik di Polda Kalteng maupun di Kejaksaan Tinggi, tapi perkara laporan kasus yang saya laporkan  ini sampai sekarang masih belum jelas juga, ” kata Haris dalam press release kepada awak media, beberapa hari lalu.

Haris menceritakan asal mula permasalahan ini berawal ketika pada 23 Febuari tahun 2017 dirinya didampingi pengacaranya, Gideon Silaen, SH datang membuat laporan dugaan tindak pidana ke pihak  Polda Kalteng terkait dugaan penggelapan 25 sertifikat tanah miliknya dengan pihak terlapor utama bernama S, warga Pangkalan Bun, Kobar.

“Saya membuat laporan polisi terkait penggelapan yang dilakukan saudara  S, adapun laporan yang digelapkannya adalah  25 buah sertifikat hak  milik (SHM) saya beserta 25 IMB dan 25 setoran pajaknya “kata Haris.

Alasan Haris melaporkan S sendiri karena yang bersangkutan tanpa seizinnya pada sekitar tahun 2014  telah memindahkan tangankan dan juga ada menjual SHM yang dititipkan Haris kepadanya itu. Ditambahkan nya bahwa untuk  tanah yang terdapat dalam 25 SHM tersebut seluruhnya memang berada di wilayah Pangkalan Bun, Kotawaringin barat.

Baca Juga :  Terjebak Jala Asmara Bersama “Papuyu Bergincu”, Kadis di Katingan Diberhentikan

Yang menjadi sumber kekesalan dari Haris adalah lamanya penanganan pihak kepolisian terkait laporan kasus tersebut.”Dari saya melaporkan kasus ini 23 Febuari 2017 itu  sampai sekarang ini belum ada kepastian hukum,” kata Haris dengan Suara yang keras.

Haris menerangkan bahwa selama lima tahun ini dia terus bolak balik ke Mapolda Kalteng  untuk mempertanyakan laporan nya tersebut.”Saya mungkin ada lebih dari  seratus kali datang ke penyidik , bertemu dari satu penyidik di oper lagi  ke penyidik lainnya lagi ” ujar nya dengan penuh rasa kesal.

Selain terkait mengendapnya kasus tersebut, Haris  juga melihat berbagai kejanggalan cara  penanganan polisi terkait  laporannya tersebut.Bahkan dikatakannya laporan nya tersebut sempat dinyatakan dihentikan penyidikan oleh pihak kepolisian.

“Polisi bahkan sempat mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan Nomor:Sp.Sidik/37.b/III/RES.1.11./2021/Ditreskrimum,” beber Haris sambil menunjukkan surat yang dimaksud.

Alasan pihak kepolisian mengeluarkan surat Penghentian Penyidikan  tersebut karena pihak kepolisian pada saat gelar perkara kasus tersebut tidak menemukan cukup bukti pihak  terlapor yakni  S  telah melakukan penggelapan 25 SHM tersebut.

” Bagaimana bisa kurang cukup bukti padahal 25 Sertifikat dan 25  IMB atas nama saya ada di pegang S,juga  ada juga bukti penitipan sertifikat itu dulu kepada S,” ujarnya mempertanyakan pernyataan polisi tersebut tersebut

Baca Juga :  Kajati Resmikan Balai Rehabilitasi Nazpa Adhyaksa

Akhirnya untuk memperjuangkan laporan nya tetap di tindak lanjuti kepolisian, Haris pun melakukan langkah hukum dengan mengajukan gugatan praperadilan terhadap pihak kepolisian terkait  penghentian penyidikan tersebut  ke Pengadilan Negeri Palangka Raya.

Dalam putusannya, Pengadilan Negeri Palangka Raya pun memutuskan memenangkan gugatannya  tersebut dan  memerintahkan kepada pihak kepolisian untuk melanjutkan proses penyidikan atas laporan Nomor: L/149/VIII/2017/SPKT yang dibuatnya tahun 2017 tersebut.

“Saat dapat laporan terkait berubahnya laporan saya dari  laporan penggelapan sertifikat ke laporan penggelapan hasil itu dari  jaksa yang memegang perkara  ini,” terangnya ini.

Haris mengakui dirinya sangat frustasi bingung dan heran dengan cara penanganan polisi terkait penanganan perkara laporannya tersebut.

Sementara itu pengamat hukum Parlin Bayu Hutabarat, SH yang juga mendengar keterangan Haris Arif mengatakan bahwa dirinya sangat prihatin dengan kasus yang dihadapi oleh Haris Arif tersebut.

Parlin mengatakan bahwa masalah yang dihadapi Haris Arif merupakan bentuk dari lemahnya penegakan hukum di Kalimantan Tengah.

“Saya sangat prihatin dengan kondisi penegakan hukum seperti ini  terutama terkait proses penyidikan yang sangat lama yang menggambarkan tidak adanya kepastian hukum untuk masyarakat,” katanya saat dimintai pendapatnya.(sja/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/