Catatan dr. Sulistyaningsih, Sp.KK pada Hari Lanjut Usia Nasional (SUB)
Hari ini (29/5) diperingati sebagai Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) ke-72, dengan tema Lansia Terawat, Indonesia Bermartabat. Hari di mana Pemerintah Republik Indonesia mengapresiasi semangat jiwa raga serta peran penting dan strategis penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia. Penduduk lansia adalah mereka yang berusia 60 tahun ke atas.Â
JUMLAH penduduk lansia di Indonesia berdasarkan hasil Survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016 sebanyak 22,63 juta jiwa, tahun 2020 sebanyak 26,82 juta jiwa (9,92%), dan tahun 2021 sebanyak 30,16 juta jiwa (11,01%) dari total penduduk Indonesia. Jumlah tersebut ditaksir akan terus meningkat tiap tahunnya, seiring dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat yang tercermin dari peningkatan usia harapan hidup penduduk Indonesia.
Memasuki usia senja atau lansia tentunya identik dengan munculnya tanda-tanda penuaan. Penuaan merupakan proses berkurangnya secara progresif kapasitas fungsi organ tubuh maupun cadangannya. Proses ini akan berjalan secara alami (internal) serta dipercepat oleh faktor lingkungan (eksternal). Kulit merupakan salah satu organ yang paling tampak saat proses penuaan mulai terjadi. Penuaan pada kulit diperkirakan 80% disebabkan oleh paparan sinar matahari/ultraviolet B (UV-B).
Penuaan pada kulit sendiri terbagi menjadi dua, yakni penuaan intrinsik bersifat alami (natural aging) dan penuaan ekstrinsik yang dipengaruhi pajanan sinar matahari kronis (photoaging). Kedua proses penuaan ini tidak dapat dihindari dan saling berhubungan.
Penuaan alami (intrinsik) sudah mulai terjadi sejak usia bayi, ditandai dengan kulit neonatus yang halus menjadi lebih kasar dan tebal di usia berikutnya. Pada usia remaja ditandai dengan keaktifan kelenjar sebum akibat meningkatnya kadar hormonal, sehingga pada usia remaja rentan mengalami jerawat/akne vulgaris.
Kulit yang makin menua/matur akan memberikan gambaran degenerasi yang makin jelas, seperti pigmentasi/perubahan warna kulit menjadi lebih gelap, munculnya tumor jinak kulit yang cepat mengalami proliferasi/bertambah jumlahnya, bahkan sebagian ada yang berubah menjadi sel ganas. Hilangnya elastisitas/kekenyalan kulit, sehingga kulit tampak berkerut dan kendur, kerontokan rambut, dan rambut yang berubah warna menjadi putih.
Hormone reproduksi estrogen dan androgen juga turut memegang peranan penting dalam peristiwa penuaan. Hal ini tampak jelas terjadi pada wanita yang mengalami menopause. Menopause adalah berhentinya siklus menstruasi secara permanen akibat hilangnya fungsi ovarium, yang biasanya terjadi pada wanita usia sekitar 50 tahun. Pada wanita yang telah mengalami menopause (pascamenopause) akan terjadi penurunan hormon-hormon seksual. Yang paling berpengaruh terhadap kulit adalah berkurangnya hormon estrogen mencapai lebih 90%.
Perubahan yang tampak pada kulit akibat menopause antara lain kulit kering dan tipis, elastisitas menurun, kerutan kulit, kerontokan rambut, dan penurunan kecepatan penyembuhan luka, yang akan makin memperjelas tanda-tanda penuaan kulit intrinsik yang telah berlangsung sebelumnya. Faktor genetik juga turut berpengaruh dalam proses penuaan.
Faktor-faktor ekstrinsik yang memengaruhi penuaan pada kulit selain paparan sinar matahari/UV-B adalah radikal bebas. Baik radiasi UV-B maupun radikal bebas merupakan penyebab utama kerusakan DNA. Bila tidak ada proteksi terhadap sinar matahari, maka dalam jangka waktu tertentu akan memunculkan kelainan kulit, seperti hiperpigmentasi/kulit bertambah gelap/hitam, kulit teraba kasar dan keras, berkerut, longgar/kendur, munculnya sel-sel jinak seperti keratosis aktinik, keratosis seboroik, bahkan dapat berpotensi munculnya kanker kulit.
Mencegah paparan sinar matahari dan mengurangi kelebihan radikal bebas adalah cara yang aman untuk menunda penuaan. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghindari pengaruh paparan sinar matahari antara lain adalah dengan menggunakan pelindung, seperti jaket, topi, kaca mata, dan mengoleskan tabir surya/sun block pada area-area tubuh yang terkena paparan langsung sinar matahari.
Permasalahan pada kulit yang sering dialami oleh lansia adalah rasa gatal pada kulit. Rasa gatal menimbulkan rasa tidak nyaman, bahkan dapat mengganggu saat sedang beraktivitas maupun istirahat dan tidur, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup dan kualitas kesehatan lansia.
Berdasarkan data dari pasien yang berkunjung ke poliklinik geriatri (lansia) di RSCM tahun 2008-2013, rasa gatal pada kulit lansia, sebesar 82% disebabkan oleh kulit kering, 25% oleh faktor usia (pruritus senilis), 10% karena penyakit sistemik seperti kencing manis/diabetes mellitus dan penyakit ginjal, serta 13% oleh penyebab lainnya seperti pengaruh psikologis dan obat-obatan yang sedang dikonsumsi.
Rasa gatal yang tidak mendapatkan penanganan segera dapat menimbulkan kerusakan kulit yang makin parah. Rasa gatal menimbulkan kecenderungan untuk menggaruk. Garukan menimbulkan kerusakan pada lapisan pelindung (barrier) kulit, yang ditandai dengan terjadi peradangan (inflamasi) pada kulit, seperti kulit menjadi merah, membasah, bahkan sampai terjadi luka yang tidak tampak (mikro lesi) maupun yang tampak. Luka yang terjadi berisiko menimbulkan infeksi akibat masuknya mikroorganisme/bakteri melalui luka tersebut.
Garukan juga mengakibatkan pecahnya sel mast pada lapisan kulit. Sel mast yang pecah mengeluarkan mediator-mediator kimiawi seperti histamin yang mengakibatkan rasa gatal makin hebat. Hal ini diistilahkan dengan siklus gatal-garuk. Tahap pertama dalam penanganan rasa gatal adalah memberikan edukasi kepada lansia agar tidak menggaruk bagian kulit yang gatal atau menghentikan siklus gatal-garuk tersebut. Tahap selanjutnya adalah melakukan penangan terhadap penyebab munculnya rasa gatal.
Karena sebagian besar penyebab utama rasa gatal pada lansia adalah kulit kering, maka dapat dilakukan beberapa upaya untuk mencegah dan mengatasi kulit kering pada lansia. Apabila lansia terbiasa mandi dengan air hangat (bukan air panas), usahakan untuk tidak lebih dari 10 menit. Menghindari menggunakan sabun yang permukaannya kasar dan memiliki kandungan antiseptik cukup tinggi. Menghindari produk-produk yang membuat kulit makin kering, seperti bedak. Mengatur suhu ruangan dan suhu kamar tidur sesuai dengan suhu yang masih dapat ditoleransi, tidak terlalu dingin atau suhu diatur pada kisaran 25 derajat. Karena suhu yang terlalu dingin dapat menimbulkan dehidrasi yang tidak disadari, terutama pada lansia. Dehidrasi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kondisi kulit, tetapi juga organ-organ tubuh lainnya.
Upaya lainnya adalah degan mengoleskan moisturizer/pelembab secara rutin, minimal dua kali sehari tiap habis mandi (tidak lebih dari 5 menit setelah mandi), dan dapat ditambahkan pengolesan pada malam hari sebelum tidur. Beberapa jenis pelembab/moisturizer yang baik untuk digunakan terutama adalah pelembab yang memiliki kandungan ceramide dan filaggrin. Jenis lainnya yang dapat digunakan antara lain petrolatum, mineral oil, urea, dan gliserin. Selain itu juga penting untuk selalu mengingatkan lansia untuk rutin mengonsumsi air putih serta buah-buahan.
Kulit kering pada lansia juga memiliki beberapa derajat keparahan. Bila selain rasa gatal juga muncul keluhan lain seperti rasa panas, rasa terbakar, kulit kencang, dan kulit tampak seperti tanah yang retak, maka diperlukan intervensi lainnya berupa pemberian obat-obatan, selain penggunaan moisturizer. Jika ditemukan tanda-tanda tersebut pada kulit lansia, maka penting untuk dilakukan pemeriksaan dan konsultasi lebih lanjut dengan dokter.
Menjaga kulit lansia agar tetap terawat sangat memerlukan bantuan serta dukungan penuh dari pihak keluarga. Karena lansia tentunya tidak mampu sepenuhnya melakukan upaya-upaya di atas seorang diri. Dengan adanya bantuan, perhatian, serta dukungan penuh dari keluarga akan mampu mewujudkan lansia yang sehat dan bermartabat. (*)
Penulis adalah Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
Â