Minggu, September 8, 2024
31.4 C
Palangkaraya

Pemda Diminta Ganti Nama Gerbang Sahati

Dewan Berharap Bupati Mempertimbangkan Usulan Warga

SAMPIT– Sejumlah tokoh masyarakat, adat dan juga warga Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) meminta agar pemerintah daerah (pemda) mengganti nama gerbang Sahati yang berada di Jalan Tjilik Riwut, dekat Stadion 29 Nopember Sampit. Saat ini, gerbang tersebut sedang dilakukan renovasi.
Menanggapi usulan tersebut, Anggota DPRD Kotim Khozaini meminta Bupati H Halikinnor harus pertimbangkan lagi usulan-usulan baik dari masyarakat dan tokoh-tokoh adat, terutama tokoh adat Dayak untuk memasukan identitas daerah. Misalnya saja di atas gerbang ada ornamen-ornamen yang merupakan simbol Suku Dayak, baik berupa tulisan atau yang lainnya.
“Saya secara pribadi maupun lembaga sangat setuju akan usulan masyarakat dan tokoh-tokoh agama yang mengusulkan kata-kata khas Dayak yang menjadi simbolis ucapan selamat datang atau ornamen-ornamen lainnya. Sehingga siapa pun yang masuk dalam wilayah ini dapat mengetahui khas Suku Dayak,” kata Khozaini, Minggu (5/9).
Wakil rakyat itu juga menegaskan, bahwa perombakan gerbang sahati itu menuai beragam reaksi dari tokoh masyarakat, tokoh adat dan para netizen atau warga dunia maya. Mereka mengkritisi dari penamaan, anggaran, hingga desain gerbangnya. Mereka merasa keberatan dengan desain yang dibuat itu. Karena tidak mewakilkan kebudayaan lokal.
“Renovasi gerbang itu menuai beragam reaksi dari sejumlah masyrakat, tokoh adat dan para netizen, mereka menolak desainnya yang sama sekali tidak ada unsur kebudayaan lokalnya, Hanya ada gambar belanga dan telawang yang menjadi simbol Pemerintahan Kabupaten Kotim,” ujar Khozaini.
Politikus Partai Hanura ini juga sangat menyayangkan, tidak adanya pelibatan tokoh masyarakat maupun budayawan setempat dalam perancangan gerbang yang jadi salah satu landmark kota ini. Menurut dia, penamaan gerbang sahati masih sangat kental unsur politis, sehingga tak mewakili keseluruhan masyarakat Bumi Habaring Hurung ini.
“Harusnya pemerintah daerah dapat berpikir tidak hanya rombak, tapi juga ganti nama yang lebih mencerminkan motto daerah ini. Selain itu, kami juga menyayangkan perombakan gerbang yang menelan dana kurang lebih Rp 700 juta itu, di saat masyarakat masih kesusahan dilanda pandemi Covid-19,” tutupnya. (bah/ens)

Baca Juga :  Pemkab Anggarkan Rp 2,5 Miliar untuk Perbaiki Drainase

Dewan Berharap Bupati Mempertimbangkan Usulan Warga

SAMPIT– Sejumlah tokoh masyarakat, adat dan juga warga Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) meminta agar pemerintah daerah (pemda) mengganti nama gerbang Sahati yang berada di Jalan Tjilik Riwut, dekat Stadion 29 Nopember Sampit. Saat ini, gerbang tersebut sedang dilakukan renovasi.
Menanggapi usulan tersebut, Anggota DPRD Kotim Khozaini meminta Bupati H Halikinnor harus pertimbangkan lagi usulan-usulan baik dari masyarakat dan tokoh-tokoh adat, terutama tokoh adat Dayak untuk memasukan identitas daerah. Misalnya saja di atas gerbang ada ornamen-ornamen yang merupakan simbol Suku Dayak, baik berupa tulisan atau yang lainnya.
“Saya secara pribadi maupun lembaga sangat setuju akan usulan masyarakat dan tokoh-tokoh agama yang mengusulkan kata-kata khas Dayak yang menjadi simbolis ucapan selamat datang atau ornamen-ornamen lainnya. Sehingga siapa pun yang masuk dalam wilayah ini dapat mengetahui khas Suku Dayak,” kata Khozaini, Minggu (5/9).
Wakil rakyat itu juga menegaskan, bahwa perombakan gerbang sahati itu menuai beragam reaksi dari tokoh masyarakat, tokoh adat dan para netizen atau warga dunia maya. Mereka mengkritisi dari penamaan, anggaran, hingga desain gerbangnya. Mereka merasa keberatan dengan desain yang dibuat itu. Karena tidak mewakilkan kebudayaan lokal.
“Renovasi gerbang itu menuai beragam reaksi dari sejumlah masyrakat, tokoh adat dan para netizen, mereka menolak desainnya yang sama sekali tidak ada unsur kebudayaan lokalnya, Hanya ada gambar belanga dan telawang yang menjadi simbol Pemerintahan Kabupaten Kotim,” ujar Khozaini.
Politikus Partai Hanura ini juga sangat menyayangkan, tidak adanya pelibatan tokoh masyarakat maupun budayawan setempat dalam perancangan gerbang yang jadi salah satu landmark kota ini. Menurut dia, penamaan gerbang sahati masih sangat kental unsur politis, sehingga tak mewakili keseluruhan masyarakat Bumi Habaring Hurung ini.
“Harusnya pemerintah daerah dapat berpikir tidak hanya rombak, tapi juga ganti nama yang lebih mencerminkan motto daerah ini. Selain itu, kami juga menyayangkan perombakan gerbang yang menelan dana kurang lebih Rp 700 juta itu, di saat masyarakat masih kesusahan dilanda pandemi Covid-19,” tutupnya. (bah/ens)

Baca Juga :  Pemkab Anggarkan Rp 2,5 Miliar untuk Perbaiki Drainase

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/