Sabtu, Mei 18, 2024
25.4 C
Palangkaraya

Beragam Ritual Kematian di Nusantara

PALANGKA RAYA-Pada umumnya upacara kematian dilakukan dengan cara dikubur. Namun ternyata ada sejumlah daerah di Indonesia yang memiliki sejumlah tradisi yang berbeda. Sebenarnya tradisi-tradisi tersebut adalah peninggalan kebudayaan sebelum datangnya agama Islam dan Kristen ke Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh Rektor Universitas Palangka Raya (UPR) Dr Andrie Elia ketika menjadi narasumber dalam kegiatan Seminar Nasional Budaya Nusantara dengan tema Ritual Kematian Dalam Perspektif Budaya Dan Pariwisata yang dilaksanakan via virtual, Minggu (5/9).

“Salah satunya adalah Tiwah, yang merupakan ritual kematian tingkat kedua dalam kepercayaan umat Kaharingan (kepercayaan leluhur suku Dayak) untuk mengantarkan roh manusia menuju surga (Lewu Tatau),” ujar Andrie yang juga tokoh masyarakat Dayak Kalteng.

Ritual kematian lainnya adalah Rambu Solo yang berasal dari Toraja. Upacara kematian Rambu Solo diselenggarakan secara besar-besaran. Persiapan upacara ini dapat memakan waktu hingga berbulan-bulan. Sementara menunggu persiapan selesai, jasad yang akan dimakamkan di semayamkan terlebih dahulu dalam sebuah peti. Upacara ini disertai dengan upacara penyembelihan berbagai hewan ternak, terutama kerbau.

“Semakin tinggi status sosial maka semakin banyak kerbau yang akan disembelih. Jumlah kerbau tersebut dapat berkisar antara 24 –100 ekor,” ujar Andrie.

Baca Juga :  Prof Salampak Menang Telak

Ada lagi upacara Ngaben yang berasal dari Bali. Upacara ini berupa proses kremasi atau pembakaran jenazah. Tujuan dari upacara ini adalah untuk mensucikan roh orang yang sudah meninggal. Jika pihak yang meninggal tersebut berasal dari kasta tinggi maka upacara ngaben akan segera dilaksanakan.

Selain itu ada pula Truyan di Bali bagi orang-orang yang meninggal di desa ini tidak dikuburkan maupun dibakar. Jenazah akan diletakkan di bawah sebuah pohon yang disebut taru menyan. Jenazah hanya akan ditutupi dengan sungkup bambu. Di sekitarnya diletakkan beberapa perlengkapan mendiang.

Dikabarkan bahwa meskipun demikian tempat ini tidak mengeluarkan bau busuk. Hal ini dipercaya disebabkan oleh pohon taru menyan yang menaungi tempat tersebut mampu melenyapkan bau-bau yang dihasilkan oleh mayat-mayat yang diletakkan di sana.

Lainnya adalah Mumifikasi suku Asmat tidak sembarang jenazah yang dimumifikasi oleh suku Asmat. Tradisi ini hanya dilakukan pada jenazah-jenazah kepala suku atau orang-orang tertentu yang memiliki posisi penting dalam suku tersebut. Kalau diperhatikan dari posisi memeluk lutut itu memang posisi sakral dalam kepercayaan animisme–dinamisme.

Sebelum masuknya penyebaran agama-agama di nusantara (Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu,Buddha dan Khonghucu) penduduk di nusantara telah memiliki sistem kepercayaan pada masing-masing suku maupun kelompok suku. Kepercayaan nusantara tersebut misalnya Kaharingan dari Kalimantan, Kejawen dari Jawa, Wiwitan dari Sunda, Parmalim dari Batak, Rambu Aluk Todolo dari Toraja, Marapu dari pulau Sunda dan lain-lain.

Baca Juga :  48 Mahasiswa FT UNKRIP Diyudisium

Sampai saat ini selain 6 agama resmi yang diakui pemerintah terdapat minimal 187 aliran kepercayaan di nusantara yang tentunya memiliki tradisi ritual kematiannya sendiri-sendiri yang berbeda dengan daerah lain. Ritual kematian merupakan antraksi budaya yang unik, menarik dan mampu mendongkrak kunjungan pariwisata. Akan tetapi selama ini, ritual kematian sebagai produk budaya belum dikemas dengan baik untuk menjadi produk pariwisata.

“Seharusnya dengan mempertahankan kesakralan ritual kematian dan dikemas dengan penyajian bisnis pariwisata akan mendongkrak pendapatan devisa negara,” ujar Andrie.

Banyak hal yang perlu diperhatikan untuk membangun ekosistem wisata budaya yang berkelas dunia. Mendesain wisata budaya dengan mempertimbangkan aspek bisnis pariwisata. Mengagendakan waktu khusus untuk antraksi budaya yang masuk dalam kalender pariwisata. Mempersiapkan SDM pariwisata yang berkelas dunia baik dari sisi pelayanan maupun public speaking. Mempersiapkan infrastruktur yang mendukung ekosistem pariwisata seperti bandara internasional, akses jalan, penginapan, restoran, pusat perbelanjaan, pusat kebudayaan dan rumah sakit kelas A. (sma)

PALANGKA RAYA-Pada umumnya upacara kematian dilakukan dengan cara dikubur. Namun ternyata ada sejumlah daerah di Indonesia yang memiliki sejumlah tradisi yang berbeda. Sebenarnya tradisi-tradisi tersebut adalah peninggalan kebudayaan sebelum datangnya agama Islam dan Kristen ke Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh Rektor Universitas Palangka Raya (UPR) Dr Andrie Elia ketika menjadi narasumber dalam kegiatan Seminar Nasional Budaya Nusantara dengan tema Ritual Kematian Dalam Perspektif Budaya Dan Pariwisata yang dilaksanakan via virtual, Minggu (5/9).

“Salah satunya adalah Tiwah, yang merupakan ritual kematian tingkat kedua dalam kepercayaan umat Kaharingan (kepercayaan leluhur suku Dayak) untuk mengantarkan roh manusia menuju surga (Lewu Tatau),” ujar Andrie yang juga tokoh masyarakat Dayak Kalteng.

Ritual kematian lainnya adalah Rambu Solo yang berasal dari Toraja. Upacara kematian Rambu Solo diselenggarakan secara besar-besaran. Persiapan upacara ini dapat memakan waktu hingga berbulan-bulan. Sementara menunggu persiapan selesai, jasad yang akan dimakamkan di semayamkan terlebih dahulu dalam sebuah peti. Upacara ini disertai dengan upacara penyembelihan berbagai hewan ternak, terutama kerbau.

“Semakin tinggi status sosial maka semakin banyak kerbau yang akan disembelih. Jumlah kerbau tersebut dapat berkisar antara 24 –100 ekor,” ujar Andrie.

Baca Juga :  Prof Salampak Menang Telak

Ada lagi upacara Ngaben yang berasal dari Bali. Upacara ini berupa proses kremasi atau pembakaran jenazah. Tujuan dari upacara ini adalah untuk mensucikan roh orang yang sudah meninggal. Jika pihak yang meninggal tersebut berasal dari kasta tinggi maka upacara ngaben akan segera dilaksanakan.

Selain itu ada pula Truyan di Bali bagi orang-orang yang meninggal di desa ini tidak dikuburkan maupun dibakar. Jenazah akan diletakkan di bawah sebuah pohon yang disebut taru menyan. Jenazah hanya akan ditutupi dengan sungkup bambu. Di sekitarnya diletakkan beberapa perlengkapan mendiang.

Dikabarkan bahwa meskipun demikian tempat ini tidak mengeluarkan bau busuk. Hal ini dipercaya disebabkan oleh pohon taru menyan yang menaungi tempat tersebut mampu melenyapkan bau-bau yang dihasilkan oleh mayat-mayat yang diletakkan di sana.

Lainnya adalah Mumifikasi suku Asmat tidak sembarang jenazah yang dimumifikasi oleh suku Asmat. Tradisi ini hanya dilakukan pada jenazah-jenazah kepala suku atau orang-orang tertentu yang memiliki posisi penting dalam suku tersebut. Kalau diperhatikan dari posisi memeluk lutut itu memang posisi sakral dalam kepercayaan animisme–dinamisme.

Sebelum masuknya penyebaran agama-agama di nusantara (Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu,Buddha dan Khonghucu) penduduk di nusantara telah memiliki sistem kepercayaan pada masing-masing suku maupun kelompok suku. Kepercayaan nusantara tersebut misalnya Kaharingan dari Kalimantan, Kejawen dari Jawa, Wiwitan dari Sunda, Parmalim dari Batak, Rambu Aluk Todolo dari Toraja, Marapu dari pulau Sunda dan lain-lain.

Baca Juga :  48 Mahasiswa FT UNKRIP Diyudisium

Sampai saat ini selain 6 agama resmi yang diakui pemerintah terdapat minimal 187 aliran kepercayaan di nusantara yang tentunya memiliki tradisi ritual kematiannya sendiri-sendiri yang berbeda dengan daerah lain. Ritual kematian merupakan antraksi budaya yang unik, menarik dan mampu mendongkrak kunjungan pariwisata. Akan tetapi selama ini, ritual kematian sebagai produk budaya belum dikemas dengan baik untuk menjadi produk pariwisata.

“Seharusnya dengan mempertahankan kesakralan ritual kematian dan dikemas dengan penyajian bisnis pariwisata akan mendongkrak pendapatan devisa negara,” ujar Andrie.

Banyak hal yang perlu diperhatikan untuk membangun ekosistem wisata budaya yang berkelas dunia. Mendesain wisata budaya dengan mempertimbangkan aspek bisnis pariwisata. Mengagendakan waktu khusus untuk antraksi budaya yang masuk dalam kalender pariwisata. Mempersiapkan SDM pariwisata yang berkelas dunia baik dari sisi pelayanan maupun public speaking. Mempersiapkan infrastruktur yang mendukung ekosistem pariwisata seperti bandara internasional, akses jalan, penginapan, restoran, pusat perbelanjaan, pusat kebudayaan dan rumah sakit kelas A. (sma)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/