PALANGKA RAYA-Sidang kasus tindak pidana korupsi (tipikor) penyalahgunaan anggaran dana desa tahun 2017 di Desa Rabauh, Kecamatan Sepang, Kabupaten Gunung Mas kembali berlanjut di Pengadilan Negeri Tipikor Palangka Raya, Selasa (5/10). Agendanya, mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan oleh jaksa. Dua orang terdakwa yakni mantan bendahara desa, Jonedi alias Logoi, dan operator desa, Endang Agustina, hadir di dalam persidangan yang digelar secara daring dengan didampingi penasihat hukumnya masing- masing.
Hariyadi selaku JPU Kejari Gunung Mas, menghadirkan 3 saksi, Robi dan Suandi sebagai warga Desa Rabauh dan seorang perempuan pemilik toko material di Kota Palangka Raya, Linda. Persidangan ini sendiri dipimpin hakim ketua majelis Irfanul hakim.
Yang menarik dari persidangan ini adalah terkuaknya dugaan nilai pembelian material untuk pekerjaan sejumlah proyek pekerjaan yang didanai anggaran dana desa yang dilakukan para terdakwa pada tahun 2017 lalu. Hal keterangan itu muncul setelah adanya ke saksian dari Linda, seorang pedagang pemilik toko material di kota Palangka Raya yang dihadirkan sebagai saksi di persidangan tersebut.
Diawal kesaksian linda yang membenarkan bahwa tahun 2017, toko materialnya didatangi terdakwa Endang Agustina. Endang bermaksud membeli sejumlah material untuk pekerjaan proyek pembangunan di Desa Rabauh waktu itu.
“Jadi ibu Endang datang untuk membeli paku, besi, semen, juga lainnya,“ kata Linda.
Dalam kesaksiannya itu Linda mengaku, setiap transaksi pembelian barang di tokonya, terdakwa Endang selalu meminta dirinya memberikan nota kosong selain nota pembelian yang biasanya.
“Jadi awalnya saya memberikan nota riil, sesudah pembelian pertama seterusnya dia meminta nota kosong,” katanya lagi.
Jaksa Hariyadi pun kemudian menanyakan kepada Linda kebenaran harga material yang tertera di dalam sejumlah kuitansi pembelian barang yang menjadi barang bukti di persidangan tersebut.
“Semua yang tertera di sini di tahun 2017, besi ukuran 10 mili meter harganya Rp 130 ribu berapa bu harganya di tahun 2017,” tanya jaksa kepada Linda.
“Harganya sekitar Rp67 ribu, pak,“ jawab linda.
“Harga kawat bindrat, berapa bu?” tanya jaksa lagi.
“Sampai sekarang tetap Rp 20 ribu satu kg-nya,” ucapnya.
“Jadi Rp 20, bukan Rp 40 ribu. Kalau harga paku papan?” tanya jaksa lagi.
“Harga paku papan ini Rp 17.500 satu kg,“ jawab Linda lagi. Demikian juga ketika jaksa menanyakan harga semen Gresik per saknya yang tertera di dalam nota tersebut. Harga semen Gresik itu persaknya Rp 50 ribu pak waktu itu,” ujarnya.
“Jadi bukan Rp80 ribu?“ tanya JPU Heriyadi memastikan lagi.
“Bukan, pak“ tegas Linda.
Demikian juga ketika jaksa menyodorkan dan menanyakan terkait nota pembelian aspal kepada pemilik toko material ini.
“Ini ada aspal Rp 3.250.000,” kata JPU hendak bertanya lagi kepada saksi. Namun belum selesai pertanyaan itu, Linda langsung memotong.
“Tidak tahu saya kalau aspal ini mah. Toko saya gak pernah jual aspal,” ujarnya lagi.
Ketika ditanya jaksa kenapa di dalam nota pembelian dari tokonya itu bisa tercantum tulisan harga harga barang tersebut, linda mengaku tidak mengetahui nya. Pemilik toko ini juga bahkan memastikan tulisan di dalam nota pembelian material bukan tulisannya atau tulisan anak buahnya.
Ketika ditanyakan lagi oleh jaksa dan pengacara terdakwa kenapa dirinya mau memenuhi permintaan endang dengan memberikan nota kosong tersebut, Linda mengakui hal ini memang sudah sering dilakukan nya.
“Biasa orang belanja meminta seperti itu pak. Kalau tidak dikasih mereka gak mau datang belanja lagi,” ujar perempuan ini dengan jujurnya. (sja/uni)