Rabu, Maret 19, 2025
23.8 C
Palangkaraya

Terdakwa Dugaan Korupsi RSUD Buntok Dituntut 5 Thn, PH; Tak Ada Kerugian Negara

 

 

 

PALANGKA RAYA – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek Sarana Kamar Operasi yang Terintegrasi (SIRO) di RSUD Jaraga Sasameh Buntok kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palangka Raya pada Selasa, (18/3/2025).

I Made Bayu Hadi Kusuma Wijaya selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa dr. Leonardus Panangian Lubis dengan hukuman lima tahun penjara serta denda Rp100 juta subsider empat bulan kurungan.

 

Usai persidangan Penasihat hukum terdakwa, Ndjuan Lingga, menyatakan keberatan atas tuntutan tersebut. Menurutnya, tidak ada bukti yang membuktikan kliennya melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan.

“Kami terkejut dengan tuntutan JPU mengingat fakta di persidangan tidak menunjukkan adanya tindakan pidana. Kami akan menyampaikan pledoi yang maksimal untuk membela klien kami,” ujarnya.

Sebelumnya, dua saksi meringankan dihadirkan dari pihak terdakwa. Saksi ahli dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Jakarta, Andi Muhammad Arfan, menyebutkan bahwa pelanggaran yang dilakukan Leonardus bersifat administratif.

“Menurut dari ahli auditor pak sudirman (yang pernah menjadi auditor KPK), perhitungan kerugian negara tdk bisa berdasarkan total loss, apalagi barang sampai saat ini masih bermanfaat bagi pasien. Dalam hal ini auditor menyatakan BPKP harus menghitung secara aktual loss,”katanya.

Baca Juga :  Tabrak Trotoar, Pengendara Motor Terlempar dari Jembatan Tumbang Nusa

 

Dan dalam menghitung perhitungan kerugian negara harus sesuai prosedur, harus diklarifikasi kepada pejabat yg bersangkutan.

“Ternyata pada kasus ini tidak pernah ada klarifikasi tentang adanya kerugian negara kepada dr Leo selama di BAP. Dan menurut saksi ahli auditor, yang berhak mengeluarkan kerugian negara adalah BPK, sedangkan BPKP hanya untuk audit investigasi saja,”tegasnya.

Dia menambahkan, pada hasil audit BPKP tidak ada perhitungan secara aktual loss, dan hanya menerangkan tentang pelanggaran-pelanggaran. “Padahal seharusnya tugasnya dari BPKP adalah menghitung kerugian negara,”tambahnya.

Ia menyebut, dari data dokumen yang diberikan penyidik, tidak ditemukan unsur tindak pidana korupsi di dalamnya. Jika ada pelanggaran dalam survei sebelum lelang, itu juga tergolong pelanggaran administratif,” ujarnya lagi.

 

Dari saksi ahli pidana yang lain yakni Bernardus Letrora dosen fakultas hukum universitas Palangka Raya, bahwa dakwaan jaksa yang dituduhkan ke dr Leonardus hanya berupa pelanggaran administrasi.

Baca Juga :  Korban Pemerkosaan di Maliku Mulya Diancam Akan Dibunuh

“Karena JPU tidak bisa membuktikan adanya tindak pidana yang dilakukan oleh dr Leonardus,”katanya.

 

Dua saksi meringankan lainnya, yakni Yuniarti, Perawat Pencegah dan Pengendali Infeksi, serta Ova Ekasinta dari Instalasi Bedah Sentral Kamar Operasi RSUD Jaraga Sasameh, menjelaskan bahwa sistem SIRO masih digunakan hingga kini.

 

Penasihat hukum terdakwa lainnya, Hottua Manalu, menilai keterangan saksi ahli justru tidak memberatkan kliennya.

“Saksi ahli dari LKPP menyatakan bahwa dokumen penyidik tidak menunjukkan adanya tindak korupsi yang dilakukan klien kami,” katanya.

Ia juga menegaskan bahwa Leonardus dituduh memiliki kepentingan pribadi dalam proyek SIRO, padahal sistem tersebut justru meningkatkan pelayanan rumah sakit.

“Proyek ini muncul karena perubahan direksi dan kebijakan, bukan karena kepentingan individu,” pungkasnya.

Sidang kasus dugaan korupsi SIRO RSUD Buntok ini, akan berlanjut pada bulan April 2025 mendatang dengan agenda pembacaan pledoi dari pihak terdakwa.(ram/b)

 

 

 

PALANGKA RAYA – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek Sarana Kamar Operasi yang Terintegrasi (SIRO) di RSUD Jaraga Sasameh Buntok kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palangka Raya pada Selasa, (18/3/2025).

I Made Bayu Hadi Kusuma Wijaya selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa dr. Leonardus Panangian Lubis dengan hukuman lima tahun penjara serta denda Rp100 juta subsider empat bulan kurungan.

 

Usai persidangan Penasihat hukum terdakwa, Ndjuan Lingga, menyatakan keberatan atas tuntutan tersebut. Menurutnya, tidak ada bukti yang membuktikan kliennya melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan.

“Kami terkejut dengan tuntutan JPU mengingat fakta di persidangan tidak menunjukkan adanya tindakan pidana. Kami akan menyampaikan pledoi yang maksimal untuk membela klien kami,” ujarnya.

Sebelumnya, dua saksi meringankan dihadirkan dari pihak terdakwa. Saksi ahli dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Jakarta, Andi Muhammad Arfan, menyebutkan bahwa pelanggaran yang dilakukan Leonardus bersifat administratif.

“Menurut dari ahli auditor pak sudirman (yang pernah menjadi auditor KPK), perhitungan kerugian negara tdk bisa berdasarkan total loss, apalagi barang sampai saat ini masih bermanfaat bagi pasien. Dalam hal ini auditor menyatakan BPKP harus menghitung secara aktual loss,”katanya.

Baca Juga :  Tabrak Trotoar, Pengendara Motor Terlempar dari Jembatan Tumbang Nusa

 

Dan dalam menghitung perhitungan kerugian negara harus sesuai prosedur, harus diklarifikasi kepada pejabat yg bersangkutan.

“Ternyata pada kasus ini tidak pernah ada klarifikasi tentang adanya kerugian negara kepada dr Leo selama di BAP. Dan menurut saksi ahli auditor, yang berhak mengeluarkan kerugian negara adalah BPK, sedangkan BPKP hanya untuk audit investigasi saja,”tegasnya.

Dia menambahkan, pada hasil audit BPKP tidak ada perhitungan secara aktual loss, dan hanya menerangkan tentang pelanggaran-pelanggaran. “Padahal seharusnya tugasnya dari BPKP adalah menghitung kerugian negara,”tambahnya.

Ia menyebut, dari data dokumen yang diberikan penyidik, tidak ditemukan unsur tindak pidana korupsi di dalamnya. Jika ada pelanggaran dalam survei sebelum lelang, itu juga tergolong pelanggaran administratif,” ujarnya lagi.

 

Dari saksi ahli pidana yang lain yakni Bernardus Letrora dosen fakultas hukum universitas Palangka Raya, bahwa dakwaan jaksa yang dituduhkan ke dr Leonardus hanya berupa pelanggaran administrasi.

Baca Juga :  Korban Pemerkosaan di Maliku Mulya Diancam Akan Dibunuh

“Karena JPU tidak bisa membuktikan adanya tindak pidana yang dilakukan oleh dr Leonardus,”katanya.

 

Dua saksi meringankan lainnya, yakni Yuniarti, Perawat Pencegah dan Pengendali Infeksi, serta Ova Ekasinta dari Instalasi Bedah Sentral Kamar Operasi RSUD Jaraga Sasameh, menjelaskan bahwa sistem SIRO masih digunakan hingga kini.

 

Penasihat hukum terdakwa lainnya, Hottua Manalu, menilai keterangan saksi ahli justru tidak memberatkan kliennya.

“Saksi ahli dari LKPP menyatakan bahwa dokumen penyidik tidak menunjukkan adanya tindak korupsi yang dilakukan klien kami,” katanya.

Ia juga menegaskan bahwa Leonardus dituduh memiliki kepentingan pribadi dalam proyek SIRO, padahal sistem tersebut justru meningkatkan pelayanan rumah sakit.

“Proyek ini muncul karena perubahan direksi dan kebijakan, bukan karena kepentingan individu,” pungkasnya.

Sidang kasus dugaan korupsi SIRO RSUD Buntok ini, akan berlanjut pada bulan April 2025 mendatang dengan agenda pembacaan pledoi dari pihak terdakwa.(ram/b)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/