Tak terasa Ramadan sudah tiba. Pada momentum bulan suci 1446 Hijriah ini, Kalteng Pos akan menyajikan tulisan berseri tentang generasi muda yang mencintai Al-Qur’an sejak dini. Edisi perdana dimulai dari sosok Nafisa.
DHEA UMILATI, Palangka Raya
NAFISA atau yang akrab disapa Aca, tampak semringah menantikan wisuda hafalan Al-Qur’an di Yayasan Raisa Alya Fakhira, Minggu (23/2). Bukan tanpa alasan, gadis 8 tahun ini tak hanya berhasil menyelesaikan hafalan juz 30, tetapi juga dinobatkan sebagai murid terbaik kategori putri dalam wisuda tersebut.
Bagi Aca, perjalanan menghafal Al-Qur’an sudah dimulai sejak lama. Bahkan sebelum masuk Taman Kanak-Kanak (TK), tepatnya pada usia 4 tahun, ia sudah mengenal dunia mengaji dan hafalan. Kini, saat duduk di bangku kelas 2 sekolah dasar (SD), ia makin terbiasa dengan ayat-ayat suci yang tiap hari dilantunkan.
“Di sana itu ngaji dahulu baru hafalan, kalau hafalan minimal 5 ayat sehari,” cerita Aca kepada Kalteng Pos, Jumat (21/2), dua hari sebelum wisuda hafalan Al-Qur’an.
Sebelum dinyatakan lulus dan bisa ikut wisuda, Aca harus melalui ujian munaqasah, yaitu ujian hafalan untuk menilai kelayakan santri dalam mengikuti wisuda tahfiz. Tidak semua santri bisa langsung lulus, karena harus benar-benar memastikan hafalan sudah lancar dan kuat.
Namun, Aca berhasil melewatinya dengan baik. Bahkan, ia mendapat penghargaan sebagai santri terbaik kategori juz 30. Kali ini, bukan hanya Aca yang diwisuda. Ada juga santri lain yang hafalannya lebih banyak, mulai dari 2 juz, 6 juz, hingga 8 juz. Namun bagi Aca, menyelesaikan hafalan satu juz pertama merupakan pencapaian besar yang memotivasinya untuk terus melanjutkan perjuangan dalam menghafal Al-Qur’an.
Berdasarkan cerita ibunya, Rahmi Rumaisa, Aca tidak terlalu dipaksa untuk menghafal di rumah. Ia hanya melakukan murajaah (mengulang hafalan) bersama sang ayah, Ahmad Muslih, yang memiliki latar belakang pendidikan pesantren. Selain itu, ia juga sering mendengarkan rekaman suara Al-Qur’an atau murotal dari YouTube untuk memperkuat hafalan.
“Kami ingin Aca bisa hafal 30 juz, tapi tidak memaksa. Kami hanya mengenalkan dan membiarkan dia menikmati prosesnya,” kata Rahmi.
Menariknya, perjalanan Aca di Yayasan Tahfidz ini justru menginspirasi sang kakak. Awalnya, ayah dan ibunya ingin memasukkan kakaknya ke yayasan tersebut, tetapi justru Aca yang lebih dahulu tertarik. Ia begitu semangat ingin belajar di sana, meski usianya masih sangat kecil.
Setahun setelah melihat Aca menikmati proses, sang kakak pun akhirnya memutuskan untuk ikut mengaji dan menghafal di yayasan yang sama.
“Kami tidak menyangka, awalnya justru Aca yang lebih dulu ingin masuk, karena kakaknya tidak mau, jadi kami tidak bisa memaksa,” kenang Rahmi.
Ia sangat bersyukur, kini, kedua anaknya itu belajar di yayasan yang sama.
Saat ini Aca sudah mencapai tahap Tilawati 5, metode yang digunakan di yayasan itu untuk belajar membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar. Dengan metode ini, anak-anak tidak hanya sekadar membaca, tetapi juga melatih tajwid dan makhraj huruf agar lebih sempurna.
Meski usianya masih sangat muda, Aca sudah memiliki tekad besar untuk terus menghafal hingga 30 juz. Namun, orang tuanya tidak menargetkan waktu tertentu bagi Aca untuk menyelesaikan hafalan.
“Harapan kami, semoga Aca bisa terus menghafal hingga khatam 30 juz, tetapi kami tidak ingin memberi target usia, biarkan dia menikmati proses,” kata sang ibu.
Ahmad Muslih juga selalu memberikan dukungan penuh. “Pokoknya Aca harus semangat. Kalau bisa sampai 30 juz, lebih bagus lagi. Jadilah anak yang soleha,” pesannya.
Meski jarak rumah dan yayasan cukup jauh, Ahmad dan Rahmi dengan sabar mengantar jemput Aca tiap hari. Bagi mereka, ini adalah bentuk dukungan nyata untuk kebaikan sang anak.
Ketika ditanya mengenai harapannya, dengan semangat Aca menjawab ingin menyelesaikan hafalannya.
“Semoga bisa hafal terus sampai 30 juz,” ucapnya antusias. (bersambung/ce/ala)