Sedari kecil Muhammad Nafis Alfarisi sangat familiar dengan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Orang tuanya juga rutin memutar murottal. Alhasil ketika beranjak remaja, ia berhasil menjadi penghafal 30 juz Al-Qur’an.
IRPAN JURAYZ, Sampit
MUHAMMAD Nafis Alfarisi merupakan remaja kelahiran Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), 29 Agustus 2009. Tahun ini ia berusia 15 tahun. Tanda-tanda putra dari Hadriannoor dan Dian Aristyana itu bakal menjadi penghafal ayat suci Al-Qur’an sudah terlihat sejak masih berusia 5 tahun. Murottal atau rekaman bacaan ayat-ayat Al-Qur’an yang sering diputarkan orang tuanya pun melekat di ingatannya.
Kebiasaan orang tuanya tersebut terbilang mujarab. Muhammad Nafis Alfarisi makin senang mendengarkan maupun melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an. Sejak berusia 5 tahun itulah, Muhammad Nafis Alfarisi mulai tekun menghafal Al-Qur’an.
“Sewaktu TK sudah mulai menghafal, kala itu hafal setengah juz,” cerita Muhammad Nafis Alfarisi kepada Kalteng Pos, baru-baru ini.
Dalam proses penghafalan, anak pertama dari dua bersaudara itu melakukannya secara bertahap. Di mana tiap ia naik kelas, ada saja hafalan yang bertambah. Hingga akhirnya saat duduk di kelas VI ia berhasil menghafal 30 juz Al-Qur’an.
“Umur lima atau saat saya masih duduk di bangku TK, sudah bisa hafal kurang lebih satu juz Al-Qur’an, lalu kelas dua sekolah dasar atau umur delapan tahun mulai menghafal per ayat dari juz 29. Kemudian pada umur sembilan tahun atau kelas tiga SD sudah hafal tiga juz, kelas empat 10 juz, dan kelas enam alhamdulillah sudah khatam 30 juz,” beber Nafis, sapaan akrabnya.
Metode itu ia terapkan terus hingga berhasil menghafal Al-Qur’an, di mana tiap ingin setor hapalan. Namun sebelumnya ia mendengarkan dahulu murottal. Kini putra dari Hadriannoor dan Dian Aristyana itu tengah duduk di bangku SMP IT Arafah.
Agar hafalan tidak hilang dari ingatan, remaja yang sedang duduk di bangku kelas VIII di SMP IT Arafah Sampit itu selalu mendengarkan lagi murottal atau bertadarus. Hal itu dilakukannya pada subuh, sore setelah pulang sekolah, dan malam hari.
“Agar tidak lupa, tadarusnya saya bikin tiga kali sehari, misalnya pagi atau subuh, sore sepulang sekolah, dan malam sesudah Isya,” ungkap Nafis. (*bersambung/ce/ala)