Sabtu, November 23, 2024
30.3 C
Palangkaraya

Memimpin Wilayah sebelum Kerajaan Kutaringin Berdiri

Asal-usul dan sepak terjang Kiai Gede dalam ber-dakwah di Pulau Kalimantan sa-ngat menarik untuk ditelusuri. Tak terkecuali bagi para pemerhati sejarah yang ikut menggali dari berbagai literatur sebagai reverensi untuk mengetahui jejak sang ulama kharismatik ini.

Ruslan/ Kalteng Pos

DI kalangan pemerhati sejarah, banyak sekali pendapat tentang Kiai Gede. Ada yang menyebutkan bahwa sang ulama Khari adalah penerus dalam rangka penyebaran Islam di Kesultanan Kutaringin.

Ada juga yang berpendapat jika Kiai Gede merupakan pejabat di Kesultanan Kutaringin yang sekaligus memiliki tugas meyebarkan ajaran Islam. Hal itu berdasarkan litelatur sejarah yang terdapat pada Hikayat Banjar. Namun dalam hal dakwah, para pemerhati sejarah sepakat bahwa gaya berdakwah yang digunakan Kiai Gede sama dengan gaya para sunan dalam menyebarkan ajaran Islam di masa lalu.

Melihat sejarah Kiai Gede, ada yang berpendapat bila sang kiai adalah pejabat inti dalam Kerajaan Banjar. Ada juga yang menafsirkan sebagai ulama dalam Kerajaan Banjar/maupun Kerajaan Kutaringin. Meski demikan, Kiai Gede dikenal sebagai ulama kharismatik di kalangan masyarakat Kutaringin, daerah yang sekarang menjadi Kotawaringin Barat dan masuk dalam Provinsi Kalimantan Tengah.

Baca Juga :  Ajak Generasi Muda Cegah Kepunahan Orang Utan

Dalam sejarah Hikayat Banjar, sebelum didirikan Kesultanan Kutaringin, wilayah Kotawaringin dahulunya merupakan keadipatian yang dipimpin oleh Dipati Ngganding dengan jabatan dipati (setara pemimpin wilayah) saat itu. Hal ini diperkuat berdasarkan perjanjian VOC-Belanda dengan Kesultanan Banjar.

Kutaringin merupakan salah satu negara dependensi (negara bagian) di dalam Negara Banjar Raya. Hal inilah yang kemudian diyakini bahwa Kiai Gede atau Dipati Ngganding sudah menjadi pemimpin di wilayah Kotawaringin.

Sebelumnya ayah dan pamannya Macan Laut dan Tongara Mandi diutus ke Kotawaringin untuk memperluas wilayah Kerajaan Banjar.

“Sampai sekarang kita belum bisa memecahkan sejarah ini, karena waktu itu Matjan Laut dan Tongara Mandi yang sebelumnya diutus oleh kesultanan banjar (manteri) untuk membawa berita baik (menyebarkan ajaran Islam) ke Kotawaringin,” ucap Agus Tadi Saputra kepada Kalteng Pos, Jumat (9/4).

Baca Juga :  Membentuk Kader Muda Peduli Alam dan Lingkungan

Masih dari sejarah yang sama, setelah Tongara Mandi dan Matjan Laut (Macan Laut) sampai di wilayah Pelabuhan Kumai (Kecamatan Kumai), kemudian keduanya melakukan perjalanan terpisah. Dari Kumai, Macan Laut berjalan kaki bersama Kiai Gede menuju wilayah yang saat ini dikenal dengan nama Kotawaringin Lama untuk menyebarkan ajaran Islam.

Tongara Mandi dan Kiai Gede sukses menyebarkan ajaran Islam di Kotawarin-gin Lama. Kemudian hal tersebut dikabarkan ke Kesultanan Banjar agar sultan segera mendirikan kerajaan di wilayah Kotawaringin. (*bersambung/ce/ala)

Asal-usul dan sepak terjang Kiai Gede dalam ber-dakwah di Pulau Kalimantan sa-ngat menarik untuk ditelusuri. Tak terkecuali bagi para pemerhati sejarah yang ikut menggali dari berbagai literatur sebagai reverensi untuk mengetahui jejak sang ulama kharismatik ini.

Ruslan/ Kalteng Pos

DI kalangan pemerhati sejarah, banyak sekali pendapat tentang Kiai Gede. Ada yang menyebutkan bahwa sang ulama Khari adalah penerus dalam rangka penyebaran Islam di Kesultanan Kutaringin.

Ada juga yang berpendapat jika Kiai Gede merupakan pejabat di Kesultanan Kutaringin yang sekaligus memiliki tugas meyebarkan ajaran Islam. Hal itu berdasarkan litelatur sejarah yang terdapat pada Hikayat Banjar. Namun dalam hal dakwah, para pemerhati sejarah sepakat bahwa gaya berdakwah yang digunakan Kiai Gede sama dengan gaya para sunan dalam menyebarkan ajaran Islam di masa lalu.

Melihat sejarah Kiai Gede, ada yang berpendapat bila sang kiai adalah pejabat inti dalam Kerajaan Banjar. Ada juga yang menafsirkan sebagai ulama dalam Kerajaan Banjar/maupun Kerajaan Kutaringin. Meski demikan, Kiai Gede dikenal sebagai ulama kharismatik di kalangan masyarakat Kutaringin, daerah yang sekarang menjadi Kotawaringin Barat dan masuk dalam Provinsi Kalimantan Tengah.

Baca Juga :  Ajak Generasi Muda Cegah Kepunahan Orang Utan

Dalam sejarah Hikayat Banjar, sebelum didirikan Kesultanan Kutaringin, wilayah Kotawaringin dahulunya merupakan keadipatian yang dipimpin oleh Dipati Ngganding dengan jabatan dipati (setara pemimpin wilayah) saat itu. Hal ini diperkuat berdasarkan perjanjian VOC-Belanda dengan Kesultanan Banjar.

Kutaringin merupakan salah satu negara dependensi (negara bagian) di dalam Negara Banjar Raya. Hal inilah yang kemudian diyakini bahwa Kiai Gede atau Dipati Ngganding sudah menjadi pemimpin di wilayah Kotawaringin.

Sebelumnya ayah dan pamannya Macan Laut dan Tongara Mandi diutus ke Kotawaringin untuk memperluas wilayah Kerajaan Banjar.

“Sampai sekarang kita belum bisa memecahkan sejarah ini, karena waktu itu Matjan Laut dan Tongara Mandi yang sebelumnya diutus oleh kesultanan banjar (manteri) untuk membawa berita baik (menyebarkan ajaran Islam) ke Kotawaringin,” ucap Agus Tadi Saputra kepada Kalteng Pos, Jumat (9/4).

Baca Juga :  Membentuk Kader Muda Peduli Alam dan Lingkungan

Masih dari sejarah yang sama, setelah Tongara Mandi dan Matjan Laut (Macan Laut) sampai di wilayah Pelabuhan Kumai (Kecamatan Kumai), kemudian keduanya melakukan perjalanan terpisah. Dari Kumai, Macan Laut berjalan kaki bersama Kiai Gede menuju wilayah yang saat ini dikenal dengan nama Kotawaringin Lama untuk menyebarkan ajaran Islam.

Tongara Mandi dan Kiai Gede sukses menyebarkan ajaran Islam di Kotawarin-gin Lama. Kemudian hal tersebut dikabarkan ke Kesultanan Banjar agar sultan segera mendirikan kerajaan di wilayah Kotawaringin. (*bersambung/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/