Minggu, September 29, 2024
24.4 C
Palangkaraya

Antisipasi Konflik, Segera Bentuk Desk Pilkada

PALANGKA RAYA-Pemprov Kalteng menggelar rapat perdana pembentukan desk pemilihan kepala daerah (pilkada) jelang pesta demokrasi lima tahunan pada 2024. Adanya desk pilkada dinilai penting dalam upaya mencegah dan menangani berbagai konflik yang berpotensi terjadi selama gelaran pesta demokrasi, baik menjelang, selama, maupun setelah hajatan politik lima tahunan selesai.

Staf Ahli Gubernur Kalteng Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik Herson B Aden mengatakan, desk pilkada terdiri dari berbagai unsur pemerintah, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Tugasnya bukan mengurusi teknis pemilu layaknya Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu), melainkan bertugas mengoordinasikan keamanan, ketertiban, kondisi politis, dan lain-lain.

“Kalau ada masalah, tugas desk pilkada ikut membantu penyelesaian, mereka bertugas memantau keamanan dan ketertiban pilkada dari sebelum, selama, sampai setelah dilangsungkannya pilkada,” terang Herson kepada wartawan usai menghadiri rapat pembekalan tim desk pilkada Provinsi Kalteng di Ruang Rapat Bajakah, Lantai II Kantor Gubernur Kalteng, Selasa (26/9).

Selain unsur pemerintah, Herson menyebut, dalam desk pilkada juga ada unsur kepolisian dan kejaksaan. Juga berkolaborasi dengan KPU dan Bawaslu dalam menjalankan tugas.

“Permasalahan tidak di awal, justru paling banyak terjadi setelah pencoblosan, kami perlu mencari solusi pemecahannya. Karena itu, dalam desk ini ada unsur pemerintah, kepolisian, dan kejaksaan,” jelasnya.

Dikatakan Herson, salah satu permasalahan yang dikhawatirkan terjadi sebagai implikasi dari pelaksanaan pilkada adalah selisih jumlah dalam daftar pemilih tetap (DPT) dengan jumlah pemilih, yang kadang-kadang lebih banyak atau lebih sedikit.

“Kalau pemilih lebih sedikit dari DPT-nya, angka partisipasi pemilih dari daerah itu rendah. Kami harapkan dalam pelaksanaan nanti tidak terjadi seperti itu. Makanya pemilu nanti menjadi bahan evaluasi kami untuk pelaksanaan pilkada,” jelasnya.

Ia mencontohkan, jika di suatu desa jumlah DPT 500 orang, tetapi setelah dilakukan pemilihan hanya 200 orang, artinya ada 300 yang tidak berpartisipasi memilih. Bisa saja ada permasalahan di daerah itu yang menyebabkan angka partisipasi pemilih rendah.

“Atau bisa juga DPT-nya hanya 500, tetapi setelah dilakukan pemilihan ada 700, itu bisa menjadi masalah juga, bisa saja ada potensi kecurangan,” ujarnya.

Herson menjelaskan, secara rinci desk pilkada bertugas melakukan pemantauan pelaksanaan pilkada di daerah, menginventarisasi dan mengantisipasi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan pilkada, memberikan saran dan solusi penyelesaian masalah-masalah dalam pilkada, dan melaporkan informasi kepada pemerintah mengenai pelaksanaan pilkada.

Sekretaris Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kalteng Rosalia Kameluh Busu mengatakan, terkait data pemilu yang usianya 17 tahun atau pemilih pemula, pihaknya terus melakukan pembaruan tiap hari.

“Data kependudukan berupa KTP ini tugas kami, tiap hari terus kami push guna memfasilitasi pemilih pemula bisa memiliki KTP, kami hanya bisa memastikan bahwa pada saat pilkada nanti warga berusia 17 tahun sudah memiliki KTP,” ujarnya, kemarin.

Sejauh ini pihaknya terus berusaha agar para pemilih pemula segera memiliki KTP agar bisa menggunakan hak pilihnya kelak. Pihaknya proaktif melakukan jemput bola ke sekolah-sekolah untuk memfasilitasi para siswa berusia 17 tahun agar memiliki KTP.

“Sebenarnya pada usia di bawah 17 tahun pun masyarakat sudah bisa melakukan perekaman KTP, tetapi belum boleh mendapatkan KTP fisik,” bebernya.

Disdukcapil Kalteng juga mengalami kendala ketersediaan blangko KTP elektronik, yang mana disediakan oleh pemerintah pusat. Tiap daerah tentu membutuhkan itu. Sementara hanya ada tiga kali pengadaan blangko KTP di pusat.

“Distribusi ke daerah-daerah tidak bisa merata, karena banyak sekali yang harus dilayani, blangko KTP itu tersedia sangat minim, karena sejak 2022 tidak ada lagi dana alokasi khusus (DAK) untuk itu,” sebutnya.

Sebagai salah satu anggota desk pilkada, Rosalia menyebut pihaknya berperan untuk mengatasi permasalahan perekaman KTP. Khususnya untuk masyarakat yang belum mengantongi KTP, tetapi usianya sudah memenuhi syarat.

“Kami harus jemput bola untuk itu, jadi memang kalau blangko tersedia, akan kami berikan ke pemilih pemula, memang kami utamakan pemilih pemula,” tuturnya.

Tak hanya itu, Rosalia menyebut pihaknya juga melakukan kontrol ke pemerintah kabupaten/kota untuk melihat jumlah perekaman per hari. Jika perekaman di suatu daerah rendah, teguran akan diberikan pihaknya.

“Karena kami bukan hanya mengumpulkan data per bulan, tapi bergerak terus tiap hari, ada data yang kami monitoring tiap hari by system,” tandasnya. (dan/ce/ala)

PALANGKA RAYA-Pemprov Kalteng menggelar rapat perdana pembentukan desk pemilihan kepala daerah (pilkada) jelang pesta demokrasi lima tahunan pada 2024. Adanya desk pilkada dinilai penting dalam upaya mencegah dan menangani berbagai konflik yang berpotensi terjadi selama gelaran pesta demokrasi, baik menjelang, selama, maupun setelah hajatan politik lima tahunan selesai.

Staf Ahli Gubernur Kalteng Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik Herson B Aden mengatakan, desk pilkada terdiri dari berbagai unsur pemerintah, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Tugasnya bukan mengurusi teknis pemilu layaknya Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu), melainkan bertugas mengoordinasikan keamanan, ketertiban, kondisi politis, dan lain-lain.

“Kalau ada masalah, tugas desk pilkada ikut membantu penyelesaian, mereka bertugas memantau keamanan dan ketertiban pilkada dari sebelum, selama, sampai setelah dilangsungkannya pilkada,” terang Herson kepada wartawan usai menghadiri rapat pembekalan tim desk pilkada Provinsi Kalteng di Ruang Rapat Bajakah, Lantai II Kantor Gubernur Kalteng, Selasa (26/9).

Selain unsur pemerintah, Herson menyebut, dalam desk pilkada juga ada unsur kepolisian dan kejaksaan. Juga berkolaborasi dengan KPU dan Bawaslu dalam menjalankan tugas.

“Permasalahan tidak di awal, justru paling banyak terjadi setelah pencoblosan, kami perlu mencari solusi pemecahannya. Karena itu, dalam desk ini ada unsur pemerintah, kepolisian, dan kejaksaan,” jelasnya.

Dikatakan Herson, salah satu permasalahan yang dikhawatirkan terjadi sebagai implikasi dari pelaksanaan pilkada adalah selisih jumlah dalam daftar pemilih tetap (DPT) dengan jumlah pemilih, yang kadang-kadang lebih banyak atau lebih sedikit.

“Kalau pemilih lebih sedikit dari DPT-nya, angka partisipasi pemilih dari daerah itu rendah. Kami harapkan dalam pelaksanaan nanti tidak terjadi seperti itu. Makanya pemilu nanti menjadi bahan evaluasi kami untuk pelaksanaan pilkada,” jelasnya.

Ia mencontohkan, jika di suatu desa jumlah DPT 500 orang, tetapi setelah dilakukan pemilihan hanya 200 orang, artinya ada 300 yang tidak berpartisipasi memilih. Bisa saja ada permasalahan di daerah itu yang menyebabkan angka partisipasi pemilih rendah.

“Atau bisa juga DPT-nya hanya 500, tetapi setelah dilakukan pemilihan ada 700, itu bisa menjadi masalah juga, bisa saja ada potensi kecurangan,” ujarnya.

Herson menjelaskan, secara rinci desk pilkada bertugas melakukan pemantauan pelaksanaan pilkada di daerah, menginventarisasi dan mengantisipasi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan pilkada, memberikan saran dan solusi penyelesaian masalah-masalah dalam pilkada, dan melaporkan informasi kepada pemerintah mengenai pelaksanaan pilkada.

Sekretaris Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kalteng Rosalia Kameluh Busu mengatakan, terkait data pemilu yang usianya 17 tahun atau pemilih pemula, pihaknya terus melakukan pembaruan tiap hari.

“Data kependudukan berupa KTP ini tugas kami, tiap hari terus kami push guna memfasilitasi pemilih pemula bisa memiliki KTP, kami hanya bisa memastikan bahwa pada saat pilkada nanti warga berusia 17 tahun sudah memiliki KTP,” ujarnya, kemarin.

Sejauh ini pihaknya terus berusaha agar para pemilih pemula segera memiliki KTP agar bisa menggunakan hak pilihnya kelak. Pihaknya proaktif melakukan jemput bola ke sekolah-sekolah untuk memfasilitasi para siswa berusia 17 tahun agar memiliki KTP.

“Sebenarnya pada usia di bawah 17 tahun pun masyarakat sudah bisa melakukan perekaman KTP, tetapi belum boleh mendapatkan KTP fisik,” bebernya.

Disdukcapil Kalteng juga mengalami kendala ketersediaan blangko KTP elektronik, yang mana disediakan oleh pemerintah pusat. Tiap daerah tentu membutuhkan itu. Sementara hanya ada tiga kali pengadaan blangko KTP di pusat.

“Distribusi ke daerah-daerah tidak bisa merata, karena banyak sekali yang harus dilayani, blangko KTP itu tersedia sangat minim, karena sejak 2022 tidak ada lagi dana alokasi khusus (DAK) untuk itu,” sebutnya.

Sebagai salah satu anggota desk pilkada, Rosalia menyebut pihaknya berperan untuk mengatasi permasalahan perekaman KTP. Khususnya untuk masyarakat yang belum mengantongi KTP, tetapi usianya sudah memenuhi syarat.

“Kami harus jemput bola untuk itu, jadi memang kalau blangko tersedia, akan kami berikan ke pemilih pemula, memang kami utamakan pemilih pemula,” tuturnya.

Tak hanya itu, Rosalia menyebut pihaknya juga melakukan kontrol ke pemerintah kabupaten/kota untuk melihat jumlah perekaman per hari. Jika perekaman di suatu daerah rendah, teguran akan diberikan pihaknya.

“Karena kami bukan hanya mengumpulkan data per bulan, tapi bergerak terus tiap hari, ada data yang kami monitoring tiap hari by system,” tandasnya. (dan/ce/ala)

Artikel Terkait